SINGARAJA– Dokumen perencanaan pembangunan daerah di Kabupaten Buleleng ternyata berubah. Perubahan itu dilakukan karena tahun ini merupakan masa transisi pemerintahan. Pasangan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dan Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra, akan mengakhiri masa jabatan mereka pada 27 Agustus mendatang.
Dengan berakhirnya masa jabatan keduanya, praktis akan terjadi kekosongan pejabat politik di Buleleng. Sebab pemilihan kepala daerah baru akan dilaksanakan pada November 2024 mendatang. Selama 2 tahun lebih, posisi pucuk pemerintahan akan diisi seorang penjabat bupati.
Seturut dengan berakhirnya masa jabatan Agus Suradnyana-Nyoman Sutjidra, dokumen perencanaan daerah berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 juga berakhir. Dokumen itu menjadi acuan perencanaan pembangunan daerah.
Mengantisipasi kekosongan dokumen perencanaan, pemerintah akhirnya merumuskan dokumen perencanaan pengganti. Dokumen itu berupa Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026. Dokumen itu akan menjadi acuan dalam proses perencanaan pembangunan.
Dalam dokumen itu, rencana pembangunan di Buleleng akan menitikberatkan pemulihan ekonomi pasca-pandemi covid-19. Salah satu sektor yang mendapat perhatian besar adalah pertanian, UMKM, dan pariwisata. Ketiga sektor itu diproyeksikan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Buleleng selama 4 tahun mendatang.
Sekkab Buleleng Gede Suyasa mengatakan, seluruh proses perencanaan pembangunan di Buleleng kini mengacu pada RPD 2023-2026. “RPD ini menggantikan RPJMD. Karena masa transisi, jadi tidak disebut sebagai RPJMD. Sudah ditetapkan dalam bentuk peraturan kepala daerah,” kata Suyasa.
Ia menyatakan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib menjadikan dokumen RPD sebagai acuan pembangunan. Setiap SKPD juga diminta menyesuaikan Rencana Strategis (Renstra) SKPD. Renstra itu akan berlaku hingga tahun 2026 mendatang.
Menurut Suyasa, dokumen RPD dan renstra sengaja disiapkan hingga tahun 2026. Sebab masa transisi akan cukup panjang. Menurutnya masa transisi tak boleh memengaruhi roda pemerintahan maupun proses pembangunan.
“Nanti setelah ada bupati terpilih, silahkan menetapkan kebijakan. Apakah mau menyesuaikan RPD yang sudah ada atau mau melakukan revisi dengan menyusun RPJMD yang baru. Itu bupati terpilih nanti yang punya kewenangan,” demikian Suyasa. (eps)