31.2 C
Jakarta
27 April 2024, 10:57 AM WIB

Terlalu Murah, PT Indonesia Power Kaji Harga Pelet TOSS BUMDes Gunaksa

SEMARAPURA– Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung satu-satunya BUMDes di Klungkung yang sudah menjual pelet

hasil pengolahan sampah melalui program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) ke PT Indonesia Power dengan harga Rp 300 per kilogram.

Namun, jika dibandingkan dengan biaya produksi, harga tersebut tidak menutupi.

Untuk itu PT Indonesia Power akan melakukan kajian untuk mendapatkan nilai keekonomisan pelet ini.

Kadis Lingkungan Hidup dan Pertanahan Klungkung AA Kirana mengungkapkan, hingga saat ini baru 12 desa di Klungkung yang memiliki TOSS.

Namun, baru Desa Gunaksa yang menjual pelet hasil pengolahan sampahnya ke PT Indonesia Power.

“Kami hanya memfasilitasi. Kesepakatan dan kerja sama yang terjadi itu antara pihak desa dan PT Indonesia Power,” ungkap AA Kirana.

Perbekel Gunaksa I Ketut Budiarta mengungkapkan bahwa pihaknya baru bisa menjual 1 ton pelet dengan harga Rp 300 per kilogram. Harga itu dinilai sangat murah jika dibandingkan dengan biaya operasional.

Belum mampu menutupi biaya operasional. Menurutnya, idealnya pelet dibeli dengan harga berkisar Rp 600-800 per kilogram.

“Karena untuk menggaji pegawai kami mengeluarkan uang sebesar Rp 10 juta per bulan. Belum lagi biaya operasional lainnya,

seperti pembelian bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan angkut sampah, dan pengoperasian mesin produksi pelet,” bebernya.

Meski begitu, pihaknya tidak terlalu mempersoalkan harga jual tersebut. Terpenting persoalan sampah di Desa Gunaksa bisa teratasi.

Untuk menutupi biaya operasional bisa menggunakan keuangan BUMDes. “Itu harga di tempat. Tidak perlu kami mengirim ke mana-mana lagi,” jelasnya.

GM PT Indonesia Power Unit Pembangkit Bali IGAN Subawa Putra mengakui harga yang diberikan terbilang murah.

Itu lantaran pihaknya belum mendapatkan nilai ekonomis dari pelet ini sehingga membandingkannya dengan harga batu bara yang nilainya sekitar Rp 600 per kilogram.

“Harga yang kami terapkan adalah harga skala industri. Jadi, kalau harga skala industri pasti kami bandingkan dengan harga bahan bakar sejenis yang dimanfaatkan di pembangkit listrik,” terangnya.

Dia mengungkapkan pihaknya akan melakukan kajian untuk menemukan nilai keekonomisan dari pelet ini.

“Memang sebetulnya masih belum optimal harga sekarang. Pasti kami akan kaji lagi, berapa yang sesuai,” tandasnya. 

SEMARAPURA– Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung satu-satunya BUMDes di Klungkung yang sudah menjual pelet

hasil pengolahan sampah melalui program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) ke PT Indonesia Power dengan harga Rp 300 per kilogram.

Namun, jika dibandingkan dengan biaya produksi, harga tersebut tidak menutupi.

Untuk itu PT Indonesia Power akan melakukan kajian untuk mendapatkan nilai keekonomisan pelet ini.

Kadis Lingkungan Hidup dan Pertanahan Klungkung AA Kirana mengungkapkan, hingga saat ini baru 12 desa di Klungkung yang memiliki TOSS.

Namun, baru Desa Gunaksa yang menjual pelet hasil pengolahan sampahnya ke PT Indonesia Power.

“Kami hanya memfasilitasi. Kesepakatan dan kerja sama yang terjadi itu antara pihak desa dan PT Indonesia Power,” ungkap AA Kirana.

Perbekel Gunaksa I Ketut Budiarta mengungkapkan bahwa pihaknya baru bisa menjual 1 ton pelet dengan harga Rp 300 per kilogram. Harga itu dinilai sangat murah jika dibandingkan dengan biaya operasional.

Belum mampu menutupi biaya operasional. Menurutnya, idealnya pelet dibeli dengan harga berkisar Rp 600-800 per kilogram.

“Karena untuk menggaji pegawai kami mengeluarkan uang sebesar Rp 10 juta per bulan. Belum lagi biaya operasional lainnya,

seperti pembelian bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan angkut sampah, dan pengoperasian mesin produksi pelet,” bebernya.

Meski begitu, pihaknya tidak terlalu mempersoalkan harga jual tersebut. Terpenting persoalan sampah di Desa Gunaksa bisa teratasi.

Untuk menutupi biaya operasional bisa menggunakan keuangan BUMDes. “Itu harga di tempat. Tidak perlu kami mengirim ke mana-mana lagi,” jelasnya.

GM PT Indonesia Power Unit Pembangkit Bali IGAN Subawa Putra mengakui harga yang diberikan terbilang murah.

Itu lantaran pihaknya belum mendapatkan nilai ekonomis dari pelet ini sehingga membandingkannya dengan harga batu bara yang nilainya sekitar Rp 600 per kilogram.

“Harga yang kami terapkan adalah harga skala industri. Jadi, kalau harga skala industri pasti kami bandingkan dengan harga bahan bakar sejenis yang dimanfaatkan di pembangkit listrik,” terangnya.

Dia mengungkapkan pihaknya akan melakukan kajian untuk menemukan nilai keekonomisan dari pelet ini.

“Memang sebetulnya masih belum optimal harga sekarang. Pasti kami akan kaji lagi, berapa yang sesuai,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/