33.9 C
Jakarta
18 Oktober 2024, 15:28 PM WIB

Bisnis Kopi Pedesaan Kian Eksis, Per Bulan Omzet Tembus Rp 15 Juta

BANJAR – Salah satu lini usaha yang mampu eksis ditengah masifnya penyebaran Covid-19 adalah bisnis kopi. Kopi memang hampir masuk di semua kalangan.

Bahkan, saat ini kopi digemari kalangan millenial. Apalagi, ada imbauan bagi warga agar tidak berpergian keluar membuat kopi makin banyak diburu untuk disuguhkan setiap harinya.

Peluang bisnis kopi pedesaan inilah yang masih dilakoni oleh Ketut Rusbianto, warga di Dusun Ideran, Desa Kayuputih, Banjar, Buleleng.

Bisnis kopi miliknya yang yang dikemas dalam bentuk sachet sama sekali tidak terpengaruh virus corona.

“Penjualan kopi memang menurun. Tapi, penurunan terjadi pada hotel dan restaurant yang tutup. Justu permintaan kopi mengalami peningkatan di masyarakat.

Lantaran banyak warga masyarakat yang berdiam diri di rumah. Sehingga kopi dipesan untuk menemani mereka ketika berada rumah bersama keluarga,” papar Ketut Rusbianto.

Diakui Rusbianto, bisnis kopi bubuk miliknya sudah ia geluti sejak 1989. Awalnya dia bekerja sendiri mengolah biji kopi robusta khas yang ada di desanya.

Namun kini telah mempekerjakan sekitar 3 tenaga kerja. Untuk bahan baku kopi diambil langsung dari petani di desa.

Cara pengolahan kopi milik Rusbianto terbilang masih sederhana. Kopi yang dikumpulkan dari para petani langsung dilakukan sortasi pemilihan buah kopi untuk dipisahkan antara biji kopi yang berukuran sedang dan besar.

Selanjutnya dilakukan proses penjemuran jika kopi dalam kondisi basah. Setelah kondisi kering biji kopi disangrai dengan alat masih sederhana. Barulah kopi digiling pada akhir hingga proses pengemasan.

“Setiap harinya saya rata-rata mampu memproduksi kopi hingga 80 kilogram bubuk kopi. Namun pandemi corona hanya dapat produksi 60 kilogram. Untuk per kilogram bubuk kopi saya jual Rp 50 ribu,” ujarnya.  

Dari sisi omzet turun sedikit. Biasanya omset Rusbianto dapat dalam sebulan mencapai Rp 25 juta. Sekarang hanya mampu tembus Rp 15-18 juta setiap bulannya.

Kendati menurun, produksi kopi tetap berjalan normal. Sejatinya dalam memproduksi kopi yang dibutuhkan kualitas kopi.

“Itu yang tetap kami jaga sehingga tetap mampu bertahan disaat kondisi ekonomi di Bali sedang terpuruk,” jelasnya.  

Agar penjualan kopi terus bisa bertahan ditengah pandemi Covid-19, kata Rusbianto, selain langsung dipasarkan ke toko, warung dan kedai kopi, juga dijual secara daring melalui media sosial.

Penjualan daring inilah yang dimanfaat masyarakat untuk memesan kebutuhan ketika berdiam diri di rumah.

“Kalau untuk permintaan kopi selain memenuhi kebutuhan Buleleng. Juga kebutuhan Denpasar, Badung dan kabupaten lainnya,” pungkasnya. 

BANJAR – Salah satu lini usaha yang mampu eksis ditengah masifnya penyebaran Covid-19 adalah bisnis kopi. Kopi memang hampir masuk di semua kalangan.

Bahkan, saat ini kopi digemari kalangan millenial. Apalagi, ada imbauan bagi warga agar tidak berpergian keluar membuat kopi makin banyak diburu untuk disuguhkan setiap harinya.

Peluang bisnis kopi pedesaan inilah yang masih dilakoni oleh Ketut Rusbianto, warga di Dusun Ideran, Desa Kayuputih, Banjar, Buleleng.

Bisnis kopi miliknya yang yang dikemas dalam bentuk sachet sama sekali tidak terpengaruh virus corona.

“Penjualan kopi memang menurun. Tapi, penurunan terjadi pada hotel dan restaurant yang tutup. Justu permintaan kopi mengalami peningkatan di masyarakat.

Lantaran banyak warga masyarakat yang berdiam diri di rumah. Sehingga kopi dipesan untuk menemani mereka ketika berada rumah bersama keluarga,” papar Ketut Rusbianto.

Diakui Rusbianto, bisnis kopi bubuk miliknya sudah ia geluti sejak 1989. Awalnya dia bekerja sendiri mengolah biji kopi robusta khas yang ada di desanya.

Namun kini telah mempekerjakan sekitar 3 tenaga kerja. Untuk bahan baku kopi diambil langsung dari petani di desa.

Cara pengolahan kopi milik Rusbianto terbilang masih sederhana. Kopi yang dikumpulkan dari para petani langsung dilakukan sortasi pemilihan buah kopi untuk dipisahkan antara biji kopi yang berukuran sedang dan besar.

Selanjutnya dilakukan proses penjemuran jika kopi dalam kondisi basah. Setelah kondisi kering biji kopi disangrai dengan alat masih sederhana. Barulah kopi digiling pada akhir hingga proses pengemasan.

“Setiap harinya saya rata-rata mampu memproduksi kopi hingga 80 kilogram bubuk kopi. Namun pandemi corona hanya dapat produksi 60 kilogram. Untuk per kilogram bubuk kopi saya jual Rp 50 ribu,” ujarnya.  

Dari sisi omzet turun sedikit. Biasanya omset Rusbianto dapat dalam sebulan mencapai Rp 25 juta. Sekarang hanya mampu tembus Rp 15-18 juta setiap bulannya.

Kendati menurun, produksi kopi tetap berjalan normal. Sejatinya dalam memproduksi kopi yang dibutuhkan kualitas kopi.

“Itu yang tetap kami jaga sehingga tetap mampu bertahan disaat kondisi ekonomi di Bali sedang terpuruk,” jelasnya.  

Agar penjualan kopi terus bisa bertahan ditengah pandemi Covid-19, kata Rusbianto, selain langsung dipasarkan ke toko, warung dan kedai kopi, juga dijual secara daring melalui media sosial.

Penjualan daring inilah yang dimanfaat masyarakat untuk memesan kebutuhan ketika berdiam diri di rumah.

“Kalau untuk permintaan kopi selain memenuhi kebutuhan Buleleng. Juga kebutuhan Denpasar, Badung dan kabupaten lainnya,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/