27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:49 AM WIB

Warga Tak Melapor, Banyak yang Meninggal tapi Tercatat Masih Hidup

SINGARAJA– Target penerbitan akta kematian di Kabupaten Buleleng masih rendah. Hal itu terjadi gegara masyarakat tidak melaporkan secara aktif proses penerbitan akta tersebut. Dampaknya banyak masyarakat yang sudah meninggal, namun di dalam database kependudukan masih tercatat dalam kondisi hidup.

Meski terkesan sepele, hal itu rupanya berdampak sistemik. Dalam hal pelayanan kesehatan misalnya. Pemerintah wajib membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) warga tersebut, hingga akta kematiannya terbit. Hal itu memicu penyaluran bantuan JKN yang tidak tepat sasaran.

Hal serupa juga terjadi dalam data pemilih. Warga yang sudah meninggal, akan tetap muncul dalam daftar pemilih, selama akta kematian belum terbit. Tak heran setiap ajang pemilihan, data pemilih selalu jadi sorotan.

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Buleleng Made Juartawan mengatakan, dari sekian banyak akta yang diterbitkan pemerintah, akta kematian yang paling sedikit. Jumlahnya tak lebih dari 50 ribu lembar akta dalam setahun. Sementara akta perkawinan dan akta kelahiran, jumlahnya lebih dari 100 ribu lembar setahun.

Menurut Juartawan, pihaknya tak bisa melakukan langkah pro aktif dalam menerbitkan akta kematian. Sebab ada beberapa dokumen administrasi yang harus dijadikan dasar penerbitan. Di antaranya permohonan langsung dari ahli waris dan keluarga, serta surat keterangan dari perbekel/lurah.

“Kami tidak bisa pro aktif menerbitkan akta kematian. Kalau tanpa permohonan atau surat keterangan, kami tidak akan menerbitkan. Jangan sampai malah orang masih hidup, kami beri akta kematian. Dampaknya nanti data kependudukannya langsung non aktif,” jelas Juartawan.

Lebih lanjut Juartawan mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk meningkatkan penerbitan akta kematian. Di antaranya bekerjasama dengan desa adat di Buleleng. Desa adat dinilai punya peran penting. Sebab dalam upacara kematian, umat selalu melapor ke desa adat melalui kelian banjar adat masing-masing.

Selain itu Disdukcapil juga meminta desa/kelurahan membuat buku register kematian. Buku mencatat warga-warga di desa yang meninggal dunia. Selanjutnya data itu dilaporkan setiap bulan kepada Disdukcapil.

“Nanti perbekel atau lurah menerbitkan surat keterangan secara kolektif. Dengan dasar surat keterangan itu, kami bisa menerbitkan akta kematian pada warga yang bersangkutan. Kalau sudah terbit akta kematiannya, otomatis data kependudukannya jadi non aktif,” jelas Juartawan. (eps)

SINGARAJA– Target penerbitan akta kematian di Kabupaten Buleleng masih rendah. Hal itu terjadi gegara masyarakat tidak melaporkan secara aktif proses penerbitan akta tersebut. Dampaknya banyak masyarakat yang sudah meninggal, namun di dalam database kependudukan masih tercatat dalam kondisi hidup.

Meski terkesan sepele, hal itu rupanya berdampak sistemik. Dalam hal pelayanan kesehatan misalnya. Pemerintah wajib membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) warga tersebut, hingga akta kematiannya terbit. Hal itu memicu penyaluran bantuan JKN yang tidak tepat sasaran.

Hal serupa juga terjadi dalam data pemilih. Warga yang sudah meninggal, akan tetap muncul dalam daftar pemilih, selama akta kematian belum terbit. Tak heran setiap ajang pemilihan, data pemilih selalu jadi sorotan.

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Buleleng Made Juartawan mengatakan, dari sekian banyak akta yang diterbitkan pemerintah, akta kematian yang paling sedikit. Jumlahnya tak lebih dari 50 ribu lembar akta dalam setahun. Sementara akta perkawinan dan akta kelahiran, jumlahnya lebih dari 100 ribu lembar setahun.

Menurut Juartawan, pihaknya tak bisa melakukan langkah pro aktif dalam menerbitkan akta kematian. Sebab ada beberapa dokumen administrasi yang harus dijadikan dasar penerbitan. Di antaranya permohonan langsung dari ahli waris dan keluarga, serta surat keterangan dari perbekel/lurah.

“Kami tidak bisa pro aktif menerbitkan akta kematian. Kalau tanpa permohonan atau surat keterangan, kami tidak akan menerbitkan. Jangan sampai malah orang masih hidup, kami beri akta kematian. Dampaknya nanti data kependudukannya langsung non aktif,” jelas Juartawan.

Lebih lanjut Juartawan mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk meningkatkan penerbitan akta kematian. Di antaranya bekerjasama dengan desa adat di Buleleng. Desa adat dinilai punya peran penting. Sebab dalam upacara kematian, umat selalu melapor ke desa adat melalui kelian banjar adat masing-masing.

Selain itu Disdukcapil juga meminta desa/kelurahan membuat buku register kematian. Buku mencatat warga-warga di desa yang meninggal dunia. Selanjutnya data itu dilaporkan setiap bulan kepada Disdukcapil.

“Nanti perbekel atau lurah menerbitkan surat keterangan secara kolektif. Dengan dasar surat keterangan itu, kami bisa menerbitkan akta kematian pada warga yang bersangkutan. Kalau sudah terbit akta kematiannya, otomatis data kependudukannya jadi non aktif,” jelas Juartawan. (eps)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/