MANGUPURA – Pemungutan pajak di Kabupaten Badung telah menerapkan sistem online. Namun kenyataannya dengan sistem daring tersebut malah menimbulkan piutang pajak.
Hal ini pun dikritisi oleh Fraksi Badung Gede DPRD Badung saat pemandangan umumnya rapat paripurna dewan, Senin (9/11) lalu. Pasalnya dalam sistem pemungutan pajak tersebut perlu dievaluasi kembali.
“Ada kecenderungan dan kurang transparannya pemungut pajak. Pajak yang sudah dibayar oleh wajib pajak, tidak disetor ke kas daerah dan menjadi piutang yang harus ditagih oleh pemerintah.
Karena itu kami meminta pemerintah perlu menyampaikan jumlah piutang pajak sebelum Covid-19 dan piutang pajak pada saat Covid-19,” ungkap anggota DPRD Badung I Gede Aryantha.
Politisi Gerindra ini menegaskan, piutang pajak terkadang sulit ditagih lebih-lebih perusahaan tersebut telah masuk kategori pailit atau bangkrut.
“Kami meminta Pemkab Badung terutama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Badung untuk melakukan berbagai upaya dan inovasi,
khususnya dalam rangka optimalisasi pendapatan dari pajak hotel dan restoran (PHR) dengan mengoptimalkan pemungutan pajak lewat online sistem dengan riil time, ” bebernya.
Di Badung sejatinya masih banyak hotel dan restoran di Kabupaten Badung yang menunggak pajak.
Bahkan, hingga Oktober 2020 terdapat 1.311 Wajib Pajak (WP) yang belum memenuhi kewajiban, yakni terdiri dari 779 WP yang bergerak di bidang perohotelan dan 532 WP yang bergerak di bidang restaurant.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Pasedahan Agung I Made Sutama mengatakan,
sistem online pajak telah berjalan baik dalam rangka mewujudkan transparansi dan percepatan penyampaian data informasi perpajakan daerah.
“Pada prinsipnya kami sangat setuju adanya usulan dewan, namun sistem ini (online) sudah berjalan dengan baik.
Wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak melalui fasilitas perbankan secara online,” jelas birokrat asal Pecatu, Kuta Selatan ini.
Lebih lanjut, implementasi online sistem pajak daerah selama ini menjadi perhatian Gubernur Bali serta KPK, khususnya mengenai pemanfaatan alat dan sistem monitoring.
Terlebih Gubernur Bali menerbitkan Pergub Bali No 2 Tahun 2019 tentang integrasi sistem dan data pajak hotel dan restoran kabupaten kota secara elektronik.
Sementara terkait pengawasan KPK sudah memberikan masukan agar pengawasan pemanfaatan alat dan sistem monitoring menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat.
Sehingga dengan adanya pengawasan dari seluruh pemangku kepentingan, wajib pajak akan merasa terus diawasi, sehingga akan menunaikan kewajibannya dengan baik.
“Seperti dengan cara meminta struk tanda bukti transaksi kepada hotel dan restoran yang telah terpasang alat dan sistem monitoring, sehingga nantinya akan bermuara pada peningkatan PAD di Kabupaten Badung,” pungkasnya.