25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 6:34 AM WIB

Peternak Babi di Tabanan Resah, Tuding Ada Perusahaan Besar Bermain Harga

 

TABANAN – Sejumlah peternak babi di kabupaten Tabanan mulai resah karena harga  babi turun drastis. Peternak mulai kebingungan. Pasalnya di tengah kondisi persediaan babi Bali yang menipis, harga babi justru terus menurun. Selain itu harga babi yang alami penurunan sangat merugikan para peternak, karena tidak dapat menutupi biaya operasional.

 

Disisi lainnya sebenarnya keran pengiriman babi dari Bali ke luar pulau Bali, sudah dibuka lagi sesuai pernyataan Kadis Peternakan provinsi Bali. Meski sebelumnya sempat terjadi pembatasan akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak sapi di pulau Jawa.

 

Soal terjadi penurunan harga babi ditingkat peternak tidak dipungkiri oleh Ketua Koordinator Perkumpulan Peternak Hewan Monogastrik Indonesia (PHMI)

Kabupaten Tabanan, I Made Sukariyono alias Deyon yang juga peternak babi mandiri.

 

Harga ternak babi saat ini mengalami penurunan drastis. Babi yang biasanya dijual seharga Rp 45 ribu (harga lokal Bali) per kilogram hidup, saat ini hanya bisa terjual Rp 41 ribu bahkan bisa sampai dijual Rp 38 ribu.

 

Dan untuk harga babi kiriman dijual ke Jakarta seharusnya kisaran Rp 55 ribu, namun saat ini hanya menyentuh Rp 51 ribu.

 

Kondisi ini membuat peternak resah dan kelimpungan, karena tidak sesuai  dengan pengeluaran biaya operasional dan kos pengiriman juga dengan biaya pakan peternak harga babi sekarang.

 

“Kami melihat di sini ada oknum pembeli yang bermain yang ingin merusak peternak lokal mandiri. Dan juga perusahaan besar yang bermain. Kemudian dijual dengan harga yang sangat murah. Ini membuat rugi. Kami berharap ada tindakan dari aparatur hukum dan pemerintah,” terangnya, Rabu (16/6).

 

Deyon menegaskan pihaknya di organisasi PHMI sejatinya ingin melindungi peternak babi lokal. Karena pihaknya memiliki moto “Peternak Hebat Menolak Punah”, yang menjaga stabilnya harga babi tidak jatuh.

 

Jika melihat kondisi yang ada sebenarnya harga babi stabil saat ini, mengingat kebutuhan babi luar Bali besar dan populasi babi yang kecil. Ini terjadi karena banyak faktor populasi babi Bali yang menipis, mulai dari kasus ASF. Kemudian saat ini, babi Bali masih belum pulih. Ditambah kasus PMK yang dimana pembatasan hingga distop lalu lintas menyebrang hewan dari Gilimanuk menuju Ketapang.

 

Apalagi suplai babi menuju Jakarta hanya mengandalkan suplai dari wilayah Bali mencapai 80 hingga 90 persen.

 

“Seharusnya saat ini kita dapat memberikan harga cukup bagus. Bukan lagi Rp 45 ribu. Tapi Rp 50 ribu per kilogram hidup. Karena apa? Semua pasokan babi terutama di Jakarta hanya dari Bali. Tidak ada dari tempat lain (daerah lain gagal panen),” jelasnya.

 

Menurut Deyon, hal inilah yang kemudian membuat pihaknya menuding ada permainan oknum yang membeli dan menjual harga jauh dari standar (mempermainkan harga). Kenapa harga turun saat ini. Padahal populasi belum pulih, seharusnya dengan kondisi saat ini harga naik. Tapi yang terjadi sebaliknya.

 

“Permainan ini ada oknum pembeli, kami minta ini ditindak tegas. Terutama perusahaan besar yang mengambil pasar peternak babi lokal mandiri ,” tegasnya.

 

Terkait pemeliharaan babi, sambungnya, itu beresiko tinggi. Pertama babi merupakan ternak yang rentan dengan kematian. Karena dari biaya pakan yang saat ini naik, dan juga biosecurity babi harusnya dihargai dengan cukup baik.

 

Sehingga peternak paling tidak mendapatkan keuntungan, bukan malah merugi. Saat ini dirinya sebagai pemilik DBC Farm Sanggulan dan Peternak Babi di Perumnas Sanggulan, Kediri memiliki ternak indukan babi sekitar 20 ekor dan penggemukan 75 ekor.

 

“Semua yang saya sampaikan ini karena sangat merugikan untuk peternak mandiri karena harga turun. Sedangkan peternak membutuhkan untuk biaya bio sekurity dan pakan,” ungkapnya.

 

Deyon menambahkan adanya  kejadian ini, pihaknya dan seluruh peternak tidak akan melakukan pengiriman babi.

 

Hal ini dikarenakan ketidakstabilan harga di Jakarta untuk pengiriman Babi Bali. Pendek kata, pengepul dan pengirim babi dari Bali akan mogok mengirim babi ke Jakarta mulai dari hari Senin pekan depan hingga dua pekan.

 

“Kami tidak akan mengirim sampai benar-benar Jakarta kehabisan stok babi. Karena kami berharap harga stabil dan pantas untuk dijual ke pasar,” tandasnya. (uli)

 

 

TABANAN – Sejumlah peternak babi di kabupaten Tabanan mulai resah karena harga  babi turun drastis. Peternak mulai kebingungan. Pasalnya di tengah kondisi persediaan babi Bali yang menipis, harga babi justru terus menurun. Selain itu harga babi yang alami penurunan sangat merugikan para peternak, karena tidak dapat menutupi biaya operasional.

 

Disisi lainnya sebenarnya keran pengiriman babi dari Bali ke luar pulau Bali, sudah dibuka lagi sesuai pernyataan Kadis Peternakan provinsi Bali. Meski sebelumnya sempat terjadi pembatasan akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak sapi di pulau Jawa.

 

Soal terjadi penurunan harga babi ditingkat peternak tidak dipungkiri oleh Ketua Koordinator Perkumpulan Peternak Hewan Monogastrik Indonesia (PHMI)

Kabupaten Tabanan, I Made Sukariyono alias Deyon yang juga peternak babi mandiri.

 

Harga ternak babi saat ini mengalami penurunan drastis. Babi yang biasanya dijual seharga Rp 45 ribu (harga lokal Bali) per kilogram hidup, saat ini hanya bisa terjual Rp 41 ribu bahkan bisa sampai dijual Rp 38 ribu.

 

Dan untuk harga babi kiriman dijual ke Jakarta seharusnya kisaran Rp 55 ribu, namun saat ini hanya menyentuh Rp 51 ribu.

 

Kondisi ini membuat peternak resah dan kelimpungan, karena tidak sesuai  dengan pengeluaran biaya operasional dan kos pengiriman juga dengan biaya pakan peternak harga babi sekarang.

 

“Kami melihat di sini ada oknum pembeli yang bermain yang ingin merusak peternak lokal mandiri. Dan juga perusahaan besar yang bermain. Kemudian dijual dengan harga yang sangat murah. Ini membuat rugi. Kami berharap ada tindakan dari aparatur hukum dan pemerintah,” terangnya, Rabu (16/6).

 

Deyon menegaskan pihaknya di organisasi PHMI sejatinya ingin melindungi peternak babi lokal. Karena pihaknya memiliki moto “Peternak Hebat Menolak Punah”, yang menjaga stabilnya harga babi tidak jatuh.

 

Jika melihat kondisi yang ada sebenarnya harga babi stabil saat ini, mengingat kebutuhan babi luar Bali besar dan populasi babi yang kecil. Ini terjadi karena banyak faktor populasi babi Bali yang menipis, mulai dari kasus ASF. Kemudian saat ini, babi Bali masih belum pulih. Ditambah kasus PMK yang dimana pembatasan hingga distop lalu lintas menyebrang hewan dari Gilimanuk menuju Ketapang.

 

Apalagi suplai babi menuju Jakarta hanya mengandalkan suplai dari wilayah Bali mencapai 80 hingga 90 persen.

 

“Seharusnya saat ini kita dapat memberikan harga cukup bagus. Bukan lagi Rp 45 ribu. Tapi Rp 50 ribu per kilogram hidup. Karena apa? Semua pasokan babi terutama di Jakarta hanya dari Bali. Tidak ada dari tempat lain (daerah lain gagal panen),” jelasnya.

 

Menurut Deyon, hal inilah yang kemudian membuat pihaknya menuding ada permainan oknum yang membeli dan menjual harga jauh dari standar (mempermainkan harga). Kenapa harga turun saat ini. Padahal populasi belum pulih, seharusnya dengan kondisi saat ini harga naik. Tapi yang terjadi sebaliknya.

 

“Permainan ini ada oknum pembeli, kami minta ini ditindak tegas. Terutama perusahaan besar yang mengambil pasar peternak babi lokal mandiri ,” tegasnya.

 

Terkait pemeliharaan babi, sambungnya, itu beresiko tinggi. Pertama babi merupakan ternak yang rentan dengan kematian. Karena dari biaya pakan yang saat ini naik, dan juga biosecurity babi harusnya dihargai dengan cukup baik.

 

Sehingga peternak paling tidak mendapatkan keuntungan, bukan malah merugi. Saat ini dirinya sebagai pemilik DBC Farm Sanggulan dan Peternak Babi di Perumnas Sanggulan, Kediri memiliki ternak indukan babi sekitar 20 ekor dan penggemukan 75 ekor.

 

“Semua yang saya sampaikan ini karena sangat merugikan untuk peternak mandiri karena harga turun. Sedangkan peternak membutuhkan untuk biaya bio sekurity dan pakan,” ungkapnya.

 

Deyon menambahkan adanya  kejadian ini, pihaknya dan seluruh peternak tidak akan melakukan pengiriman babi.

 

Hal ini dikarenakan ketidakstabilan harga di Jakarta untuk pengiriman Babi Bali. Pendek kata, pengepul dan pengirim babi dari Bali akan mogok mengirim babi ke Jakarta mulai dari hari Senin pekan depan hingga dua pekan.

 

“Kami tidak akan mengirim sampai benar-benar Jakarta kehabisan stok babi. Karena kami berharap harga stabil dan pantas untuk dijual ke pasar,” tandasnya. (uli)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/