25.9 C
Jakarta
25 April 2024, 3:59 AM WIB

Berawal Iseng, Ubah Akar Bambu Jadi Karya Seni, Omzet Puluhan Juta

Berawal dari Iseng, Ubah Akar Bambu Jadi Karya Seni, Omzet Puluhan Juta

Banyak cara menyalurkan inspirasi kesenian. Uniknya dalam menelurkan karya seni, tak sedikit para seniman memanfaatkan bahan yang  dianggap orang tidak berharga, tapi akhirnya disulap menjadi karya bernilai seni tinggi.

 

ZULFIKA RAHMAN, Bangli

KREATIF. Itulah sosok Kadek Sudanco, seniman yang menetap di Banjar Sribatu, Kecamatan Susu, Bangli.

Berkat tangan dinginnya, Sudanco mampu menyulap bonggol bambu (akar bambu) menjadi karya seni bernilai tinggi.

Anggapan orang pohon bambu dan akarnya tak punya nilai guna kecuali batangnya yang dimanfaatkan untuk gedek, berangsur sirna.

Ditemui di kediamannya, pria 42 tahun ini mengatakan, modal awal dia hanya iseng. Berawal tahun 1999, Sudanco yang dulu berprofesi

sebagai pembuat bade (tempat jenazah untuk ngaben) main ke sebuah kebun di dekat rumahnya di Banjar Penida Kelod, Tembuku.

Tak sengaja melihat beberapa bonggol bambu yang berserakan. Bonggol bambu itu lalu dibawa pulang.

“Saya bawa pulang, dan saya tidak berpikir akan membuat sebuah karya seni. Niat saya hanya membawa pulang saja,” ujarnya.

Sesampainya di rumah, dirinya tidak langsung membuat karya seni dari bambu itu. Dia diamkan beberapa hari. Mendadak muncul inspirasi. Lantas, dia mengambil pahat dan mulai memahat dengan hati-hati.

Dalam kurun waktu seminggu, dirinya berhasil membuat hasil karya dari akar bambu. “Pertama kali saya buat topeng monyet kalau nggak salah.

Selanjutnya saya amplas dan saya finishing dengan pelitur untuk memperhalus. Dan ternyata hasilnya lumayan,” kenangnya.

Setelah beberapa hari kerajinan tersebut selesai, dia lantas menitipkan ke kakaknya yang saat itu mengikuti PKB 1999.

Sepulang dari Art Center Denpasar, sang kakak membawa kabar gembira jika hasil karyanya mendapat respon masyarakat.

“Kata kakak saya, banyak yang tanya. Dan ada yang membeli karena suka dengan kerajinan bongkol bambu buatan saya,” jelasnya.

Dia lantas mulai serius menekuni seni bonggol bambu. Bak gayung bersambut, banyak karya akar bambu yang dia hasilkan.

Modelnya pun beragam. Pesanan demi pesanan berdatangan dari berbagai daerah, termasuk Bangli sendiri.

“Sekitar tahun 2001 banyak pesanan berdatangan. Karena banyak pesanan saya mempekerjakan karyawan untuk membantu,” tuturnya. Sudanco mengakui, awal mula menggeluti kerajinan ini cukup mengalami kesulitan.

Untuk satu kerajinan akar bambu dia selesaikan dalam kurun waktu enam hari. Seiring berjalannya waktu, dia semakin mahir.

“Saat ini, untuk satu kerajinan saya bisa garap dalam satu hari saja. Terlebih sudah memiliki 10 karyawan,” ungkapnya.

Dulunya untuk memperoleh akar bambu tidak mengeluarkan biaya. Cukup mencari ke kebun. Namun, sekarang dia terpaksa membeli ke penjual bambu di seputaran Bangli lantaran bahan yang dibutuhkan cukup banyak.

Awal mula pembuatannya yakni mengukir terlebih dahulu akar bambu yang mentah. Akar bambu yang digunakan yakni yang baru dicabut.

Jika sudah berdiam lama, akan sulit dibentuk. Selanjutnya melakukan pemahatan dengan alat pahat, sesuai yang diinginkan.

“Untuk tema, inspirasi harus jalan terus. Karena harus mengeluarkan model yang berganti-ganti,” ucap Sudanco.

Sistem pemahatan dilakukan mengikuti bentuk garis pensil yang telah ditentukan untuk mempermudah pemahatan dan juga tidak merusak objek.

Pemahatan dilakukan dengan hati-hati. Dibutuhkan ketelitian untuk menghasilkan karya seni yang baik.

“Misalnya saya membentuk replica burung, jadi harus digambar dulu pada bonggol bambu. Setelah jadi, baru dijemur kembali dalam satu hari untuk mendapat hasil yang maksimal,” bebernya.

Setelah dijemur, kerajinan bonggol bambu kemudian diamplas untuk memperhalus permukaan. Baru setelah itu dicuci untuk membersihkan sisa kotoran.

Sudanco mengatakan hampir tidak menemukan kesulitan apapun. Pasalnya, pria yang kini memiliki art shop di Tegalalang Gianyar ini sudah berpuluh-puluh tahun menggeluti kerajinan tersebut.

Hanya saja untuk lamanya pembuatan ditentukan dari jenis atau objek yang dibuat. Untuk tingkatan model monster atau orang secara utuh, waktu yang dibutuhkan sekitar satu minggu.

“Pernah saya buat hingga enam bulan, yakni miniature perkampungan. Itu saya buat dengan sangat lama, karena butuh kejelian dan pemikiran,” tuturnya.

Pernah pula dirinya membuat patung hanoman dan ditawar wisatawan seharga 1,5 juta. Untuk satu akar bambu dirinya membeli kepada penjual seharga Rp 6000 rupiah.

“Bambu yang digunakan ada dua jenis yakni bambu petung dan bambu tali,” bebrnya. Dari bisnisnya ini, dalam sebulan dia mampu meraup omzet Rp 50 juta.

“Untuk yang biasa saya jual dengan harga Rp 35 ribu. Kalau modelnya lebih bagus, bisa sampai Rp 500 ribu,” pungkasnya.

Berawal dari Iseng, Ubah Akar Bambu Jadi Karya Seni, Omzet Puluhan Juta

Banyak cara menyalurkan inspirasi kesenian. Uniknya dalam menelurkan karya seni, tak sedikit para seniman memanfaatkan bahan yang  dianggap orang tidak berharga, tapi akhirnya disulap menjadi karya bernilai seni tinggi.

 

ZULFIKA RAHMAN, Bangli

KREATIF. Itulah sosok Kadek Sudanco, seniman yang menetap di Banjar Sribatu, Kecamatan Susu, Bangli.

Berkat tangan dinginnya, Sudanco mampu menyulap bonggol bambu (akar bambu) menjadi karya seni bernilai tinggi.

Anggapan orang pohon bambu dan akarnya tak punya nilai guna kecuali batangnya yang dimanfaatkan untuk gedek, berangsur sirna.

Ditemui di kediamannya, pria 42 tahun ini mengatakan, modal awal dia hanya iseng. Berawal tahun 1999, Sudanco yang dulu berprofesi

sebagai pembuat bade (tempat jenazah untuk ngaben) main ke sebuah kebun di dekat rumahnya di Banjar Penida Kelod, Tembuku.

Tak sengaja melihat beberapa bonggol bambu yang berserakan. Bonggol bambu itu lalu dibawa pulang.

“Saya bawa pulang, dan saya tidak berpikir akan membuat sebuah karya seni. Niat saya hanya membawa pulang saja,” ujarnya.

Sesampainya di rumah, dirinya tidak langsung membuat karya seni dari bambu itu. Dia diamkan beberapa hari. Mendadak muncul inspirasi. Lantas, dia mengambil pahat dan mulai memahat dengan hati-hati.

Dalam kurun waktu seminggu, dirinya berhasil membuat hasil karya dari akar bambu. “Pertama kali saya buat topeng monyet kalau nggak salah.

Selanjutnya saya amplas dan saya finishing dengan pelitur untuk memperhalus. Dan ternyata hasilnya lumayan,” kenangnya.

Setelah beberapa hari kerajinan tersebut selesai, dia lantas menitipkan ke kakaknya yang saat itu mengikuti PKB 1999.

Sepulang dari Art Center Denpasar, sang kakak membawa kabar gembira jika hasil karyanya mendapat respon masyarakat.

“Kata kakak saya, banyak yang tanya. Dan ada yang membeli karena suka dengan kerajinan bongkol bambu buatan saya,” jelasnya.

Dia lantas mulai serius menekuni seni bonggol bambu. Bak gayung bersambut, banyak karya akar bambu yang dia hasilkan.

Modelnya pun beragam. Pesanan demi pesanan berdatangan dari berbagai daerah, termasuk Bangli sendiri.

“Sekitar tahun 2001 banyak pesanan berdatangan. Karena banyak pesanan saya mempekerjakan karyawan untuk membantu,” tuturnya. Sudanco mengakui, awal mula menggeluti kerajinan ini cukup mengalami kesulitan.

Untuk satu kerajinan akar bambu dia selesaikan dalam kurun waktu enam hari. Seiring berjalannya waktu, dia semakin mahir.

“Saat ini, untuk satu kerajinan saya bisa garap dalam satu hari saja. Terlebih sudah memiliki 10 karyawan,” ungkapnya.

Dulunya untuk memperoleh akar bambu tidak mengeluarkan biaya. Cukup mencari ke kebun. Namun, sekarang dia terpaksa membeli ke penjual bambu di seputaran Bangli lantaran bahan yang dibutuhkan cukup banyak.

Awal mula pembuatannya yakni mengukir terlebih dahulu akar bambu yang mentah. Akar bambu yang digunakan yakni yang baru dicabut.

Jika sudah berdiam lama, akan sulit dibentuk. Selanjutnya melakukan pemahatan dengan alat pahat, sesuai yang diinginkan.

“Untuk tema, inspirasi harus jalan terus. Karena harus mengeluarkan model yang berganti-ganti,” ucap Sudanco.

Sistem pemahatan dilakukan mengikuti bentuk garis pensil yang telah ditentukan untuk mempermudah pemahatan dan juga tidak merusak objek.

Pemahatan dilakukan dengan hati-hati. Dibutuhkan ketelitian untuk menghasilkan karya seni yang baik.

“Misalnya saya membentuk replica burung, jadi harus digambar dulu pada bonggol bambu. Setelah jadi, baru dijemur kembali dalam satu hari untuk mendapat hasil yang maksimal,” bebernya.

Setelah dijemur, kerajinan bonggol bambu kemudian diamplas untuk memperhalus permukaan. Baru setelah itu dicuci untuk membersihkan sisa kotoran.

Sudanco mengatakan hampir tidak menemukan kesulitan apapun. Pasalnya, pria yang kini memiliki art shop di Tegalalang Gianyar ini sudah berpuluh-puluh tahun menggeluti kerajinan tersebut.

Hanya saja untuk lamanya pembuatan ditentukan dari jenis atau objek yang dibuat. Untuk tingkatan model monster atau orang secara utuh, waktu yang dibutuhkan sekitar satu minggu.

“Pernah saya buat hingga enam bulan, yakni miniature perkampungan. Itu saya buat dengan sangat lama, karena butuh kejelian dan pemikiran,” tuturnya.

Pernah pula dirinya membuat patung hanoman dan ditawar wisatawan seharga 1,5 juta. Untuk satu akar bambu dirinya membeli kepada penjual seharga Rp 6000 rupiah.

“Bambu yang digunakan ada dua jenis yakni bambu petung dan bambu tali,” bebrnya. Dari bisnisnya ini, dalam sebulan dia mampu meraup omzet Rp 50 juta.

“Untuk yang biasa saya jual dengan harga Rp 35 ribu. Kalau modelnya lebih bagus, bisa sampai Rp 500 ribu,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/