SINGARAJA– Pengungsi Eks Timor Timur yang bermukim di Desa Sumberklampok, melakukan aksi. Mereka memasang sejumlah baliho sebagai bentuk aspirasi sekaligus untuk menagih janji kepada Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, untuk segera menuntaskan penanganan reforma agraria bagi warga Eks Tim-Tim.
Ada tiga buah baliho yang dipasang. Masing-masing di Bale Banjar Adat Bukit Sari, pos Polisi Hutan Sumberklampok, serta di sekitar pemukiman warga. Masing-masing baliho mengandung pesan yang berbeda.
Di Pos Polisi Hutan Sumberklampok misalnya. Warga memasang baliho yang bertuliskan “Kami Tidak Butuh Janji! Tapi kami butuh kepastian hukum atas tanah yang kami tempati. Jalankan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria”.
Sementara di Bale Banjar Adat Bukit Sari warga memasang baliho yang lebih besar. Tulisannya “Pak Presiden! Konflik Eks Transmigrasi Tim-Tim di Desa Sumberklampok belum selesai sejak tahun 2000 sampai sekarang. Mohon percepat pelepasan kawasan hutan yang kami tempati. Kami masyarakat Eks Tim-Tim sudah cukup bersabar. 22 tahun bukan waktu yang sebentar untuk kami bersabar. 22 tahun menunggu keadilan jangan kami dianaktirikan”.
Ketua Tim Kerja Pengungsi Eks Timor Timur, Nengah Kisid mengatakan, pihaknya sengaja memasang baliho tersebut untuk menagih janji pemerintah. Sebab warga sudah beberapa kali mendapat janji manis untuk penyelesaian sengketa agraria.
Janji itu pertama kali dilontarkan pada tahun 2021 lalu. Tatkala itu KSP Moeldoko berjanji akan memberikan kado pergantian tahun. Faktanya hingga pergantian tahun, janji itu belum terealisasi. “Kemudian pindah lagi. Saat beliau datang bulan Juni, dijanjikan selesai pada bulan Agustus. Tapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda penyelesaian,” kata Kisid.
Menurutnya pemasangan baliho itu semata-mata sebagai bentuk aspirasi terbuka pada pemerintah pusat. Apalagi pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi telah memberikan dukungan. Terakhir Pemkab Buleleng sudah bersurat pada Menteri LHK pada 1 Agustus lalu.“Tapi sampai sekarang belum ada respons. Sejauh ini baru perumahan dan fasum yang sudah. Padahal lahan garapan juga penting. Karena hidup kami ada di sana,” ujarnya.
Lebih lanjut Kisid mengatakan saat ini pihaknya masih menanti respons dari pemerintah pusat terkait langkah warga. “Kami harap upaya ini bisa mengetuk hati pemerintah pusat. Agar proses reforma agraria bisa segera berjalan,” katanya.
Sementara itu, Perbekel Sumberklampok Wayan Sawitra Yasa mengatakan, hingga kini warga masih berharap pemerintah menyelesaikan proses redistribusi lahan secara keseluruhan. Hingga kini tim terpadu yang dibentuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru memberikan rekomendasi pelepasan hak kawasan hutan seluas 5,8 hektare. Lahan seluas itu hanya untuk tapak pemukiman, yang mana masing-masing kepala keluarga mendapat lahan seluas 4 are.
Padahal warga mengajukan lahan seluas 136,96 hektare. Terdiri dari 5,8 hektare lahan pemukiman, 66,3 hektare lahan garapan 2 hektare untuk fasilitas umum, dan fasilitas sosial seluas 62,86 hektare.“Harapan masyarakat supaya bisa selesai 100 persen untuk lahan garapan dan pemukiman. Sementara rekomendasi dari tim terpadu baru lahan pemukiman saja,” kata Sawitra Yasa.
Sawitra mengamini bahwa KSP Moeldoko sempat melontarkan janji menyelesaikan masalah Eks Tim-Tim paling lambat pada bulan Agustus. Janji itu dilontarkan saat Moeldoko melakukan kunjungan ke Desa Sumberklampok pada Juni lalu.
“Masalahnya kan di sana ada kebijakan menteri LHK. Mudah-mudahan KSP dan jajaran, termasuk Bapak Presiden bisa menindaklanjuti. Karena dengan selesainya HGU seluas 470 hektare, kami yakin penanganan di Eks Tim-Tim relatif mudah. Yang penting ada komitmen,” ujar Sawitra Yasa. (eps)