28.1 C
Jakarta
18 September 2024, 21:48 PM WIB

Harga Sapi Anjlok, Peternak Lirik Sektor Lain untuk Bertahan Hidup

NUSA PENIDA – Peternak sapi di Kecamatan Nusa Penida mulai mencari alternatif usaha lain, bahkan ada yang akhirnya terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pasalnya akibat wabah virus corona, harga sapi di Kecamatan Nusa Penida anjlok. Peternak yang tidak mau merugi akhirnya memilih untuk mempertahankan sapi-sapinya hingga harga sapi normal kembali.

Salah seorang peternak sapi, I Nengah Dharmawan yang juga Ketua Kelompok Ternak Gelagah Mandiri, Nusa Penida mengungkapkan, pakan sapi di Nusa Penida saat ini sedang berlimpah karena hujan kerap turun di wilayah tersebut akhir-akhir ini.

Namun sayang, harga sapi justru anjlok lebih dari 50 persen dari harga normal. Penurunan harga sapi itu terjadi menurutnya akibat dampak dari wabah virus corona.

“Biasanya bibit sapi betina usia 7 bulan harganya lebih dari Rp 5 juta per ekor. Sekarang ditawar Rp 1,5 juta – Rp 3 juta per ekor. Harga sapi jantan biasanya di atas Rp 10 juta per ekor. Sekarang ditawar Rp 6 juta per ekor,” ungkap Dharmawan.

Rendahnya harga sapi saat ini membuat para peternak akhirnya mempertahankan sapi-sapi peliharaannya.

Hanya saja hal itu membuat para peternak tidak memiliki pemasukan. Sehingga mereka akhirnya mencari celah di sektor lain agar bisa tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Seperti menanam komoditi bumbu dapur, sayur-mayur dan lainnya. “Karena akan memasuki musim kemarau, ada rasa waswas akan kekurangan air kalau tetap menanam

sayur-mayur dan lainnya langsung di lahan pertanian. Sehingga kami sekarang lebih memilik menggunakan polybag karena lebih irit air,” katanya.

Lantaran baru mulai menanam, para peternak itu pun harus menunggu hingga masa panen. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat ini, akhirnya ada yang terpaksa berutang.

Untung saja jiwa tolong-menolong warga di Nusa Penida menurutnya masih sangat tinggi sehingga tidak sampai ada warga Nusa Penida yang kelaparan.

“Untuk makan sepertinya tidak ada masalah kalau mau berusaha. Dari dulu warga Nusa Penida terbiasa hidup susah dengan kondisi geografis seperti ini.

Yang berat itu untuk bayar utang. Karena banyak warga yang terjun ke industri pariwisata dan membuat akomodasi pariwisata dengan berutang,” ujarnya.

Lebih lanjut pihaknya mengajak masyarakat untuk bangkit dan berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri.

Sebab dengan situasi seperti ini, menurutnya pemerintah sangat kewalahan sehingga hanya akan melahirkan rasa kecewa jika menaruh harapan besar terhadap perhatian pemerintah.

“Dan saya lihat sudah banyak masyarakat berinovasi untuk bisa bangkit di tengah kondisi seperti ini. Banyak warga yang datang ke saya untuk belajar sistem

pertanian hidroponik dan juga di polybag. Saya juga sekarang beternak ayam pedaging karena jualnya jauh lebih mudah dibandingkan dengan sapi di tengah situasi serba sulit seperti ini,” tandasnya. 

NUSA PENIDA – Peternak sapi di Kecamatan Nusa Penida mulai mencari alternatif usaha lain, bahkan ada yang akhirnya terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pasalnya akibat wabah virus corona, harga sapi di Kecamatan Nusa Penida anjlok. Peternak yang tidak mau merugi akhirnya memilih untuk mempertahankan sapi-sapinya hingga harga sapi normal kembali.

Salah seorang peternak sapi, I Nengah Dharmawan yang juga Ketua Kelompok Ternak Gelagah Mandiri, Nusa Penida mengungkapkan, pakan sapi di Nusa Penida saat ini sedang berlimpah karena hujan kerap turun di wilayah tersebut akhir-akhir ini.

Namun sayang, harga sapi justru anjlok lebih dari 50 persen dari harga normal. Penurunan harga sapi itu terjadi menurutnya akibat dampak dari wabah virus corona.

“Biasanya bibit sapi betina usia 7 bulan harganya lebih dari Rp 5 juta per ekor. Sekarang ditawar Rp 1,5 juta – Rp 3 juta per ekor. Harga sapi jantan biasanya di atas Rp 10 juta per ekor. Sekarang ditawar Rp 6 juta per ekor,” ungkap Dharmawan.

Rendahnya harga sapi saat ini membuat para peternak akhirnya mempertahankan sapi-sapi peliharaannya.

Hanya saja hal itu membuat para peternak tidak memiliki pemasukan. Sehingga mereka akhirnya mencari celah di sektor lain agar bisa tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Seperti menanam komoditi bumbu dapur, sayur-mayur dan lainnya. “Karena akan memasuki musim kemarau, ada rasa waswas akan kekurangan air kalau tetap menanam

sayur-mayur dan lainnya langsung di lahan pertanian. Sehingga kami sekarang lebih memilik menggunakan polybag karena lebih irit air,” katanya.

Lantaran baru mulai menanam, para peternak itu pun harus menunggu hingga masa panen. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saat ini, akhirnya ada yang terpaksa berutang.

Untung saja jiwa tolong-menolong warga di Nusa Penida menurutnya masih sangat tinggi sehingga tidak sampai ada warga Nusa Penida yang kelaparan.

“Untuk makan sepertinya tidak ada masalah kalau mau berusaha. Dari dulu warga Nusa Penida terbiasa hidup susah dengan kondisi geografis seperti ini.

Yang berat itu untuk bayar utang. Karena banyak warga yang terjun ke industri pariwisata dan membuat akomodasi pariwisata dengan berutang,” ujarnya.

Lebih lanjut pihaknya mengajak masyarakat untuk bangkit dan berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri.

Sebab dengan situasi seperti ini, menurutnya pemerintah sangat kewalahan sehingga hanya akan melahirkan rasa kecewa jika menaruh harapan besar terhadap perhatian pemerintah.

“Dan saya lihat sudah banyak masyarakat berinovasi untuk bisa bangkit di tengah kondisi seperti ini. Banyak warga yang datang ke saya untuk belajar sistem

pertanian hidroponik dan juga di polybag. Saya juga sekarang beternak ayam pedaging karena jualnya jauh lebih mudah dibandingkan dengan sapi di tengah situasi serba sulit seperti ini,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/