27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:51 AM WIB

Sempat Dihambat Perpres, Arak Bali, Tuak & Brem Kini Dilindungi Pergub

DENPASAR – Astungkara! Begitulah kata Gubenur Bali Wayan Koster ketika Peraturan Gubernur yang mengatur tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali disetujui Kementerian Dalam Negeri.

Masalahnya, meski kini sudah dipayungi Pergub No 1 Tahun 2020, peredaran minuman keras ini tetap dibatasi baik dari sisi produksi maupun skala peredarannya.

“Awalnya memang terhambat Perpres yang mencantumkan produk ini daftar negatif investasi. Tapi kita dapat jalan keluar untuk mengatur secara terbatas peredaran dan produksinya,” ujar Gubernur Koster kemarin.

Karena itu, minuman yang dibuat secara tradisional yang masuk kategori ini, yakni Tuak Bali, Brem Bali, Arak Bali, Produk Artisanal dan Brem/Arak Bali untuk upacara keagamaan tetap tak sebebas yang dibayangkan.

Tidak bebas artinya, dalam proses pembuatan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali tidak menggunakan bahan baku dari alkohol.

Untuk Brem atau Arak Bali untuk upacara keagamaan diberikan label warna merah bertuliskan ”hanya untuk keperluan upacara keagamaan”.

Brem atau Arak Bali dikemas dalam bentuk jeriken ukuran paling banyak 1 (satu) liter. Pemberian label dan pengemasan dilakukan oleh koperasi.

Masyarakat yang melaksanakan upacara keagamaan dapat membeli Brem atau Arak Bali paling banyak  5 (lima) liter dengan menunjukkan surat keterangan dari Bendesa Adat.

Pembelian Brem atau Arak Bali dapat dilakukan pada distributor yang bekerjasama dengan koperasi dan sebagainya. “Tak bisa asal memproduksi dan peredarannya, sehingga harus terkontrol,” ujarnya.

Dalam Pergub juga disebutkan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali hanya dapat dijual pada tempat-tempat tertentu di Bali, di luar Bali dan/atau untuk ekspor sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dilarang dijual pada gelanggang remaja, pedagang kaki lima, penginapan, bumi perkemahan, tempat yang berdekatan dengan sarana peribadatan,

lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan dan fasilitas kesehatan dan tempat-tempat sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Juga minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dilarang dijual kepada anak di bawah umur dan/atau anak sekolah. “Apalagi di jual yang oplosan. Itu jelas tidak boleh,” sebutnya.

Untuk ijin bagi Produsen, Distributor, Sub Distributor, Pengecer dan Penjual Langsung, harus memiliki Surat Izin Usaha Industri Minuman Beralkohol;

Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB); Nomor Induk Berusaha (NIB); Izin Edar; Pita Cukai; label; harga; dan kemasan.

DENPASAR – Astungkara! Begitulah kata Gubenur Bali Wayan Koster ketika Peraturan Gubernur yang mengatur tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi Dan/Atau Destilasi Khas Bali disetujui Kementerian Dalam Negeri.

Masalahnya, meski kini sudah dipayungi Pergub No 1 Tahun 2020, peredaran minuman keras ini tetap dibatasi baik dari sisi produksi maupun skala peredarannya.

“Awalnya memang terhambat Perpres yang mencantumkan produk ini daftar negatif investasi. Tapi kita dapat jalan keluar untuk mengatur secara terbatas peredaran dan produksinya,” ujar Gubernur Koster kemarin.

Karena itu, minuman yang dibuat secara tradisional yang masuk kategori ini, yakni Tuak Bali, Brem Bali, Arak Bali, Produk Artisanal dan Brem/Arak Bali untuk upacara keagamaan tetap tak sebebas yang dibayangkan.

Tidak bebas artinya, dalam proses pembuatan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali tidak menggunakan bahan baku dari alkohol.

Untuk Brem atau Arak Bali untuk upacara keagamaan diberikan label warna merah bertuliskan ”hanya untuk keperluan upacara keagamaan”.

Brem atau Arak Bali dikemas dalam bentuk jeriken ukuran paling banyak 1 (satu) liter. Pemberian label dan pengemasan dilakukan oleh koperasi.

Masyarakat yang melaksanakan upacara keagamaan dapat membeli Brem atau Arak Bali paling banyak  5 (lima) liter dengan menunjukkan surat keterangan dari Bendesa Adat.

Pembelian Brem atau Arak Bali dapat dilakukan pada distributor yang bekerjasama dengan koperasi dan sebagainya. “Tak bisa asal memproduksi dan peredarannya, sehingga harus terkontrol,” ujarnya.

Dalam Pergub juga disebutkan minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali hanya dapat dijual pada tempat-tempat tertentu di Bali, di luar Bali dan/atau untuk ekspor sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dilarang dijual pada gelanggang remaja, pedagang kaki lima, penginapan, bumi perkemahan, tempat yang berdekatan dengan sarana peribadatan,

lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan dan fasilitas kesehatan dan tempat-tempat sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Juga minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dilarang dijual kepada anak di bawah umur dan/atau anak sekolah. “Apalagi di jual yang oplosan. Itu jelas tidak boleh,” sebutnya.

Untuk ijin bagi Produsen, Distributor, Sub Distributor, Pengecer dan Penjual Langsung, harus memiliki Surat Izin Usaha Industri Minuman Beralkohol;

Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB); Nomor Induk Berusaha (NIB); Izin Edar; Pita Cukai; label; harga; dan kemasan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/