27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:49 AM WIB

Sempat Memanas, Konflik Warga Desa Adat Jasri & Perasi Berakhir Damai

AMLAPURA- Sempat terjadi ketegangan antara Desa Adat Jasri dan Desa Adat Perasi pada Minggu (27/2) malam, akhirnya berdamai.

 

Dari hasil mediasi di Wantilan Pemkab Karangasem pada Senin (28/2), warga dari dua desa sepakat memberikan izin untuk memasang ambu dan penjor saat melaksanakan upacara. Namun, hasil mediasi itu juga, kedua belah pihak sepakat bahwa keberadaan ambu dan penjor bukan sebagai tanda tapal batas desa. 

 

Dalam mediasi itu, dihadiri perwakilan tokoh-tokoh kedua desa adat. Baik dari Jasri maupun Perasi. Proses mediasi juga difasilitasi Wakil Bupati Karangasem, Kapolres Karangasem, Dandim 1623/Karangasem dan MDA Kabupaten Karangasem. 

 

Mediasi yang berlangsung sejak pukul 11.00 itu, sempat alot. Masing-masing warga kedua desa adat yang bersengketa itu sempat mengemukakan keberatan.

 

Desa Adat Jasri misalnya, keberatan karena ambu dan penjor untuk upacara di rusak oleh oknum yang tidak diketahui. Lokasi pemasangan penjor dan ambu oleh warga Desa Adat Jasri yang menjadi titik sengketa itu merupakan lokasi yang sejak dulu sudah dilakukan oleh leluhur mereka. Dan tidak pernah ada masalah. 

 

Sementara itu, dari pihak Desa Adat Perasi keberatan karena bagi mereka ambu dan penjor seolah merupakan tapal batas sehingga memicu konflik yang sempat memanas antar keduanya.

 

Alotnya mediasi yang berlangsung Senin kemarin itu akhirnya mencair. Ketika kedua desa adat ini mengemukakan masing-masing masukan dan memunculkan kata sepakat yang tertuang dalam berita acara kesepakatan bersama. Setidaknya ada delapan poin yang disepakati.

 

Beberapa di antaranya, seperti pemasangan penjor dan ambu bukan tanda tapal batas. Pemasangan penjor dan ambu dalam kaitan upacara agama di desa adat.

 

Selanjutnya Desa Adat Perasi dan Desa Adat Jasri tidak menugaskan pecalang di lokasi wilayah yang disengketakan secara sepihak. Kesepakatan selanjutnya yakni lokasi kesepakatan pemasangan penjor dan ambu bukan merupakan tapal batas sebagai berikut : Desa Adat Jasri dapat memasang Penjor dan Ambu di Rurung Jasri / Jelinjingan Sanjadan, Desa Adat Perasi dapat memasang Penjor dan Ambu di Batas Timur Rurung Sri. Dan Menyangkut tapal batas wilayah desa adat, kedua belah pihak sepakat mengikuti proses dan Keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem.

 

Terkait hal ini, Kapolres Karangasem AKBP Ricko Andillah Andang Taruna ditemui awak media usai acara mediasi mengungkapkan, keduanya sudah sepakat untuk mematuhi hasil mediasi. Apabila nanti ada pelanggaran, tentunya pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan Pemkab Karangasem, lapisan bendesa adat. “Mediasi ini untuk hal yang lebih positif. Kedua desa adat diharapkan mematuhi aturan yang telah disepakati,” kata Ricko.

 

Dia berharap, ke depan tidak ada lagi masalah yang timbul seperti yang terjadi pada Minggu malam lalu. Pihaknya berharap, momentum perayaan Nyepi bisa menyatukan keduanya. “Kesepakatan ini wajib ditaati,” tegasnya.

 

Diakui, titik permasalahan yang muncul akibat kesalahpahaman antar keduanya yang sudah berlangsung cukup lama. Kondisi yang sama juga sempat terjadi pada 2020 lalu. Dan berakhir dengan beberapa kesepakatan. “Tapi kembali terjadi. Makanya dari ini kami berharap tidak ada lagi hal semacam ini. Soal sengketa tapal batas saat ini masih berproses di MDA Kabupaten. Kita berharap enam bulan atau kurang dari itu bisa selesai,” tandasnya.

 

Sementara itu, Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa menambahkan bahwa kedua desa adat ini sudah sama-sama saling memahami sehingga muncul kesepakatan yang menggembirakan. “Keduanya sepakat pemasangan ambu dan penjor merupakan bagian dari upacara,” kata Arta Dipa.

 

Dia berharap, titik temu dari mediasi ini bisa menjadi contoh penyelesaian sengketa yang juga ada di beberapa desa adat lainnya untuk mengemukakan cara-cara yang baik. Yakni lewat jalur mediasi. “Walaupun sedikit alot, pada akhirnya keputusan ini final. Kita semua berharap tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan. Soal tapal batas ini memang rawan tapi kan sekarang semua bisa dibicarakan,” ucapnya.

 

Mantan Ketua MDA Kabupaten Karangasem ini berharap, penyelesaian sengketa tapal batas yang saat ini sedang berproses di MDA Kabupaten segera selesai. “Keputusan majelis itu akan berpihak kepada dua belah pihak beda dengan hal keputusan lain. Mudahan ini membuat masyarakat kita kondusif,” tukasnya.

AMLAPURA- Sempat terjadi ketegangan antara Desa Adat Jasri dan Desa Adat Perasi pada Minggu (27/2) malam, akhirnya berdamai.

 

Dari hasil mediasi di Wantilan Pemkab Karangasem pada Senin (28/2), warga dari dua desa sepakat memberikan izin untuk memasang ambu dan penjor saat melaksanakan upacara. Namun, hasil mediasi itu juga, kedua belah pihak sepakat bahwa keberadaan ambu dan penjor bukan sebagai tanda tapal batas desa. 

 

Dalam mediasi itu, dihadiri perwakilan tokoh-tokoh kedua desa adat. Baik dari Jasri maupun Perasi. Proses mediasi juga difasilitasi Wakil Bupati Karangasem, Kapolres Karangasem, Dandim 1623/Karangasem dan MDA Kabupaten Karangasem. 

 

Mediasi yang berlangsung sejak pukul 11.00 itu, sempat alot. Masing-masing warga kedua desa adat yang bersengketa itu sempat mengemukakan keberatan.

 

Desa Adat Jasri misalnya, keberatan karena ambu dan penjor untuk upacara di rusak oleh oknum yang tidak diketahui. Lokasi pemasangan penjor dan ambu oleh warga Desa Adat Jasri yang menjadi titik sengketa itu merupakan lokasi yang sejak dulu sudah dilakukan oleh leluhur mereka. Dan tidak pernah ada masalah. 

 

Sementara itu, dari pihak Desa Adat Perasi keberatan karena bagi mereka ambu dan penjor seolah merupakan tapal batas sehingga memicu konflik yang sempat memanas antar keduanya.

 

Alotnya mediasi yang berlangsung Senin kemarin itu akhirnya mencair. Ketika kedua desa adat ini mengemukakan masing-masing masukan dan memunculkan kata sepakat yang tertuang dalam berita acara kesepakatan bersama. Setidaknya ada delapan poin yang disepakati.

 

Beberapa di antaranya, seperti pemasangan penjor dan ambu bukan tanda tapal batas. Pemasangan penjor dan ambu dalam kaitan upacara agama di desa adat.

 

Selanjutnya Desa Adat Perasi dan Desa Adat Jasri tidak menugaskan pecalang di lokasi wilayah yang disengketakan secara sepihak. Kesepakatan selanjutnya yakni lokasi kesepakatan pemasangan penjor dan ambu bukan merupakan tapal batas sebagai berikut : Desa Adat Jasri dapat memasang Penjor dan Ambu di Rurung Jasri / Jelinjingan Sanjadan, Desa Adat Perasi dapat memasang Penjor dan Ambu di Batas Timur Rurung Sri. Dan Menyangkut tapal batas wilayah desa adat, kedua belah pihak sepakat mengikuti proses dan Keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem.

 

Terkait hal ini, Kapolres Karangasem AKBP Ricko Andillah Andang Taruna ditemui awak media usai acara mediasi mengungkapkan, keduanya sudah sepakat untuk mematuhi hasil mediasi. Apabila nanti ada pelanggaran, tentunya pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan Pemkab Karangasem, lapisan bendesa adat. “Mediasi ini untuk hal yang lebih positif. Kedua desa adat diharapkan mematuhi aturan yang telah disepakati,” kata Ricko.

 

Dia berharap, ke depan tidak ada lagi masalah yang timbul seperti yang terjadi pada Minggu malam lalu. Pihaknya berharap, momentum perayaan Nyepi bisa menyatukan keduanya. “Kesepakatan ini wajib ditaati,” tegasnya.

 

Diakui, titik permasalahan yang muncul akibat kesalahpahaman antar keduanya yang sudah berlangsung cukup lama. Kondisi yang sama juga sempat terjadi pada 2020 lalu. Dan berakhir dengan beberapa kesepakatan. “Tapi kembali terjadi. Makanya dari ini kami berharap tidak ada lagi hal semacam ini. Soal sengketa tapal batas saat ini masih berproses di MDA Kabupaten. Kita berharap enam bulan atau kurang dari itu bisa selesai,” tandasnya.

 

Sementara itu, Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa menambahkan bahwa kedua desa adat ini sudah sama-sama saling memahami sehingga muncul kesepakatan yang menggembirakan. “Keduanya sepakat pemasangan ambu dan penjor merupakan bagian dari upacara,” kata Arta Dipa.

 

Dia berharap, titik temu dari mediasi ini bisa menjadi contoh penyelesaian sengketa yang juga ada di beberapa desa adat lainnya untuk mengemukakan cara-cara yang baik. Yakni lewat jalur mediasi. “Walaupun sedikit alot, pada akhirnya keputusan ini final. Kita semua berharap tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan. Soal tapal batas ini memang rawan tapi kan sekarang semua bisa dibicarakan,” ucapnya.

 

Mantan Ketua MDA Kabupaten Karangasem ini berharap, penyelesaian sengketa tapal batas yang saat ini sedang berproses di MDA Kabupaten segera selesai. “Keputusan majelis itu akan berpihak kepada dua belah pihak beda dengan hal keputusan lain. Mudahan ini membuat masyarakat kita kondusif,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/