25.6 C
Jakarta
23 November 2024, 6:31 AM WIB

Sulit Cari Buruh Petik, Bisnis Sarang Burung Walet Terancam

RadarBali.com – Sarang burung walet hingga saat ini memiliki nilai jual yang menggiurkan. Untuk harga satu kupak sarang burung walet bisa mencapai Rp 100 ribu.

Sayangnya, sulitnya mencari buruh petik sarang burung walet ditambah dengan tingginya upah buruh petik mengancam bisnis sarang burung walet milik Perusahaan Daerah Nusa Kertha Kosala (PDNKK) Pemkab Klungkung.

Sebab jika sarang burung walet tidak dipetik, lambat laut tempat tersebut akan ditinggalkan burung walet untuk mencari sarang baru.

Direktur Perusahaan Daerah Nusa Kertha Kosala (PDNKK) Klungkung I Wayan Sukadana Kamis (14/9) menuturkan, sarang burung walet yang dikelola PDNKK Pemkab Klungkung berada di Goa Batu Melawang, Nusa Ceningan tepatnya terletak di bawah tebing.

Dengan kondisi geografis seperti itu, pasalnya cukup sulit untuk memetik sarang burung walet di goa tersebut. “Sehingga setiap melakukan pemetikan, kami menggunakan jasa buruh petik,” jelasnya.

Sayangnya perkembangan industri pariwisata di Nusa Penida, membuat jasa buruh peting kian sulit dicari.

Bahkan tarif jasanya terbilang tinggi, yaitu Rp 250 ribu – Rp 300 ribu per orang sedangkan sekali petik pihaknya membutuhkan sekitar 6-9 orang buruh untuk bekerja selama 2-3 hari.

“Tukang petik susah dicari karena dari pada mereka turun untuk memetik sarang burung walet dengan risiko tinggi, lebih baik ke industri pariwisata. Kami sampai mengemis-ngemis untuk meminta bantuan. Ini merupakan salah satu ancaman kami. Kondisi ini terjadi sejak 2-3 tahun yang lalu,” ujar pria asal Desa Suana, Nusa Penida.

Untuk tahun 2017 ini, pihaknya baru melakukan satu kali petik dengan hasil sebanyak 1,7 kilogram sarang burung walet basah.

Setiap satu kilogram sarang burung walet basah bisa menghasilkan 100 kupak yang dijualnya dengan harga Rp 75 ribu per kupak dan biasanya dijual kembali dengan harga Rp 100 ribu per kupak.

“Keuntungan tipis jika dibandingkan dengan biaya operasional. Jadi kalau dulu bisa petik 4 kali, sekarang saya petil dua kali per tahun. Karena kalau tidak dipetik, nanti tidak ada burung walet yang mau bersarang di sana,” katanya.

Selain masalah sulitnya mencari tukang petik, pasalnya transaksi penjualannya juga cukup lambat karena hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang tertarik membeli sarang burung walet.

Oleh karena itu pihaknya berencana untuk mengerjasamakan sarang burung walet berukuran sembilan aren itu dengan perusahaan sarang burung walet.

“Atau solusi kedua, yaitu mengintegrasikannya dengan industri pariwisata. Seperti membuat manisan sarang burung walet atau bubur sarang buru walet yang dalam proses pembuatannya bisa disaksikan langsung oleh para wisatawan.

RadarBali.com – Sarang burung walet hingga saat ini memiliki nilai jual yang menggiurkan. Untuk harga satu kupak sarang burung walet bisa mencapai Rp 100 ribu.

Sayangnya, sulitnya mencari buruh petik sarang burung walet ditambah dengan tingginya upah buruh petik mengancam bisnis sarang burung walet milik Perusahaan Daerah Nusa Kertha Kosala (PDNKK) Pemkab Klungkung.

Sebab jika sarang burung walet tidak dipetik, lambat laut tempat tersebut akan ditinggalkan burung walet untuk mencari sarang baru.

Direktur Perusahaan Daerah Nusa Kertha Kosala (PDNKK) Klungkung I Wayan Sukadana Kamis (14/9) menuturkan, sarang burung walet yang dikelola PDNKK Pemkab Klungkung berada di Goa Batu Melawang, Nusa Ceningan tepatnya terletak di bawah tebing.

Dengan kondisi geografis seperti itu, pasalnya cukup sulit untuk memetik sarang burung walet di goa tersebut. “Sehingga setiap melakukan pemetikan, kami menggunakan jasa buruh petik,” jelasnya.

Sayangnya perkembangan industri pariwisata di Nusa Penida, membuat jasa buruh peting kian sulit dicari.

Bahkan tarif jasanya terbilang tinggi, yaitu Rp 250 ribu – Rp 300 ribu per orang sedangkan sekali petik pihaknya membutuhkan sekitar 6-9 orang buruh untuk bekerja selama 2-3 hari.

“Tukang petik susah dicari karena dari pada mereka turun untuk memetik sarang burung walet dengan risiko tinggi, lebih baik ke industri pariwisata. Kami sampai mengemis-ngemis untuk meminta bantuan. Ini merupakan salah satu ancaman kami. Kondisi ini terjadi sejak 2-3 tahun yang lalu,” ujar pria asal Desa Suana, Nusa Penida.

Untuk tahun 2017 ini, pihaknya baru melakukan satu kali petik dengan hasil sebanyak 1,7 kilogram sarang burung walet basah.

Setiap satu kilogram sarang burung walet basah bisa menghasilkan 100 kupak yang dijualnya dengan harga Rp 75 ribu per kupak dan biasanya dijual kembali dengan harga Rp 100 ribu per kupak.

“Keuntungan tipis jika dibandingkan dengan biaya operasional. Jadi kalau dulu bisa petik 4 kali, sekarang saya petil dua kali per tahun. Karena kalau tidak dipetik, nanti tidak ada burung walet yang mau bersarang di sana,” katanya.

Selain masalah sulitnya mencari tukang petik, pasalnya transaksi penjualannya juga cukup lambat karena hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang tertarik membeli sarang burung walet.

Oleh karena itu pihaknya berencana untuk mengerjasamakan sarang burung walet berukuran sembilan aren itu dengan perusahaan sarang burung walet.

“Atau solusi kedua, yaitu mengintegrasikannya dengan industri pariwisata. Seperti membuat manisan sarang burung walet atau bubur sarang buru walet yang dalam proses pembuatannya bisa disaksikan langsung oleh para wisatawan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/