AMLAPURA – Belakangan ini petani garam di Ameg Karangasem mulai sumringah. Ini karena harga garam belakangan ini mengalami kenaikan Rp 17.500 per kilogramnya.
Menurut Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Garam Amed Bali I Nengah Suanda, harga sekarang ini termasuk bagus.
Dalam kondisi abnormal, harga garam Amed pernah jatuh hingga di harga Rp 2.000 – 5.000 per kilogramnya.
“Ya sekarang ini harga garam cukup bagus,” ujarnya. Harga ini baru masuk harga ditingkat petani. Sementara jika masuk MPIG harga lebih tinggi lagi bisa mencapai Rp 35.000 per kilogram.
Harga di MPIG menjadi mahal karena memang dipilah garam yang bagus dan juga dengan pengemasan khusus.
“Pasar garam di Amed tidak tergantung soal stok dan juga import,” ujar Nengah Suanda. Hal ini terjadi karena garam Amed memang punya pasar tersendiri.
Garam Amed disuplai untuk kebutuhan hotel, restoran bahkan sampai ke Jakarta. Mereka ada yang ambil kemudian di ekspor.
Stok saat ini memang menumpuk, namun harga garam Amed tetap bagus. Selain Amed, Tianyar, Kubu juga merupakan penghasil garam tradisional dengan kualitas bagus.
Hanya saja tetap garam Amed punya kualitas tersendiri. Di mana garam Amed lebih gurih dan kadar asinya juga pas sehingga tidak sampai pahit.
Metode produksi yang masih tradisional berdampak pada rasa. “Ini karena proses filternya masih ditanah,” ujarnya.
Ada kemungkinan kadar pahitnya di serap mineral yang ada di tanah. Sementara untuk tingkat NaCL juga telah di uji Lab Balai Besar Semarang, Jateng.
Di mana garam Amed tingkat NaCL mencapai 94,7 persen. Sehingga kadarnya lebih dari SNI. Hanya saja garam SNI mengandung Yodium. Sementara garam Amed natural dan yodiumnya rendah.
Petani garam di Amed sendiri saat ini ada 24 orang. Mereka ini rata-rata berasal dari Banjar Lebah, Desa Purwekerthi, Abang. Mereka ini selain sebagai petani garam juga jadi nelayan.
Jumlah pengrajin garam di Amed memang menurun. Tahun 1990 saat pariwisata di Amed mulai menggeliat petani garam di Amed mencapai 200 orang.
Lambat laut banyak dari mereka yang banting stir ke bidang pariwisata. Di mana mereka yang menjadi pengrajin garam memang memiliki waktu yang cukup.
Mereka melaut dulu selama tiga jam sementara dari siang sampai sore mereka membuat garam.