29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:25 AM WIB

Tak Hanya Simpan Pinjam, BUMDes Dituntut Lakukan Ekspansi Usaha

SINGARAJA – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) idealnya tak lagi fokus di unit usaha simpan pinjam. Sebaliknya, BUMDes harus melakukan ekspansi usaha yang lebih masif.

Mengingat kompetisi di bidang simpan pinjam sangat ketat. Hal itu diungkapkan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha (FE Undiksha) Nengah Suarmanayasa.

Pria yang akrab disapa Arman itu mengatakan, tantangan BUMDes pada masa pandemi cukup berat. Terlebih bagi BUMDes yang mengandalkan unit simpan pinjam sebagai tulang punggung.

Mengingat ada banyak debitur yang mengajukan relaksasi kredit selama pandemi. Bila merujuk data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng, hingga akhir tahun 2019 ada 121 desa yang telah memiliki BUMDes.

Dari seratusan desa itu, sebanyak 92 BUMDes diantaranya memiliki unit usaha simpan pinjam. Arman menjelaskan, bila dilihat dari kaca mata makro, desa belum begitu serius membangun BUMDes.

Desa membentuk BUMDes hanya karena ditugaskan oleh pemerintah kabupaten untuk membentuk BUMDes. Sementara unit usaha yang paling cepat dibuat ialah simpan pinjam.

“Sehingga yang terjadi BUMDes kebanyakan usahanya simpan pinjam. Padahal seharusnya ini tidak dibuat. Karena di desa sudah ada LPD.

Belum lagi lembaga keuangan lain, ada koperasi, BPR, bank umum. Ini kompetisinya sangat ketat,” kata Arman.

Idealnya BUMDes tak lagi menjadikan simpan pinjam sebagai tulang punggung usaha. Bila BUMDes membentuk usaha simpan pinjam, tak pelak terjadi tumpang tindih usaha dengan LPD.

Terlebih pangsa pasar yang disasar juga sama. Ia menyarankan agar BUMDes kembali pada jati diri mereka. Arman menyebut setidaknya ada dua latar belakang pendirian BUMDes.

Pertama, BUMDes dibentuk untuk mengembangkan potensi yang ada di masyarakat. Sebut saja seperti potensi pariwisata. Kedua, BUMDes harus menyelesaikan masalah yang ada di desa tersebut.

 “Misalnya di desa itu kesulitan air bersih, ya bentuk unit air minum. Kesulitan mengelola sampah, bentuk unit sampah. Spirit pendirian BUMDes kan itu sebenarnya.

Pertama mengembangkan potensi, kedua menuntaskan masalah yang dihadapi masyarakat desa,” tegas pria yang menulis buku berjudul “Orang Desa Bicara Desa” itu.

Untuk itu ia menyarankan agar pemerintah terus mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di desa.

Sehingga SDM yang unggul bersedia berpartisipasi aktif melakukan pengembangan potensi desa. Terutama lewat BUMDes.

Ia bahkan melihat pandemi menjadi momentum melakukan hal tersebut. “SDM di desa saat ini sedang melimpah.

 Bisa saja orang-orang yang dulunya kerja di pariwisata kemudian pulang kampung, dilibatkan secara aktif membangun desa,” papar Arman.

SINGARAJA – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) idealnya tak lagi fokus di unit usaha simpan pinjam. Sebaliknya, BUMDes harus melakukan ekspansi usaha yang lebih masif.

Mengingat kompetisi di bidang simpan pinjam sangat ketat. Hal itu diungkapkan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha (FE Undiksha) Nengah Suarmanayasa.

Pria yang akrab disapa Arman itu mengatakan, tantangan BUMDes pada masa pandemi cukup berat. Terlebih bagi BUMDes yang mengandalkan unit simpan pinjam sebagai tulang punggung.

Mengingat ada banyak debitur yang mengajukan relaksasi kredit selama pandemi. Bila merujuk data dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng, hingga akhir tahun 2019 ada 121 desa yang telah memiliki BUMDes.

Dari seratusan desa itu, sebanyak 92 BUMDes diantaranya memiliki unit usaha simpan pinjam. Arman menjelaskan, bila dilihat dari kaca mata makro, desa belum begitu serius membangun BUMDes.

Desa membentuk BUMDes hanya karena ditugaskan oleh pemerintah kabupaten untuk membentuk BUMDes. Sementara unit usaha yang paling cepat dibuat ialah simpan pinjam.

“Sehingga yang terjadi BUMDes kebanyakan usahanya simpan pinjam. Padahal seharusnya ini tidak dibuat. Karena di desa sudah ada LPD.

Belum lagi lembaga keuangan lain, ada koperasi, BPR, bank umum. Ini kompetisinya sangat ketat,” kata Arman.

Idealnya BUMDes tak lagi menjadikan simpan pinjam sebagai tulang punggung usaha. Bila BUMDes membentuk usaha simpan pinjam, tak pelak terjadi tumpang tindih usaha dengan LPD.

Terlebih pangsa pasar yang disasar juga sama. Ia menyarankan agar BUMDes kembali pada jati diri mereka. Arman menyebut setidaknya ada dua latar belakang pendirian BUMDes.

Pertama, BUMDes dibentuk untuk mengembangkan potensi yang ada di masyarakat. Sebut saja seperti potensi pariwisata. Kedua, BUMDes harus menyelesaikan masalah yang ada di desa tersebut.

 “Misalnya di desa itu kesulitan air bersih, ya bentuk unit air minum. Kesulitan mengelola sampah, bentuk unit sampah. Spirit pendirian BUMDes kan itu sebenarnya.

Pertama mengembangkan potensi, kedua menuntaskan masalah yang dihadapi masyarakat desa,” tegas pria yang menulis buku berjudul “Orang Desa Bicara Desa” itu.

Untuk itu ia menyarankan agar pemerintah terus mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di desa.

Sehingga SDM yang unggul bersedia berpartisipasi aktif melakukan pengembangan potensi desa. Terutama lewat BUMDes.

Ia bahkan melihat pandemi menjadi momentum melakukan hal tersebut. “SDM di desa saat ini sedang melimpah.

 Bisa saja orang-orang yang dulunya kerja di pariwisata kemudian pulang kampung, dilibatkan secara aktif membangun desa,” papar Arman.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/