29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:02 AM WIB

PSBB Bukan Pilihan, Gendo: Kita Sudah PSBB, Jangan Bohongi Rakyat

DENPASAR – Dorongan masyarakat untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya pencegahan corona virus disease (Covid-19) di Bali kembali dimentahkan Pemprov Bali.

Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bali Dewa Made Indra menyebut PSBB bukanlah satu-satunnya instrumen untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Bali.

“Itu salah satu instrument saja, jika kita bisa menjalankan yang lebih efektif, alangkah baiknya,” ujar Dewa Made Indra, kemarin.

Sekda Provinsi Bali ini mengatakan, penerapan PSBB harus melalui kajian yang matang dan tidak bisa diputuskan dengan sembarangan.

“Kewenangan penetapan PSBB juga berada di pusat, setelah pemerintah daerah mengajukannya. Namun, kita harus lihat juga faktor-faktor lainnya seperti ketersediaan logistik dan tingkat penyebaran transmisi lokal,” imbuhnya.

Sementara, menurutnya, di Bali angka positif terbesar disumbangkan oleh PMI yang baru datang dari luar negeri dan sudah tertangani dengan baik.

“Jika kita bisa menekan angka transmisi lokal dengan cara sederhana seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, penerapan hidup sehat dan bersih,

maka kita bisa mencegah penularan virus ini tanpa menerapkan PSBB yang memiliki dampak social dan ekonomi yang besar,” jelasnya.

Pernyataan pejabat Pemprov Bali ini spontan dikritisi aktivis Bali Wayan Gendo Suardana. Sebagai warga Bali, Gendo  justru melihat Pemprov Bali sejatinya sudah menerapkan PSBB, dalam hal melakukan pembatasan aktivitas warganya.

Seperti halnya pembatasan belajar, bekerja, kegiatan agama, jam operasional pasar, jam malam dan sebagainya.

“Nah semua jenis pembatasan itu sudah kategori PSBB. Coba berani nggak dia (Pemprov) jawab itu bukan PSBB? Anehnya, berani mempraktekan

pembatasan berkualifikasi PSBB, kenapa nggak berani mengusulkan ke pusat agar ditetapkan resmi? Jangan bohongi rakyat dong,” ujar Gendo Suardana.

Pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini mengkritisi statemen Dewa Indra yang menyatakan pertimbangan jika PSBB adalah ketersediaan logistik dan juga trasmisi lokal.

“Berati itu kan masalahnya? Pemprov Bali enggan mengeluarkan logistik untuk biayai kebutuhan hidup masyarakat selama PSBB kan?

Kalau transmisi lokal kan sudah jelas meningkat tajam. Dia sudah akui dan itu sudah cukup dipakai alasan mengajukan usul PSBB. Jangan naif dong Pak Sekda,” kritiknya.

Gendo meminta Pemprov Bali untuk jujur saja terkait anggaran. “Ngaku aja kalau pemprov memang nggak mau ngeluarin anggaran logistik,

sebab kalau sudah PSBB ya berarti pemerintah mesti menanggung kebutuhan dasar warga sesuai pasal 4 ayat (3) PP No: 21 Tahun 2020,” imbuhnya.

Gendo juga meminta Pemprov Bali melalui Gugus Tugas untuk berhenti menyalahkan rakyat karena ketidaktanggapan pemerintah  mengelola situasi wabah ini.

“Mereka bisa menghakimi warga nggak disiplin, lho pemprov aja nggak fair kok, nggak mau ngajuin usul PSBB ke pusat tapi

menpraktekannya dan nggak mau membiayai kebutuhan dasar warga. Ini kan nggak fair. Kenapa sih nggak belajar menyalahkan diri sendiri?” ujarnya.

“Sekarang menyalahkan PMI. Lha dulu banyak keluhan. Para PMI yang awal-awal balik ke Bali malah banyak yang nggak diurus dengan protokol yang baik.

Malah nyuruh karantina mandiri. Apakah itu bukan bentuk kelalaian pemerintah? Kok pemerintah sekarang suka banget nyalahin rakyat sih?” paparnya. 

DENPASAR – Dorongan masyarakat untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya pencegahan corona virus disease (Covid-19) di Bali kembali dimentahkan Pemprov Bali.

Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Bali Dewa Made Indra menyebut PSBB bukanlah satu-satunnya instrumen untuk mencegah penyebaran Covid-19 di Bali.

“Itu salah satu instrument saja, jika kita bisa menjalankan yang lebih efektif, alangkah baiknya,” ujar Dewa Made Indra, kemarin.

Sekda Provinsi Bali ini mengatakan, penerapan PSBB harus melalui kajian yang matang dan tidak bisa diputuskan dengan sembarangan.

“Kewenangan penetapan PSBB juga berada di pusat, setelah pemerintah daerah mengajukannya. Namun, kita harus lihat juga faktor-faktor lainnya seperti ketersediaan logistik dan tingkat penyebaran transmisi lokal,” imbuhnya.

Sementara, menurutnya, di Bali angka positif terbesar disumbangkan oleh PMI yang baru datang dari luar negeri dan sudah tertangani dengan baik.

“Jika kita bisa menekan angka transmisi lokal dengan cara sederhana seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, penerapan hidup sehat dan bersih,

maka kita bisa mencegah penularan virus ini tanpa menerapkan PSBB yang memiliki dampak social dan ekonomi yang besar,” jelasnya.

Pernyataan pejabat Pemprov Bali ini spontan dikritisi aktivis Bali Wayan Gendo Suardana. Sebagai warga Bali, Gendo  justru melihat Pemprov Bali sejatinya sudah menerapkan PSBB, dalam hal melakukan pembatasan aktivitas warganya.

Seperti halnya pembatasan belajar, bekerja, kegiatan agama, jam operasional pasar, jam malam dan sebagainya.

“Nah semua jenis pembatasan itu sudah kategori PSBB. Coba berani nggak dia (Pemprov) jawab itu bukan PSBB? Anehnya, berani mempraktekan

pembatasan berkualifikasi PSBB, kenapa nggak berani mengusulkan ke pusat agar ditetapkan resmi? Jangan bohongi rakyat dong,” ujar Gendo Suardana.

Pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini mengkritisi statemen Dewa Indra yang menyatakan pertimbangan jika PSBB adalah ketersediaan logistik dan juga trasmisi lokal.

“Berati itu kan masalahnya? Pemprov Bali enggan mengeluarkan logistik untuk biayai kebutuhan hidup masyarakat selama PSBB kan?

Kalau transmisi lokal kan sudah jelas meningkat tajam. Dia sudah akui dan itu sudah cukup dipakai alasan mengajukan usul PSBB. Jangan naif dong Pak Sekda,” kritiknya.

Gendo meminta Pemprov Bali untuk jujur saja terkait anggaran. “Ngaku aja kalau pemprov memang nggak mau ngeluarin anggaran logistik,

sebab kalau sudah PSBB ya berarti pemerintah mesti menanggung kebutuhan dasar warga sesuai pasal 4 ayat (3) PP No: 21 Tahun 2020,” imbuhnya.

Gendo juga meminta Pemprov Bali melalui Gugus Tugas untuk berhenti menyalahkan rakyat karena ketidaktanggapan pemerintah  mengelola situasi wabah ini.

“Mereka bisa menghakimi warga nggak disiplin, lho pemprov aja nggak fair kok, nggak mau ngajuin usul PSBB ke pusat tapi

menpraktekannya dan nggak mau membiayai kebutuhan dasar warga. Ini kan nggak fair. Kenapa sih nggak belajar menyalahkan diri sendiri?” ujarnya.

“Sekarang menyalahkan PMI. Lha dulu banyak keluhan. Para PMI yang awal-awal balik ke Bali malah banyak yang nggak diurus dengan protokol yang baik.

Malah nyuruh karantina mandiri. Apakah itu bukan bentuk kelalaian pemerintah? Kok pemerintah sekarang suka banget nyalahin rakyat sih?” paparnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/