SINGARAJA– Orang tua dihimbau memberi perhatian yang lebih baik pada anaknya. Hal itu perlu dilakukan untuk mencegah bunuh diri pada usia remaja, maupun bunuh diri pada usia muda. Hal itu diungkapkan Ni Made Ayunda Darma Tirsani, psikolog pada RSUD Buleleng.
Tirsa menuturkan saat ini cukup banyak remaja maupun warga usia dewasa awal yang melakukan konsultasi ke psikolog. Keluhan yang muncul yakni mereka merasa tertekan dengan kondisi di rumah. “Kecenderungannya mereka merasa tidak dianggap. Merasa tidak penting dan tidak mampu. Kondisi ini harus diperhatikan oleh keluarga,” katanya.
Dalam kondisi tertentu, seorang anak yang tertekan bisa melakukan upaya menyakiti diri sendiri alias self harm. Upaya itu bisa dilakukan dengan menggunting rambut mereka hingga acak-acakan, sementara dalam kondisi ekstrem bisa menyakiti diri sendiri dengan benda tajam.
Tirsa menjelaskan usia yang paling rentan terjadi bunuh diri adalah usia 20-25 tahun. Usia itu merupakan fase peralihan dari remaja menuju dewasa awal. Pada usia-usia itu, seseorang kerap merasa tanpa harapan atau hopeless.
“Biasanya itu terjadi karena saat peralihan dan anak ke remaja merasa tidak diperhatikan. Kemudian kondisi itu berlanjut di keluarga saat dari usia remaja menuju dewasa awal. Akhirnya di usia segitu, dia merasa hopeless. Tapi tidak menutup kemungkinan juga, fase seperti itu muncul pada usia-usia yang lebih dewasa,” ujar Tirsa.
Lalu bagaimana cara pencegahannya? Menurut Tirsa hal yang harus ditanamkan bahwa orang itu tidak sendiri. Ia harus diajak bicara dan didengar keluhannya. Orang tersebut juga harus diberi pemahaman untuk mencari jalan keluar yang lebih objektif.
“Keluarga dan orang-orang terdekat perlu memberi dukungan. Ajak orang yang mau bunuh diri ini berpikir lebih objektif. Bantu mereka mencari jalan keluar yang lebih nyaman dan baik. Intinya buat mereka nyaman bercerita. Tapi kalau sudah masuk fase depresi, memang lebih baik diajak terapi,” kata Tirsa. (eps)