DENPASAR –Segala sektor kena imbas wabah Covid – 19, tak terkecuali bidang perikanan. Apalagi, banyak nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Apesnya, disaat para nelayan berharap bantuan, terbit surat dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, bantuan premi asuransi nelayan (BPAN) yang dilaksanakan tahun 2020 ini ditunda.
Menurut Kabid Nelayan dan Petani Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Purianta, penundaan BPAN berdasar surat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap No: 5539 Tahun 2020.
Surat tersebut terbit menindaklanjuti Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2020 tanggal 3 April 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN)
tahun Anggaran 2020 serta surat Nomor: B.4594/DJPT/PI.530.d4/III/2020 tertanggal 20 Maret 2020 perihal pemberitahuan dan permohonan kesiapan teknis pelaksanaan kegiatan BPAN tahun 2020.
Berdasar Perpres, anggaran kementerian/lembaga termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengalami pemotongan.
Salah satu lingkup KKP termasuk dalam skema pemotongan adalah BPAN tahun 2020. Oleh karena itu, BPAN yang sedianya akan dilaksanakan tahun anggaran 2020 ditunda pelaksanaannya.
“Sedangkan bantuan sapras (sarana dan prasaran) terkait pemberdayaan nelayan dari pusat langsung ke kabupaten/kota,” ucap Purianta.
Dijelaskan, nelayan yang menerima BPAN di Bali pada tahun 2020 sebanyak 6.056 nelayan. Kabupaten yang paling banyak diusulkan menerima BPAN adalah nelayan Jembrana dan Buleleng yang masing-masing berjumlah 1.500 nelayan.
Diwawancarai terpisah, anggota Komisi IV DPR R AA Bagus Adhi Mahendra berkata sebaliknya. Ia meminta asuransi premi jangan ditunda terutama untuk nelayan kecil.
Ia juga menampik hasil produksi nelayan kurang laku karena daya beli masyarakat yang berkurang. “Siapa bilang tidak ada yang beli? Hasil nelayan KKP banyak yang beli,” kata Adhi Mahendra.
Karena itu, dia mengimbau agar asuransi nelayan jangan ditunda karena nelayan tetap melaksanakan kegiatan kecuali nelayan besar yang memakai kapal besar.
“Kalau nelayan besar tidak boleh, tapi nelayan kecil masih butuh bantuan. Bagaimana pun masyarakat butuh ikan terlebih ibu hamil dan menyusui,” ucapnya.
Di sisi lain, ketersediaan pangan juga harus dipelototi untuk menekan mafia pangan beraksi dan memanfaatkan kondisi pandemic Covid-19.
Untuk mencegah kecurangan itu, pemerintah harus fokus memperbaiki data di desa-desa. Data kebutuhan pangan dan juga produksi yang dihasilkan sendiri oleh masing-masing desa.
“Ada data base setiap desa kebutuhan pangan berapa padi, cabai dan lain lain ternyata sudah swasembada diberi penghargaan.
Kalau dilaksanakan dengan baik database tingkat desa pertanian terkawal dengan baik. Kalau tidak dilaksanakan data sebatas data dipermainkan mafia,
kehabisan beras minta impor padahal kebutuhan beras local cukup. Jadi kuncinya untuk mengurangi mafia pangan kuncinya database desa,” tukasnya.