31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 20:17 PM WIB

Pedagang Protes Keras, DPRD Buleleng: Kaji Ulang Cukai Pasar Banyuasri

SINGARAJA – DPRD Buleleng meminta pemerintah mengkaji ulang besaran cukai harian bagi para pedagang di Pasar Banyuasri.

Khususnya bagi pedagang yang menempati bangunan toko. Sebab tarif tersebut dinilai masih terlalu besar dalam situasi pandemi covid-19.

Kemarin (4/6) DPRD Buleleng membahas hal tersebut. Menindaklanjuti keluhan para pedagang Pasar Banyuasri yang sempat mendatangi DPRD Buleleng pada Rabu (2/6) lalu.

Rapat dengan agenda pembahasan aspirasi pedagang itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Buleleng Gede Suradnya.

Menurut Suradnya, pemerintah harus mahfum dengan kondisi pandemi saat ini. Lebih lagi jumlah pembeli di Pasar Banyuasri belum optimal.

Untuk itu ia meminta agar pemerintah mempertimbangkan mengkaji besaran tarif cukai harian dan sewa bulanan yang dibebankan pada para pedagang.

Dewan juga berencana menerjunkan Komisi III DPRD Buleleng untuk melakukan kajian secara komprehensif terkait permasalahan di Banyuasri. Khususnya besaran tarif yang dibebankan pada pedagang di ruko.

“Kami paham pengelolaan pasar ini dilakukan dengan pola kerjasama. Tapi itu kan kerjasama antara Perumda Pasar dengan Pemerintah Daerah.

Sebaiknya diperhatikan juga kondisi yang sulit begini. Harus dicarikan jalan terbaik. Perlu disadari bahwa pasar ini lahir pada masa pandemi, sehingga belum terlalu ramai,” kata Suradnya.

Mendengar permintaan tersebut, Dirut Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng Made Agus Yudi Arsana mengaku tak bisa langsung mengabulkannya.

Sebab pengelolaan dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama. Pihaknya pun telah menyetorkan uang sebesar Rp 250 juta ke kas daerah, sebagai tanda komitmen perusahaan dalam mengelola pasar tersebut.

Menurutnya, nilai pungutan itu jauh lebih ringan dari yang dipancang tim apraisal independen. Nominal itu pun sudah melalui pertimbangan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kami sudah mengambil nilai terendah tidak memakai nilai yang dikeluarkan tim appraisal yang sehari seratus empat puluh sembilan ribu.

Nilai yang dikenakan saat ini juga kami minta pertimbangan BPK dan dinilai layak pada masa pandemi ini,” jelas Agus Yudi.

Di sisi lain pihak pedagang tetap meminta agar pemerintah dapat mempertimbangkan penurunan tarif.

“Kami hanya minta selama pandemi ini saja. Kalau kondisi ekonomi bagus, pembeli ramai, kami tidak mungkin minta tarifnya diturunkan.

Kalau pasar sudah ramai, pasti kami mampu bayar biaya yang dibebankan,” kata Gede Sugeng Darmawan, salah seorang pedagang.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Rabu (2/6) lalu puluhan pedagang Pasar Banyuasri yang menghuni ruko di areal pasar ngelurug DPRD Buleleng.

Mereka mengeluhkan tingginya tarif yang dibebankan pada para pedagang. Sementara kondisi pasar kini disebut masih sepi.

Kini pedagang ruko dibebankan tarif cukai harian sebesar Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu per hari. Ditambah lagi biaya sewa lahan sebesar Rp 400 ribu per bulan. 

SINGARAJA – DPRD Buleleng meminta pemerintah mengkaji ulang besaran cukai harian bagi para pedagang di Pasar Banyuasri.

Khususnya bagi pedagang yang menempati bangunan toko. Sebab tarif tersebut dinilai masih terlalu besar dalam situasi pandemi covid-19.

Kemarin (4/6) DPRD Buleleng membahas hal tersebut. Menindaklanjuti keluhan para pedagang Pasar Banyuasri yang sempat mendatangi DPRD Buleleng pada Rabu (2/6) lalu.

Rapat dengan agenda pembahasan aspirasi pedagang itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Buleleng Gede Suradnya.

Menurut Suradnya, pemerintah harus mahfum dengan kondisi pandemi saat ini. Lebih lagi jumlah pembeli di Pasar Banyuasri belum optimal.

Untuk itu ia meminta agar pemerintah mempertimbangkan mengkaji besaran tarif cukai harian dan sewa bulanan yang dibebankan pada para pedagang.

Dewan juga berencana menerjunkan Komisi III DPRD Buleleng untuk melakukan kajian secara komprehensif terkait permasalahan di Banyuasri. Khususnya besaran tarif yang dibebankan pada pedagang di ruko.

“Kami paham pengelolaan pasar ini dilakukan dengan pola kerjasama. Tapi itu kan kerjasama antara Perumda Pasar dengan Pemerintah Daerah.

Sebaiknya diperhatikan juga kondisi yang sulit begini. Harus dicarikan jalan terbaik. Perlu disadari bahwa pasar ini lahir pada masa pandemi, sehingga belum terlalu ramai,” kata Suradnya.

Mendengar permintaan tersebut, Dirut Perumda Pasar Argha Nayottama Buleleng Made Agus Yudi Arsana mengaku tak bisa langsung mengabulkannya.

Sebab pengelolaan dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama. Pihaknya pun telah menyetorkan uang sebesar Rp 250 juta ke kas daerah, sebagai tanda komitmen perusahaan dalam mengelola pasar tersebut.

Menurutnya, nilai pungutan itu jauh lebih ringan dari yang dipancang tim apraisal independen. Nominal itu pun sudah melalui pertimbangan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Kami sudah mengambil nilai terendah tidak memakai nilai yang dikeluarkan tim appraisal yang sehari seratus empat puluh sembilan ribu.

Nilai yang dikenakan saat ini juga kami minta pertimbangan BPK dan dinilai layak pada masa pandemi ini,” jelas Agus Yudi.

Di sisi lain pihak pedagang tetap meminta agar pemerintah dapat mempertimbangkan penurunan tarif.

“Kami hanya minta selama pandemi ini saja. Kalau kondisi ekonomi bagus, pembeli ramai, kami tidak mungkin minta tarifnya diturunkan.

Kalau pasar sudah ramai, pasti kami mampu bayar biaya yang dibebankan,” kata Gede Sugeng Darmawan, salah seorang pedagang.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Rabu (2/6) lalu puluhan pedagang Pasar Banyuasri yang menghuni ruko di areal pasar ngelurug DPRD Buleleng.

Mereka mengeluhkan tingginya tarif yang dibebankan pada para pedagang. Sementara kondisi pasar kini disebut masih sepi.

Kini pedagang ruko dibebankan tarif cukai harian sebesar Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu per hari. Ditambah lagi biaya sewa lahan sebesar Rp 400 ribu per bulan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/