SINGARAJA – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Buleleng mulai mengembangkan benih padi varietas baru M70D.
Mereka melakukan uji coba (demplot) benih padi M70D pada luas lahan sekitar 7,75 hektare yang tersebar di setiap kecamatan di Buleleng.
Lokasi penanaman padi berada pada lahan pertanian di Desa Bungkulan dengan luas sekitar 3,5 hektare, Desa Sangsit, Sawan 1 hektare,
Desa Kerobokan, Buleleng 1 hektare, Desa Sarimekar Sukasada 1,5 hektare, Desa Kedis Busungbiu 50 are dan Desa Joanyar, Seririt sekitar 50 are.
Ketua HKTI Buleleng I Ketut Mertaya mengatakan, benih padi M70D hasil penelitian dan persilangan padi oleh HKTI Nasional baru pertama kali ditanam di Bali dengan memilih lokasi di Buleleng.
Keunggulan dari padi M70D usai panen lebih singkat dibandingkan dengan padi jenis lainnya. “Waktu dari tanam sampai panen selama 70 hari.
Kemudian ditambah dengan masa pembenihan paling lama 15 hari. Jadi, singkat dengan waktu satu bulan dari panen padi biasanya
yang membutuhkan waktu sekitar 110 hari sampai 115 hari. Itu belum ditambah waktu pembenihan selama 20 hari,” ujar I Ketut Mertaya kemarin.
Dia menyebut lokasi ujicoba penanaman padi M70D menyebar di setiap kecamatan di Kabupaten Buleleng.
Namun, untuk uji coba pertama kali ditanam di daerah Sarimekar, Sukasada. Baru kemudian diikuti daerah lainnya.
Yang lebih menarik ketika M70D ditanam. Perlakuan dan cara tanam lebih banyak menggunakan pupuk organik. Kendati masih menggunakan pupuk kimia.
Sebelum padi M70D ditanam, pupuk organik diaplikasikan lebih dahulu. Istilah lahan pertanian dilakukan normalisasi dengan memberikan pupuk organik yang terbuat dari kotoran sapi.
Baik pupuk cair dan padat pada lahan pertanian. Setelah itu baru tanah pertanian digemburkan dan didiamkan selama satu minggu.
Fungsi pupuk organik diberikan pada lahan pertanian menggunakan pemusnahan mikroba bakteri. Kemudian mencegah hama gulma atau rumput.
“Barulah proses tanam benih padi M70D yang berumur 15 hari. Artinya padi yang ditanam sudah mampu menyerap pupuk organik yang sudah bercampur tanah,” ungkapnya.
Dijelaskan pupuk kimia akan diberikan setelah padi M70D berusia 7 hari setelah ditanam. Namun, pupuk kimia seperti urea dan NSP lebih sedikit digunakan.
Sesekali saja digunakan. Sisanya hingga menjelang proses panen lebih banyak menggunakan pupuk organik.
“Jadi, penggunaan pupuk organik pada M70D adalah satu cara menyiasati penggunaan pupuk kimia,” tuturnya.
Keuntungan lain dari penanaman padi M70D, yakni mengurangi biaya operasional petani saat penanaman padi.
Misal dalam 1 hektare dengan biaya sebesar Rp 7 juta mulai dari pembelian pupuk, bibit hingga pemeliharaan, namun dengan menanam padi M70D, petani mampu berhemat.
Pasalnya, beban biaya yang dikeluarkan hanya Rp 5 juta. “Untuk bibit M70D kami gelontor kepada petani dengan 20 kilogram setiap satu hektare lahan,” tandasnya.
Made Dana, petani Desa Sarimekar Subak Buwug mengaku, padi M70D yang dia tanam sudah berusia 20 hari.
Perbandingan dengan padi jenis Inpari yang dia tanam sebelumnya memang jauh berbeda. Mulai dari cara penanaman hingga proses pemeliharaan.
Cara penanaman memang dilakukan dengan menyebarkan pupuk organik padat kotoran sapi di lahan pertanian. Kemudian baru disemprot dengan pupuk cair.
Dari sisi pertumbuhan lebih cepat. M70D dengan usia 10 hari tinggi tanaman padi sudah mencapai siku orang dewasa.
Sedangkan padi jenis inpari satu bulan baru tinggi mencapai siku orang dewasa. Dengan usia 20 hari belum terlihat ada hama atau gulma di sekeliling padi M70D.
Sementara padi lainnya sudah tampak dan harus dibersihkan setiap hari. “Saat ini di Desa Sarimekar Subak Buwug sudah mulai banyak petani yang berminat menanam benih padi M70D,
namun karena bibit masih sedikit sehingga kami berencana mengembangkan lebih banyak lagi,” pungkasnya.