RadarBali.com – Kepala UPT Pengamanan Aset Pemprov Bali, Ketut Nayaka mengaku sudah menyurati yayasan dari Unhi terkait sewa lahan milik Pemprov Bali.
Yayasan juga sudah audiensi dari pihak yayasan dengan gubernur terkait dengan besaran sewa yang ditawarkan.
Besaran sewa yang dikenakan Rp 20 ribu per meter persegi setiap tahun atau sekitar Rp 500 juta untuk tanah seluas 2,743 hektar.
Namun dengan adanya perda tentang retribusi jasa usaha, tarif itu bisa berkurang hingga separo. Ini karena dalam Perda untuk pendidikan bernuansa keagamaan adalah Rp 10 ribu per meter persegi per tahun.
Unhi sendiri merupakan universitas Hindu satu-satunya di Bali bahkan Indonesia. “Rencana sekitar Rp 500 juta itu tinggal 50 persen atau kurang lebih Rp 274 juta per tahun,” jelasnya.
Ditambahkan Nayaka, pemprov sebetulnya telah mencoba berkoordinasi dengan BPK RI untuk mencari pola selain sewa. Misalnya dengan memakai pola hibah.
Namun, hibah sesuai ketentuan hanya bisa diberikan pada kegiatan yang bersifat sosial, keagamaan, dan pendidikan non komersial.
Itupun harus ada audit dan laporan keuangan dan akta pendirian yang memang menyatakan yayasan itu tidak nonprofit.
Di lain bagian, Wakil Rektor III Unhi, E. Dewi Yuliana menyatakan keberatan bila harus membayar sewa. Katanya, Unhi selama ini memberikan beasiswa bagi 180 orang mahasiswa setiap tahunnya.
Dalam proses pembelajaran, ada 168 dosen yang membantu. Jumlah mahasiswa 3.000 dengan iuran SPP Rp 1,2 juta. Kondisi itu menurutnya belum cukup untuk menutupi gaji dosen dan karyawan.
Dewi juga menegaskan, Yayasan Pendidikan Widya Kerthi yang mengelola Unhi bukanlah milik perorangan atau milik pribadi. Yayasan itu milik umat berada di bawah naungan PHDI.
Dengan demikian, tidak perlu ada kekhawatiran tanah Pemprov kedepan akan diperjualbelikan ataupun dialihkan.
“Kalau sekarang lagi dibebankan dengan sewa seperti ini, saya rasa merupakan beban bagi kami,” terangnya.