28.2 C
Jakarta
21 November 2024, 20:40 PM WIB

Pemilik Lahan Tutup Sekolah karena Tidak Ada Kejelasan dari Tahun 2016

PENUTUPAN Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Buahan, Desa Buahan Kaja, Kecamatan Payangan oleh anak mendiang I Wayan Cana, Nyoman Budarsa sempat membuat siswa, orang tua dan guru kaget.

 

Kepala SDN 1 Buahan, Ni Nengah Astiti, menyatakan anak-anak kaget melihat sekolah mereka ditutup. “Lihat sekolah tersegel, terus ada polisi. Tahu sendiri lah psikologi anak-anak,” ujarnya.

 

Sementara itu, pemilik tanah pun langsung diajak mediasi di Ruang Perbekel, Kantor Desa Buahan Kaja. Hadir Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Gianyar, Gusti Ngurah Swastika dan Kepala Dinas Pendidikan Gianyar, Made Suradnya.

 

Sembari membawa pipil atas nama I Wayan Cana dan bukti pembayaran pajak (SPPT), pemilik lahan, Nyoman Budarsa mengaku tanah di atas bangunan sekolah tersebut merupakan milik orang tuanya.

 

“Sertifikatnya ini atas nama I Cana, ayah kami,” ujarnya usai mediasi, Senin (25/4).

 

Budarsa mengaku spanduk itu dipasang sebagai luapan emosional keluarganya. “Ya begitulah. Ini sejak 2016 kami urus belum juga selesai,” kata Nyoman Budarsa.

 

Dia berharap, tanah SDN seluas 30 are itu bisa dicarikan pengganti. Ada dua opsi tanah pengganti yang merupakan lahan pemerintah. Yakni, di wilayah Tengipis dan Selat Desa Buahan. “Yang mana saja kami bersedia. Yang penting diganti,” ujarnya.

 

Budarsa mengaku tidak tahu kenapa tanah orang tuanya bisa dibangun sekolah tanpa ganti rugi. “Ini sudah sejak tahun 1949 sekolah ini, kami belum dapat ganti. Saya tidak tahu kenapa tanah itu bisa jadi sekolah, sementara pipil masih atas nama orang tua dan saya terus bayar pajak,” jelasnya.

 

Ketika mendapat tanah pengganti, dia tidak tahu akan digunakan untuk apa tanah itu nantinya. “Tergantung peruntukkan tanahnya. Kalau sawah, saya tanami padi, kalau tegalan, saya buat kebun,” terangnya.

 

Mengenai penutupan sekolah, Budarsa mengakui bahwa anak dan cucunya juga sekolah di SDN 1 Buahan. “Ya mau bagaimana lagi,” ujarnya sambil tertawa.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Perkim, Gusti Ngurah Swastika menyatakan mediasi untuk memastikan supaya ke depan tidak ada lagi penutupan sekolah. “Sekarang ada kesepakatan, ke depan gak ada penutupan lagi. Ini miss komunikasi,” tegasnya.

 

Mengenai ganti tanah, pemerintah telah bersurat pada 4 April lalu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengukur tanah. “Kami sudah berproses. Cuma bapak gak tahu, karena berproses,” ujarnya.

 

Mengenai luas tanah, akan melihat hasil pengukuran BPN. “Sekarang tergantung bapak apakah mau di Tengipis atau di Selat,” jelasnya.

 

Swastika tidak memungkiri, sejumlah sekolah belum memiliki kejelasan sertifikat. “Tidak kami pungkiri, beberapa sekolah seperti ini. Permasalahannya penukar belum jelas,” ujarnya.

 

Sementara itu, Anggota DPRD Gianyar, Nyoman Kandel berterima kasih atas mediasi dari instansi terkait. “Mudah-mudahan ini jadi contoh bagi penyelesaian permasalahan di tempat lain. Ini permasalahan klasik. Namun harus diselesaikan. Kalau tidak, akan jadi bom waktu,” ujar politikus asal Desa Buahan, Kecamatan Payangan itu.

 

Dia meminta masyarakat harus sabar, sebab penyelesaian ada proses yang membutuhkan waktu. “Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada regulasi yang tidak boleh dilangkahi. Kami pahami masyarakat kurang sabar,” tukasnya.

PENUTUPAN Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Buahan, Desa Buahan Kaja, Kecamatan Payangan oleh anak mendiang I Wayan Cana, Nyoman Budarsa sempat membuat siswa, orang tua dan guru kaget.

 

Kepala SDN 1 Buahan, Ni Nengah Astiti, menyatakan anak-anak kaget melihat sekolah mereka ditutup. “Lihat sekolah tersegel, terus ada polisi. Tahu sendiri lah psikologi anak-anak,” ujarnya.

 

Sementara itu, pemilik tanah pun langsung diajak mediasi di Ruang Perbekel, Kantor Desa Buahan Kaja. Hadir Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Gianyar, Gusti Ngurah Swastika dan Kepala Dinas Pendidikan Gianyar, Made Suradnya.

 

Sembari membawa pipil atas nama I Wayan Cana dan bukti pembayaran pajak (SPPT), pemilik lahan, Nyoman Budarsa mengaku tanah di atas bangunan sekolah tersebut merupakan milik orang tuanya.

 

“Sertifikatnya ini atas nama I Cana, ayah kami,” ujarnya usai mediasi, Senin (25/4).

 

Budarsa mengaku spanduk itu dipasang sebagai luapan emosional keluarganya. “Ya begitulah. Ini sejak 2016 kami urus belum juga selesai,” kata Nyoman Budarsa.

 

Dia berharap, tanah SDN seluas 30 are itu bisa dicarikan pengganti. Ada dua opsi tanah pengganti yang merupakan lahan pemerintah. Yakni, di wilayah Tengipis dan Selat Desa Buahan. “Yang mana saja kami bersedia. Yang penting diganti,” ujarnya.

 

Budarsa mengaku tidak tahu kenapa tanah orang tuanya bisa dibangun sekolah tanpa ganti rugi. “Ini sudah sejak tahun 1949 sekolah ini, kami belum dapat ganti. Saya tidak tahu kenapa tanah itu bisa jadi sekolah, sementara pipil masih atas nama orang tua dan saya terus bayar pajak,” jelasnya.

 

Ketika mendapat tanah pengganti, dia tidak tahu akan digunakan untuk apa tanah itu nantinya. “Tergantung peruntukkan tanahnya. Kalau sawah, saya tanami padi, kalau tegalan, saya buat kebun,” terangnya.

 

Mengenai penutupan sekolah, Budarsa mengakui bahwa anak dan cucunya juga sekolah di SDN 1 Buahan. “Ya mau bagaimana lagi,” ujarnya sambil tertawa.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Perkim, Gusti Ngurah Swastika menyatakan mediasi untuk memastikan supaya ke depan tidak ada lagi penutupan sekolah. “Sekarang ada kesepakatan, ke depan gak ada penutupan lagi. Ini miss komunikasi,” tegasnya.

 

Mengenai ganti tanah, pemerintah telah bersurat pada 4 April lalu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengukur tanah. “Kami sudah berproses. Cuma bapak gak tahu, karena berproses,” ujarnya.

 

Mengenai luas tanah, akan melihat hasil pengukuran BPN. “Sekarang tergantung bapak apakah mau di Tengipis atau di Selat,” jelasnya.

 

Swastika tidak memungkiri, sejumlah sekolah belum memiliki kejelasan sertifikat. “Tidak kami pungkiri, beberapa sekolah seperti ini. Permasalahannya penukar belum jelas,” ujarnya.

 

Sementara itu, Anggota DPRD Gianyar, Nyoman Kandel berterima kasih atas mediasi dari instansi terkait. “Mudah-mudahan ini jadi contoh bagi penyelesaian permasalahan di tempat lain. Ini permasalahan klasik. Namun harus diselesaikan. Kalau tidak, akan jadi bom waktu,” ujar politikus asal Desa Buahan, Kecamatan Payangan itu.

 

Dia meminta masyarakat harus sabar, sebab penyelesaian ada proses yang membutuhkan waktu. “Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada regulasi yang tidak boleh dilangkahi. Kami pahami masyarakat kurang sabar,” tukasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/