27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 0:56 AM WIB

Tolak Pabrik Limbah B3, Warga Pengambengan Jembrana Geruduk Kantor Desa, Ini Alasannya

NEGARA – Puluhan  warga Desa Pengambengan mendatangi kantor Desa Pengambengan, Rabu (28/9). Kedatangan warga tersebut untuk mempertanyakan pembangunan pabrik pengelohan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Desa Pengambengan. Warga sejatinya menolak pembangunan pabrik limbah B3, tetapi pembangunan tetap berjalan, bahkan sudah ada dua perusahaan dalam proses pembangunan.

Kedatangan puluhan warga tersebut, untuk memberikan dukungan kepada salah satu warga, Agus Budiono, yang dimediasi oleh Perbekel Desa Pengambengan dengan pihak perusahaan yang membangun pabrik limbah B3, PT. BMS. Saat mediasi berlangsung di ruang kerja Perbekel, puluhan warga datang menunggu di luar kantor desa.

Proses mediasi berkaitan dengan unggahan Agus di media sosial. Dalam unggahan meminta mediasi pemerintah kabupaten dan pemerintah desa mengenai pembangunan pabrik, karena belum ada sosialisasi tetapi izin sudah keluar.

Menurut Agus, mediasi yang sudah dilakukan tidak ada hasil. Bahkan mediasi yang digelar tidak ada solusi mengenai tuntutan warga. Menurutnya, warga sudah menolak pembangunan pabrik limbah sejak tahun 2017, tetapi saat ini sudah berdiri dua pabrik limbah B3.

“Apa waktu perusahaan sosialiasi di atas (kantor desa), kami tandatangani daftar hadir. Pada saat itu kami tolak. Tetapi entah kenapa, yang satu muncul izinnya, setelah ribu dan muncul gerakan penolakan muncul lagi (izin abrik B3),” jelasnya.

Agus mengaku sudah datang ke beberapa kali ke kantor desa untuk mempertanyakan mengenai pembangunan pabrik tersebut. Karena sebagai warga, merasa berhak mengetahui mengenai pembangunan pabrik limbah B3. “Padahal warga sudah menolak. Pertanyaan kami, apakah cukup kepala desa dan pemerintah desa yang mengeluarkan izin, apakah kami sebagai masyarakat tidak berhak mengetahui,” ujarnya.

Sehingga meminta kepala desa untuk memperjelas mengenai dokumen perizinan untuk membangun pabrik limbah B3 yang sudah dibangun sekarang. “Karena tidak ada kejelasan sama sekali. Kami tidak tahu. Terus terang kami tidak tahu, karena di dekat lokasi ada tempat ibadah. Tetapi kami mengadukan beberapa kali, bahkan ke pemerintah kabupaten tetapi tidak pernah ada respon dan difasilitasi untuk mediasi,” ujarnya.

Agus menambahkan, warga juga sudah mengajukan surat keberatan tetapi belum ada tanggapan. Akhirnya, Agus mengunggah di media sosial.  “Selama ini kami sebagai masyarakat Pengambengan, terutama lingkungan yang dibangun pabrik tidak pernah menyetujui,” tegasnya.

Senada diungkapkan Ahmad Sariaman, warga yang rumahnya dekat dengan pabrik yang dibangun, sekitar 150 meter dadi pabrik. Warga lingkungan pabrik semua menolak pembangunan pabrik limbah B3, namun anehnya pihak perusahaan bisa memiliki tanda tangan warga sebagai bentuk dukungan atau menyetujui pabrik. “Dari dulu kami sudah menolak,” tegasnya.

Sementara itu, I Putu Gede Pande Indarjaya mewakili PT. BMS perusahaan yang membangun pabrik limbah B3 menegaskan bahwa secara adminitrasi sudah memiliki izin lengkap untuk membangun pabrik. “Kita sudah melalui proses mekanisme perizinan yang sesuai aturan. Kebetulan saya yang diberikan kuasa untuk mengurus izin. Dan ada bukti suratnya juga,” ujarnya.

Menurutnya, mengenai pembangunan pabrik B3 yang dipermasalahkan warga, pada dasarnya butuh koordinasi. Karena secara mekanisme sudah dilalui semua proses izin secara detail, mulai dari persetujuan lingkungan, persetujuan teknis, hingga persetujuan bangunan gedung. “Kami masih menunggu, kalau sudah jadi pabrik ada standar layak operasi (SLO),” ujarnya.

Indarjaya menegaskan, mekanisme perizinan sudah standar prosedur melalui Sistem Online Single Submission (OSS), sehingga bisa membangun pabrik limbah B3 di Desa Pengambengan. “Kalau masyarkat tidak puas, mungkin wajar. Karena ada perubahan perubahan mekanisme perizinan,” jelasnya.

Indarjaya menyebut mediasi sebagai sosialiasi. Dan sudah mengakomodir semua yang diharapkan masyarakat. “Saya ingin juga nanti akan ada pertemuan (dengan warga). Kalau masyarakat memang tidak setuju, kami beri ruang. Kita 24 jam buka, berikan ruang diskusi dengan masyarakat. Tidak kaku,” terangnya.

Pihak perusahaan memberikan keluhan masyarakat. Pihak perusahan juga sudah mengakomodir, sesuai persetujuan sudah mempekerjakan masyarakat penyanding, pemborong dari Pengambengan. Hanya beberapa tenaga teknik dari luar. “Bahan bangunan dari warga sekitar,” tegasnya.

Kekhawatiran masyarakat mengenai dampak lingkungan, lanjutnya, sudah dikaji secara menyeluruh. Dipastikan tidak ada dampak pada air, usada dan tanah. “Kalau ada apa-apa, kami yang terdampak pertama, karena kami kerja disana,” tegasnya. (m basir/rid)

NEGARA – Puluhan  warga Desa Pengambengan mendatangi kantor Desa Pengambengan, Rabu (28/9). Kedatangan warga tersebut untuk mempertanyakan pembangunan pabrik pengelohan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Desa Pengambengan. Warga sejatinya menolak pembangunan pabrik limbah B3, tetapi pembangunan tetap berjalan, bahkan sudah ada dua perusahaan dalam proses pembangunan.

Kedatangan puluhan warga tersebut, untuk memberikan dukungan kepada salah satu warga, Agus Budiono, yang dimediasi oleh Perbekel Desa Pengambengan dengan pihak perusahaan yang membangun pabrik limbah B3, PT. BMS. Saat mediasi berlangsung di ruang kerja Perbekel, puluhan warga datang menunggu di luar kantor desa.

Proses mediasi berkaitan dengan unggahan Agus di media sosial. Dalam unggahan meminta mediasi pemerintah kabupaten dan pemerintah desa mengenai pembangunan pabrik, karena belum ada sosialisasi tetapi izin sudah keluar.

Menurut Agus, mediasi yang sudah dilakukan tidak ada hasil. Bahkan mediasi yang digelar tidak ada solusi mengenai tuntutan warga. Menurutnya, warga sudah menolak pembangunan pabrik limbah sejak tahun 2017, tetapi saat ini sudah berdiri dua pabrik limbah B3.

“Apa waktu perusahaan sosialiasi di atas (kantor desa), kami tandatangani daftar hadir. Pada saat itu kami tolak. Tetapi entah kenapa, yang satu muncul izinnya, setelah ribu dan muncul gerakan penolakan muncul lagi (izin abrik B3),” jelasnya.

Agus mengaku sudah datang ke beberapa kali ke kantor desa untuk mempertanyakan mengenai pembangunan pabrik tersebut. Karena sebagai warga, merasa berhak mengetahui mengenai pembangunan pabrik limbah B3. “Padahal warga sudah menolak. Pertanyaan kami, apakah cukup kepala desa dan pemerintah desa yang mengeluarkan izin, apakah kami sebagai masyarakat tidak berhak mengetahui,” ujarnya.

Sehingga meminta kepala desa untuk memperjelas mengenai dokumen perizinan untuk membangun pabrik limbah B3 yang sudah dibangun sekarang. “Karena tidak ada kejelasan sama sekali. Kami tidak tahu. Terus terang kami tidak tahu, karena di dekat lokasi ada tempat ibadah. Tetapi kami mengadukan beberapa kali, bahkan ke pemerintah kabupaten tetapi tidak pernah ada respon dan difasilitasi untuk mediasi,” ujarnya.

Agus menambahkan, warga juga sudah mengajukan surat keberatan tetapi belum ada tanggapan. Akhirnya, Agus mengunggah di media sosial.  “Selama ini kami sebagai masyarakat Pengambengan, terutama lingkungan yang dibangun pabrik tidak pernah menyetujui,” tegasnya.

Senada diungkapkan Ahmad Sariaman, warga yang rumahnya dekat dengan pabrik yang dibangun, sekitar 150 meter dadi pabrik. Warga lingkungan pabrik semua menolak pembangunan pabrik limbah B3, namun anehnya pihak perusahaan bisa memiliki tanda tangan warga sebagai bentuk dukungan atau menyetujui pabrik. “Dari dulu kami sudah menolak,” tegasnya.

Sementara itu, I Putu Gede Pande Indarjaya mewakili PT. BMS perusahaan yang membangun pabrik limbah B3 menegaskan bahwa secara adminitrasi sudah memiliki izin lengkap untuk membangun pabrik. “Kita sudah melalui proses mekanisme perizinan yang sesuai aturan. Kebetulan saya yang diberikan kuasa untuk mengurus izin. Dan ada bukti suratnya juga,” ujarnya.

Menurutnya, mengenai pembangunan pabrik B3 yang dipermasalahkan warga, pada dasarnya butuh koordinasi. Karena secara mekanisme sudah dilalui semua proses izin secara detail, mulai dari persetujuan lingkungan, persetujuan teknis, hingga persetujuan bangunan gedung. “Kami masih menunggu, kalau sudah jadi pabrik ada standar layak operasi (SLO),” ujarnya.

Indarjaya menegaskan, mekanisme perizinan sudah standar prosedur melalui Sistem Online Single Submission (OSS), sehingga bisa membangun pabrik limbah B3 di Desa Pengambengan. “Kalau masyarkat tidak puas, mungkin wajar. Karena ada perubahan perubahan mekanisme perizinan,” jelasnya.

Indarjaya menyebut mediasi sebagai sosialiasi. Dan sudah mengakomodir semua yang diharapkan masyarakat. “Saya ingin juga nanti akan ada pertemuan (dengan warga). Kalau masyarakat memang tidak setuju, kami beri ruang. Kita 24 jam buka, berikan ruang diskusi dengan masyarakat. Tidak kaku,” terangnya.

Pihak perusahaan memberikan keluhan masyarakat. Pihak perusahan juga sudah mengakomodir, sesuai persetujuan sudah mempekerjakan masyarakat penyanding, pemborong dari Pengambengan. Hanya beberapa tenaga teknik dari luar. “Bahan bangunan dari warga sekitar,” tegasnya.

Kekhawatiran masyarakat mengenai dampak lingkungan, lanjutnya, sudah dikaji secara menyeluruh. Dipastikan tidak ada dampak pada air, usada dan tanah. “Kalau ada apa-apa, kami yang terdampak pertama, karena kami kerja disana,” tegasnya. (m basir/rid)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/