RadarBali.com – BPR Agung Sedana resmi dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena gagal mengelola keuangan nasabah.
Sebelum dicabut, otoritas sebenarnya sudah memberi kesempatan manajemen untuk memperbaiki keuangan selama 180 hari atau enam bulan sesuai ketentuan. Namun, gagal.
BPR di bawah pimpinan Suparyani ini memiliki aset terakhir mencapai Rp 10,6 miliar. Sementara untuk dana yang dimiliki mencapai Rp 7,9 miliar.
Rinciannya, tabungan nasabah mencapai Rp 1,6 miliar dan deposito mencapai Rp 6,3 miliar ditambah simpanan bank lain.
“Bank ini sudah dilikuidiasi oleh LPS. Dan proses penyelesaian dana nasabah akan difasilitasi oleh LPS. Nanti BPR ini yang membayar ke LPS,” ujar Kepala OJK Regional 8 Bali-Nusa tenggara Hizbullah.
Mantan Direktur LJK OJK regional 3 Jawa Tengah ini mengungkapkan, ada beberapa faktor penyebab menurunnya kinerja yang berujung pada pencabutan BPR yang telah memiliki 1.119 rekening ini.
Kata dia, salah satu yang paling menonjol yakni adanya penyaluran kredit yang tidak tepat dan penyalahgunaan kredit. Dengan kondisi tersebut, membuat kredit macet meningkat.
“Misalnya, orang yang meminjam dengan kekuatan bayarnya Rp 100 juta tapi diberi kredit Rp 600 juta. Akibatnya kredit macetnya tinggi,” paparnya.
Dengan kondisi ini, kewenangan pemegang saham sudah beralih ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Apakah ada temuan tindak pidana?
Kata Hizbullah, masih dalam tahap penyelidikan Departemen Investigasi dan Penyidikan Perbankan OJK. “Masih dilakukan proses, apakah ada tindakan pidana, nanti diinformasikan,” tegasnya.
Di Bali sendiri, terdapat 137 BPR. Namun yang bermasalah hanya BPR Agung Sedana saja. “Yang lain masih tergolong aman, dan baik-baik saja,” tandasnya.