29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:26 AM WIB

DPR RI Bujuk Kembangkan Geothermal, Pemprov Bali Tolak Mentah-mentah

DENPASAR – Masalah kemandirian listrik menjadi masalah klasik di Bali. Bali akan selalu tergantung dengan sistem kelistrikan Jawa – Bali.

Untuk memangkas persoalan tersebut, Komisi VII DPR RI bertandang ke sekretariat DPRD Bali kemarin. Mereka membujuk Bali agar segera merealisasikan proyek geothermal untuk mendukung kemandirian listrik Bali.

Namun, permintaan DPR RI ditolak mentah-mentah Pemprov Bali. Pasalnya, Bali dari dulu menolak proyek geotermal di Bedugul dengan alasan kesucian dan kawasan hutan lindung,

Di depan anggota DPRD Bali dan Gubernur Bali Wayan Koster, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, Bali bakal menghadapi persoalan defisit energi pada 2024 jika tidak ada pembangkit baru.

Menurutnya, meski sistem interkoneksi Jawa – Bali berjalan lancar, Gus Irawan Pasaribu menyebut pasokan listriknya masih terbatas di 350 MW.

Di lain sisi, solusi yang ditawarkan PLN masih bersifat jangka pendek, seperti mobile power plant dan marine power plant.

Karena itu, proyek geothermal menjadi solusi paling ideal bagi Bali. Dia pun berdalih proyek geotermal tidak akan merusak hutan, melainkan akan merawat hutan itu sendiri.

“Jangan dipikir listrik panas bumi asap ke mana-mana.  Tidak ada asap sama sekali. Tidak ada dampak lingkungan. Ini rahmat Tuhan di Bedugul ada panas bumi. Tentu ada persoalan besar 2024

Bali akan defisit listrik (jika proyek tidak direalisasikan). Karena berdasar analisis, kebutuhan listrik di Bali cukup besar, tapi pasokan terbatas,” kata Gus Irawan Pasaribu meyakinkan.

Diwawancara terpisah, Wakil Gubernur Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati dengan tegas menolak wacana yang dikembangkan Komisi VII DPR RI.

Menurutnya, Bali tidak akan mengorbankan alam dan budaya dengan menghidupkan lagi geotermal. Karena Bali hanya memiliki potensi alam dan budaya yang selama ini menjadi kekuatan pariwisata.

Potensi sumber daya energi memang terbatas. Namun, memaksakan geotermal hanya akan menjadi paradoks.

“Kalau kita ikuti kebutuhan listrik kita, maka budaya kita akan terkorbankan. Oleh sebab itu, harus dicari win-win solution.

Apa tidak ada upaya-upaya lain, di satu sisi sumber budaya kita tidak terganggu, di sisi lain listrik ini terpenuhi,” ujar Wagub Cok Ace.

Cok Ace ini justru menyebut Bali banyak memiliki potensi energi baru terbarukan. Di antaranya, energi matahari dan angin.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik minimal di 2024, Pemprov saat ini juga sudah mengupayakan pembangkit listrik tenaga gas dan energi listrik dari mengolah sampah.

Pemprov Bali meyakini Bali akan menemukan teknologi lain ke depan untuk memenuhi pasokan listrik yang terus tumbuh tiap tahunnya.

“Ini (geothermal) paradoks sekali. Keyakinan masyarakat akan terganggu. Oleh sebab itu, biarlah yang sudah jalan ini, artinya energi dari sampah, kemudian mengganti batubara menjadi gas,” tandasnya. 

DENPASAR – Masalah kemandirian listrik menjadi masalah klasik di Bali. Bali akan selalu tergantung dengan sistem kelistrikan Jawa – Bali.

Untuk memangkas persoalan tersebut, Komisi VII DPR RI bertandang ke sekretariat DPRD Bali kemarin. Mereka membujuk Bali agar segera merealisasikan proyek geothermal untuk mendukung kemandirian listrik Bali.

Namun, permintaan DPR RI ditolak mentah-mentah Pemprov Bali. Pasalnya, Bali dari dulu menolak proyek geotermal di Bedugul dengan alasan kesucian dan kawasan hutan lindung,

Di depan anggota DPRD Bali dan Gubernur Bali Wayan Koster, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, Bali bakal menghadapi persoalan defisit energi pada 2024 jika tidak ada pembangkit baru.

Menurutnya, meski sistem interkoneksi Jawa – Bali berjalan lancar, Gus Irawan Pasaribu menyebut pasokan listriknya masih terbatas di 350 MW.

Di lain sisi, solusi yang ditawarkan PLN masih bersifat jangka pendek, seperti mobile power plant dan marine power plant.

Karena itu, proyek geothermal menjadi solusi paling ideal bagi Bali. Dia pun berdalih proyek geotermal tidak akan merusak hutan, melainkan akan merawat hutan itu sendiri.

“Jangan dipikir listrik panas bumi asap ke mana-mana.  Tidak ada asap sama sekali. Tidak ada dampak lingkungan. Ini rahmat Tuhan di Bedugul ada panas bumi. Tentu ada persoalan besar 2024

Bali akan defisit listrik (jika proyek tidak direalisasikan). Karena berdasar analisis, kebutuhan listrik di Bali cukup besar, tapi pasokan terbatas,” kata Gus Irawan Pasaribu meyakinkan.

Diwawancara terpisah, Wakil Gubernur Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati dengan tegas menolak wacana yang dikembangkan Komisi VII DPR RI.

Menurutnya, Bali tidak akan mengorbankan alam dan budaya dengan menghidupkan lagi geotermal. Karena Bali hanya memiliki potensi alam dan budaya yang selama ini menjadi kekuatan pariwisata.

Potensi sumber daya energi memang terbatas. Namun, memaksakan geotermal hanya akan menjadi paradoks.

“Kalau kita ikuti kebutuhan listrik kita, maka budaya kita akan terkorbankan. Oleh sebab itu, harus dicari win-win solution.

Apa tidak ada upaya-upaya lain, di satu sisi sumber budaya kita tidak terganggu, di sisi lain listrik ini terpenuhi,” ujar Wagub Cok Ace.

Cok Ace ini justru menyebut Bali banyak memiliki potensi energi baru terbarukan. Di antaranya, energi matahari dan angin.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik minimal di 2024, Pemprov saat ini juga sudah mengupayakan pembangkit listrik tenaga gas dan energi listrik dari mengolah sampah.

Pemprov Bali meyakini Bali akan menemukan teknologi lain ke depan untuk memenuhi pasokan listrik yang terus tumbuh tiap tahunnya.

“Ini (geothermal) paradoks sekali. Keyakinan masyarakat akan terganggu. Oleh sebab itu, biarlah yang sudah jalan ini, artinya energi dari sampah, kemudian mengganti batubara menjadi gas,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/