RadarBali.com – Ketika hasil tangkapan ikan sedikit, budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA) di tengah laut bisa menjadi solusi bagi nelayan agar tetap mendapat hasil dari laut.
Seperti yang dikembangkan kelompok nelayan di Banjar Tirta Kesuma, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya.
Selain budidaya ikan, potensi perairan selatan Jembrana ini memiliki potensi besar untuk budidaya lobster dan mutiara.
Budidaya ikan dengan KJA di laut Selat Bali ini, sudah dikembangkan nelayan sejak dua tahun terakhir. Salah satunya oleh Kelompok Manik Segara.
Kelompok ini mengembangkan budidaya ikan kerapu, mulai dari jenis kerapu cantik, cantang dan ikan bawal bintang.
“Masa panen tergantung jenis ikannya. Paling cepat ada yang enam bulan bisa panen, paling lama sepuluh bulan, “kata Agus Sulaimi, 37, nelayan anggota Kelompok Manik Segara kepada Jawa Pos Radar Bali.
Selama dua tahun melakukan budidaya ikan ini, hasil yang diperoleh cukup lumayan di saat musim paceklik ikan yang sudah berlangsung setahun lebih.
Setiap panen, bisa mendapat keuntungan sekitar Rp 4 hingga Rp 5 juta sekali panen dari seribu ikan yang dibudidayakan.
Bibit ikan didapat dari swadaya kelompok dan ada juga bantuan dari dinas perikanan Jembrana. Meski hasil yang diperoleh terhitung kecil dibanding hasil tangkapan, tetapi sudah sangat membantu perekonomian masyarakat nelayan.
Kelompoknya, saat ini, membudidayakan ribuan ikan di KJA sekitar 200 meter dari bibir pantai. Potensi yang besar untuk budidaya ikan ini, bukan berarti tidak ada hambatan.
Salah satu kendala yang sering dihadapi adalah ketersediaan pakan. Makanan ikan budidaya ini, ikan sortiran atau ikan yang sudah dibuang karena tidak layak dijual atau dikonsumsi.
Namun sejauh ini, masalah pakan ini tidak menjadi kendala yang berarti, karena hanya membutuhkan sekitar 30 kg untuk setiap 1.000 ekor.
Saat ini, yang masih menjadi masalah cukup besar, masih ada nelayan yang menggunakan obat potasium untuk mencari ikan.
Penggunaan potasium ini, tidak hanya mengancam habitat ikan tangkap. Ikan budidaya juga sangat terpengaruh sehingga bisa menyebabkan kematian ikan.
“Pencemaran laut menentukan tingkat kematian ikan budidaya, apalagi masih ada nelayan yang pakai potasium. Tapi dibanding dengan daerah lain seperti di Jawa Timur yang mencapai 35 persen.
Tingkat kematian ikan budidaya di sini (Candikusuma) terbilang kecil, hanya sekitar 20 persen dari ikan yang dibudidayakan, “jelasnya.
Agus mengungkapkan, selatan laut Jembrana potensi selain untuk budidaya ikan juga berpotensi untuk budidaya lobster. Namun yang paling besar potensinya budidaya mutiara.
Saat ini masih dalam tahap uji coba membudidayakan mutiara. Bibit mutiara di dasar laut sejak beberapa bulan ini.
Namun untuk pengembangan budidaya lebih besar, masih menunggu perizinan dan perintah dari pihak balai pengembangan mutiara.
Dengan potensi yang ada, Agus optimis budidaya mutiara ini berjalan. Karena saat ini sudah ada perusahaan besar yang sudah 14 tahun lebih membudidayakan mutiara di beberapa lokasi di perairan selatan Kecamatan Melaya.
“Kalau tidak berpotensi besar untuk budidaya mutiara, tidak mungkin ada perusahaan bertahan belasan tahun. Kami melihat potensinya sangat besar, makanya kelompok kami mencoba budidaya,” terangnya.