SINGARAJA– Penanganan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak di Kabupaten Buleleng mendapat sorotan dari pemerintah pusat. Penyebabnya, kini hanya di Kabupaten Buleleng saja tersisa hewan-hewan ternak yang terjangkit PMK. Sementara di kabupaten lainnya, telah dilakukan pemotongan bersyarat.
Hal itu dikhawatirkan memengaruhi kepercayaan publik internasional terhadap Bali. Apalagi dalam waktu dekat Bali akan menjadi tuan rumah Konferensi G-20. Selain itu pemerintah Australia juga telah menerbitkan instruksi khusus bagi warga negaranya yang liburan ke Bali. Hal-hal semacam itu dikhawatirkan berpengaruh pada kondisi pariwisata Bali yang kini mulai belajar pulih usai pandemi covid-19.
Siang kemarin (19/7) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengirim tim khusus ke Kabupaten Buleleng untuk membahas masalah tersebut. Tim dari Kemendagri dipimpin Direktur Pelaksana dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Horas Mauritas Panjaitan. Kedatangan tim diterima Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Buleleng, Ni Made Rousmini.
Horas Panjaitan mengatakan, sesuai dengan regulasi hewan-hewan yang terjangkit PMK harus dipotong bersyarat. Hal itu dilakukan untuk mencegah penyebaran yang lebih masif. Khusus di Provinsi Bali, Horas menyebut pemerintah pusat memberikan perhatian khusus.
“Tahun ini ada G-20. Kami ingin acara tersebut bisa berjalan dengan lancar. Selain itu masalah ini juga berdampak pada pariwisata. Kami tidak mau turis terpengaruh, karena ini akan menghambat perekonomian. Sehingga harus dilakukan langkah-langkah cepat sesuai kebijakan pemerintah,” tegasnya.
Menurut Horas pemerintah telah menyiapkan regulasi untuk memberikan kompensasi pada para peternak. Regulasi itu kini tengah dibahas Kementerian Pertanian. Nantinya pemerintah akan memberikan dana kompensasi pada peternak yang bersedia ternaknya dipotong bersyarat.
“Regulasi kompensasi wajar sedang disiapkan Kementerian Pertanian. Anggaran juga sudah dipasang di APBN. Saya kira petani harus rela menyerahkan ternak mereka. Karena ini untuk kepentingan yang lebih besar,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta mengungkapkan, dari 268 ekor sapi yang dinyatakan positif PMK, sebanyak 58 ekor diantaranya telah dipotong bersyarat. Sementara 210 ekor lainnya masih dalam tahap negosiasi.
Ia mengaku proses negosiasi cukup alot. Sebab peternak meminta kepastian nilai kompensasi yang akan diberikan. Sementara hingga kini pemerintah pusat belum menerbitkan regulasi terkait hal tersebut.
Selain itu peternak juga menolak karena menganggap ternak mereka sudah sehat. Lebih lagi ternaknya tidak bergejala lagi. Namun regulasi mensyaratkan agar sapi-sapi tersebut menjalani tes ulang, sebelum dinyatakan sehat. “Ini juga jadi kendala, karena peternak menolak sapinya dites. Sebab dari kasat mata, dilihat sudah tidak bergejala, jadi dianggap sehat. Selain itu ada juga pertanyaan tentang nilai kompensasi. Dengan permasalahan yang kami temui di lapangan, kami berusaha agar masalah ini bisa segera ditanggulangi,” tandasnya.
Asal tahu saja, wabah PMK pertama kali dilaporkan terjadi pada 6 Juni lalu. Hingga Senin (18/7) tercatat ada 268 ekor sapi yang disebut positif PMK. Kasu-kasu itus tersebar di beberapa desa. Yakni di Desa Lokapaksa dan Umeanyar di Kecamatan Seririt, serta Desa Pejarakan, Pemuteran, Pengulon, Sumberkima, Gerokgak, dan Tinga-Tinga di Kecamatan Gerokgak.
Dari 268 ekor sapi itu, sebanyak 58 ekor telah dipotong bersyarat. Sementara sisanya masih dipelihara warga. Tak ada seekor pun sapi yang dilaporkan mati. Meski begitu, pemerintah masih tetap memberlakukan karantina di wilayah-wilayah tersebut. Peternak dilarang membawa ternak baru dari luar desa, maupun menjual ternak mereka ke luar desa. (eps)