31.4 C
Jakarta
26 April 2024, 12:24 PM WIB

Bertahan Tiga Generasi, Kerajinan Bambu Produk Bangli Tembus Luar Bali

BANGLI – Kreativitas warga di Kabupaten Bangli untuk membuat kerajinan anyaman sudah cukup lama. Seperti membuat keben, dulang, bokor, gandeng dan lainnya.

Hingga kini, sejumlah masyarakat masih melakukan pekerjaan ini. Meski penghasilanya tak seperti dulu lagi. 
I Nengah Muderana, salah satu perajin kayu dan bambu yang berada di Jalan Nusantara, sebelah utara PLTS, Bangklet Kayang, Desa Kayubihi, Bangli saat ditemui Jawa Pos Radar Bali bercerita tentang usahanya tersebut.
Muderana mengaku menjadi perajin bambu sejak tahun 1990-an. Menariknya, usahanya ini sudah sampai tiga generasi. Dari Ibu Muderana, Muderana dan anaknya sendiri.

“Saya awalnya pematung. Namun penghasilannya kurang. Jadi buat tambahan, membuat usaha sampingan sama keluarga. Buat kerajinan dari bambu,” ujar Muderana, Rabu (1/5) siang.

Menggunakan bambu tali, keluarga Muderana melakukan proses pembuatan keperluan upacara untuk umat Hindu ini. 

“Tentu ada keahlian khusus membuat kerajinan ini. Kalau kami sudah dari kecil, jadi sudah terbiasa menganyam,” tuturnya.

Dalam sehari, satu anggota anggota keluarga dapat menghasilkan satu produk, seperti keben. Modalnya hanya bambu berukuran 12 meter dan cat pewarna. Satu bambu, dapat menghasilkan 3 keben. 

Untuk ciri khas produknya, Muderana menyebut hanya di kekuatan bambu lokal yang digunakan. Yakni lebih tebal dan kuat.

Sedangkan untuk motif, sama seperti di wilayah lainnya. Serta mengikuti trend yang berkembang. Bahkan, bila dipesan khusus, seperti penulisan nama dapat dilakukannya.

Lalu harganya bagaimana? “Relatif, sesuai dengan tingkat kesulitan. Namun, untuk keben biasa, saya menjualnya dengan harga empat puluh ribu,” jawabnya.

Saat ini, pembeli produk kerajinan dari Muderana hanya ditingkat lokal. Seperti di Gianyar, Karangasem dan Denpasar. Sesekali, pembelian dari luar Bali, seperti Jakarta.

Dalam sebulan, penghasilan dari penjualan produk kerajinan bisa mencapai Rp 5 juta. Namun hasil sekeluarga ini, tentu sedikit dengan kerjaan yang cukup rumit dan membutuhkan ketelitian.

Begitu juga dengan penjualannya. Ramenya disebutkan saat kebutuhan agama hindu meningkat. Seperti hari raya ataupun odalan.

“Kalau sekarang sudah lesu (penjualannya). Tapi lumayan buat tambahan beli beras,” pungkasnya. 

BANGLI – Kreativitas warga di Kabupaten Bangli untuk membuat kerajinan anyaman sudah cukup lama. Seperti membuat keben, dulang, bokor, gandeng dan lainnya.

Hingga kini, sejumlah masyarakat masih melakukan pekerjaan ini. Meski penghasilanya tak seperti dulu lagi. 
I Nengah Muderana, salah satu perajin kayu dan bambu yang berada di Jalan Nusantara, sebelah utara PLTS, Bangklet Kayang, Desa Kayubihi, Bangli saat ditemui Jawa Pos Radar Bali bercerita tentang usahanya tersebut.
Muderana mengaku menjadi perajin bambu sejak tahun 1990-an. Menariknya, usahanya ini sudah sampai tiga generasi. Dari Ibu Muderana, Muderana dan anaknya sendiri.

“Saya awalnya pematung. Namun penghasilannya kurang. Jadi buat tambahan, membuat usaha sampingan sama keluarga. Buat kerajinan dari bambu,” ujar Muderana, Rabu (1/5) siang.

Menggunakan bambu tali, keluarga Muderana melakukan proses pembuatan keperluan upacara untuk umat Hindu ini. 

“Tentu ada keahlian khusus membuat kerajinan ini. Kalau kami sudah dari kecil, jadi sudah terbiasa menganyam,” tuturnya.

Dalam sehari, satu anggota anggota keluarga dapat menghasilkan satu produk, seperti keben. Modalnya hanya bambu berukuran 12 meter dan cat pewarna. Satu bambu, dapat menghasilkan 3 keben. 

Untuk ciri khas produknya, Muderana menyebut hanya di kekuatan bambu lokal yang digunakan. Yakni lebih tebal dan kuat.

Sedangkan untuk motif, sama seperti di wilayah lainnya. Serta mengikuti trend yang berkembang. Bahkan, bila dipesan khusus, seperti penulisan nama dapat dilakukannya.

Lalu harganya bagaimana? “Relatif, sesuai dengan tingkat kesulitan. Namun, untuk keben biasa, saya menjualnya dengan harga empat puluh ribu,” jawabnya.

Saat ini, pembeli produk kerajinan dari Muderana hanya ditingkat lokal. Seperti di Gianyar, Karangasem dan Denpasar. Sesekali, pembelian dari luar Bali, seperti Jakarta.

Dalam sebulan, penghasilan dari penjualan produk kerajinan bisa mencapai Rp 5 juta. Namun hasil sekeluarga ini, tentu sedikit dengan kerjaan yang cukup rumit dan membutuhkan ketelitian.

Begitu juga dengan penjualannya. Ramenya disebutkan saat kebutuhan agama hindu meningkat. Seperti hari raya ataupun odalan.

“Kalau sekarang sudah lesu (penjualannya). Tapi lumayan buat tambahan beli beras,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/