27.8 C
Jakarta
12 Desember 2024, 0:59 AM WIB

Proyek PLTU Celukan Bawang Beroperasi, SK Gubernur Digugat Masyarakat

DENPASAR – Perwakilan masyarakat Celukan Bawang Buleleng bersama Greenpeace Indonesia mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. 

Didampingi tim kuasa hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH)  Bali, I Ketut Mangku Wijana dkk mewakili masyarakat terdampak

dan organisasi lingkungan hidup (penggugat) , ini menggugat surat keputusan (SK) Gubernur Bali Nomor. 660.3/3985/IV-A/DISPMPT

tentang pemberian izin lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)  Batu Bara Celukan Bawang 2×330 MW.

“Kami mengajukan upaya hukum gugatan ini dengan beberapa alasan yang sangat mendasar, salah satunya karena SK Gubernur Bali diterbitkan

tanpa adanya pelibatan masyarakat yang akan terdampak dari proyek ini, “ujar Direktur YLBHI-LBH Dewa Putu Adnyana usai pendaftaran gugatan di PTUN, kemarin. 

Ada beberapa alasan gugatan diajukan. Selain dokumen Amdal tidak valid dan cacat hokum, produk SK yang diterbitkan gubernur mengandung kekeliruan karena tidak melibatkan masyarakat.

Ada beberapa aspek kelengkapan dokumen AMDAL yang tidak mampu dipenuhi serta gagal kegagalan AMDAL dalam melakukan evaluasi holistik terhadap dampak yang akan ditimbulkan.

“Tentu saja hal ini sangat bertentangan dengan azas-azas umum pemerintahan yang baik (AUPB) karena tidak menerapkan kaedah keterbukaan, kecermatan serta kepastian hukum, “terang Adnyana. 

Kata Adnyana SK Gubernur Bali juga dinilai tidak didasarkan pada rencana zonasi wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). 

Fakta lainnya yang memperkuat masyarakat melakukan gugatan, kata Adnyana adalah pengembangan pembangunan PLTU Batu Bara Celukan Bawang

ternyata tidak masuk ke dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) nasional maupun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD). 

Dijelaskan, dalam RUPTL Nasional 2017-2026 tegas dijelaskan bahwa Provinsi Bali sebagai destinasi wisata dunia juga memiliki sumber daya energi baru yang terbarukan (EBT) yang melimpah.

Kondisi ini didukung oleh masyarakat Bali yang terbuka dan mudah untuk menerima EBT serta memulai implementasi smart grid secara bertahap. 

Belum lagi berdasar data RUPTL Nasional 2017-2026, beban puncak sistem kelistrikan Provinsi Bali tertinggi Oktober 2016 sebesar 860 MW.

Sedangkan daya pasokan dari kabel bawah laut Jawa-Bali 400 MV dan pembangkit 150 kV sebesar 998 MW. “Jadi kalau mengacu data itu jaringan listrik Jawa-Bali

sudah mengalami kelebihan kapasitas dan tidak membutuhkan lagi adanya tambahan penyediaan tenaga listrik dari pembangkit baru, “terang Adnyana.

DENPASAR – Perwakilan masyarakat Celukan Bawang Buleleng bersama Greenpeace Indonesia mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. 

Didampingi tim kuasa hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH)  Bali, I Ketut Mangku Wijana dkk mewakili masyarakat terdampak

dan organisasi lingkungan hidup (penggugat) , ini menggugat surat keputusan (SK) Gubernur Bali Nomor. 660.3/3985/IV-A/DISPMPT

tentang pemberian izin lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)  Batu Bara Celukan Bawang 2×330 MW.

“Kami mengajukan upaya hukum gugatan ini dengan beberapa alasan yang sangat mendasar, salah satunya karena SK Gubernur Bali diterbitkan

tanpa adanya pelibatan masyarakat yang akan terdampak dari proyek ini, “ujar Direktur YLBHI-LBH Dewa Putu Adnyana usai pendaftaran gugatan di PTUN, kemarin. 

Ada beberapa alasan gugatan diajukan. Selain dokumen Amdal tidak valid dan cacat hokum, produk SK yang diterbitkan gubernur mengandung kekeliruan karena tidak melibatkan masyarakat.

Ada beberapa aspek kelengkapan dokumen AMDAL yang tidak mampu dipenuhi serta gagal kegagalan AMDAL dalam melakukan evaluasi holistik terhadap dampak yang akan ditimbulkan.

“Tentu saja hal ini sangat bertentangan dengan azas-azas umum pemerintahan yang baik (AUPB) karena tidak menerapkan kaedah keterbukaan, kecermatan serta kepastian hukum, “terang Adnyana. 

Kata Adnyana SK Gubernur Bali juga dinilai tidak didasarkan pada rencana zonasi wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). 

Fakta lainnya yang memperkuat masyarakat melakukan gugatan, kata Adnyana adalah pengembangan pembangunan PLTU Batu Bara Celukan Bawang

ternyata tidak masuk ke dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) nasional maupun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD). 

Dijelaskan, dalam RUPTL Nasional 2017-2026 tegas dijelaskan bahwa Provinsi Bali sebagai destinasi wisata dunia juga memiliki sumber daya energi baru yang terbarukan (EBT) yang melimpah.

Kondisi ini didukung oleh masyarakat Bali yang terbuka dan mudah untuk menerima EBT serta memulai implementasi smart grid secara bertahap. 

Belum lagi berdasar data RUPTL Nasional 2017-2026, beban puncak sistem kelistrikan Provinsi Bali tertinggi Oktober 2016 sebesar 860 MW.

Sedangkan daya pasokan dari kabel bawah laut Jawa-Bali 400 MV dan pembangkit 150 kV sebesar 998 MW. “Jadi kalau mengacu data itu jaringan listrik Jawa-Bali

sudah mengalami kelebihan kapasitas dan tidak membutuhkan lagi adanya tambahan penyediaan tenaga listrik dari pembangkit baru, “terang Adnyana.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/