29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:04 AM WIB

Keuangan Menipis, Nasib Satwa di Lembaga Konservasi di Bali Terancam

GIANYAR – Pagebluk covid-19 yang terjadi sejak enam bulan belakangan mulai mengancam keberlansungan hidup satwa yang ada di Lembaga Konservasi (LK) di Bali.

Sebagian LK mulai kelimpumgan akibat biaya operasional yang dikeluarkan tak mampu lagi mengcover biaya pemeliharaan satwa.

Dengan kondisi pemasukan yang sangat minim, sejumlah LK di Bali meminta bantuan pemerintah untuk mendapatkan relaksasi pajak mengingat nilai yang dibayarkan selama ini normal seperti sebelum covid-19.

Hal itu disampaikan sejumlah pengelola lembaga konservasi yang berada di bawah naungan Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) dalam jumpa pers di Bali Bird Park kemarin.

Ketua Umum PKBSI Dr H Rahmat Shah menuturkan, sejumlah lembaga konservasi di seluruh Indonesia khususnya di Bali saat ini mengalami dampak yang sangat nyata dan mengkhawatirkan bagi keberlangsungan kehidupan satwa.

“Kunjungan harian sudah tidak bisa lagi memenuhi biaya operasional, untuk membiayai pakan dan obat-obatan satwa, membiayai pegawai, dan biaya operasional lainnya.

Jika tidak segera dicarikan solusi akan menyebabkan kondisi semua lembaga konservasi semakin memprihatinkan,” tutur Rahmat.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pengelola lembaga konservasi untuk mengatasi kondisi sulit ini.

Antara lain melalui substitusi pakan (penyesuaian/penghematan pakan), pengurangan karyawan, pengaturan jam kerja karyawan, penyediaan suplai pakan mandiri, dan penggalangan dana.

Yang menjadi prioritas adalah satwa tetap sehat, terjamin kesejahteraannya, perawatan serta pemeliharaannya bisa berjalan normal.

“Untuk itu kami meminta bantuan pemerintah daerah di Bali untuk bisa membantu kami di saat masa sulit ini. Misalnya dengan memberikan keringanan pajak.

Sejauh ini beberapa LK di Bali seperti Bali Bird Park, Bali Safari sudah mengajukan surat keringanan pajak, tapi belum ada tanggapan. Mungkin saya akan komunikasi lagi kepada petinggi-petinggi di Bali,” katanya.

Terkait sejumlah lembaga konservasi di Bali yang mengandalkan pendapatan dari tiket kunjungan, hal ini tak ditampik Rahmat.

Menurutnya, selama beroperasi, sejumlah lembaga konservasi memiliki keuntungan dari penjualan tiket pengunjung.

Hanya saja dia mengklaim bahwa keuntungan tersebut kembali diberdayakan untuk masing-masing lembaga konservasi.

“Misalnya pembangunan sejumlah fasilitas, dan juga penambahan koleksi satwa. Jadi bukan untuk pribadi,” ucapnya.

Dalam satu bulan, seluruh lembaga konservasi dibawah naungan PKBSI harus mengeluarkan biaya operasional sekitar Rp 35 miliar.

Sementara pajak yang dibayarkan ke masing-masing daerah mencapai setengah triliun lebih. “Kalau sekarang kami diberikan keringanan dengan dibebaskan pajak ini kan bisa

memperpanjang napas kami untuk bangkit lagi. Nanti ketika sudah normal ke depan bisa lebih tinggi pajaknya. Sejumlah daerah seperti Sumatera, Jawa Timur,

Jogjakarta memberikan keringanan tidak dibebaskan biaya pajaknya. Nah, kami berharap Bali bisa memberlakukan yang sama,” harap Rahmat.

Saat ini, jumlah satwa yang dimiliki lembaga konservasi dari PKBSI di seluruh Indonesia mencapai 68 ribu lebih dari 4.912 jenis satwa yang ada.

Dan, sepertiga dari itu, berada di Bali. Khususnya binatang gajah yang cukup banyak keberadaanya di beberapa lembaga konservasi di Bali. 

GIANYAR – Pagebluk covid-19 yang terjadi sejak enam bulan belakangan mulai mengancam keberlansungan hidup satwa yang ada di Lembaga Konservasi (LK) di Bali.

Sebagian LK mulai kelimpumgan akibat biaya operasional yang dikeluarkan tak mampu lagi mengcover biaya pemeliharaan satwa.

Dengan kondisi pemasukan yang sangat minim, sejumlah LK di Bali meminta bantuan pemerintah untuk mendapatkan relaksasi pajak mengingat nilai yang dibayarkan selama ini normal seperti sebelum covid-19.

Hal itu disampaikan sejumlah pengelola lembaga konservasi yang berada di bawah naungan Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) dalam jumpa pers di Bali Bird Park kemarin.

Ketua Umum PKBSI Dr H Rahmat Shah menuturkan, sejumlah lembaga konservasi di seluruh Indonesia khususnya di Bali saat ini mengalami dampak yang sangat nyata dan mengkhawatirkan bagi keberlangsungan kehidupan satwa.

“Kunjungan harian sudah tidak bisa lagi memenuhi biaya operasional, untuk membiayai pakan dan obat-obatan satwa, membiayai pegawai, dan biaya operasional lainnya.

Jika tidak segera dicarikan solusi akan menyebabkan kondisi semua lembaga konservasi semakin memprihatinkan,” tutur Rahmat.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pengelola lembaga konservasi untuk mengatasi kondisi sulit ini.

Antara lain melalui substitusi pakan (penyesuaian/penghematan pakan), pengurangan karyawan, pengaturan jam kerja karyawan, penyediaan suplai pakan mandiri, dan penggalangan dana.

Yang menjadi prioritas adalah satwa tetap sehat, terjamin kesejahteraannya, perawatan serta pemeliharaannya bisa berjalan normal.

“Untuk itu kami meminta bantuan pemerintah daerah di Bali untuk bisa membantu kami di saat masa sulit ini. Misalnya dengan memberikan keringanan pajak.

Sejauh ini beberapa LK di Bali seperti Bali Bird Park, Bali Safari sudah mengajukan surat keringanan pajak, tapi belum ada tanggapan. Mungkin saya akan komunikasi lagi kepada petinggi-petinggi di Bali,” katanya.

Terkait sejumlah lembaga konservasi di Bali yang mengandalkan pendapatan dari tiket kunjungan, hal ini tak ditampik Rahmat.

Menurutnya, selama beroperasi, sejumlah lembaga konservasi memiliki keuntungan dari penjualan tiket pengunjung.

Hanya saja dia mengklaim bahwa keuntungan tersebut kembali diberdayakan untuk masing-masing lembaga konservasi.

“Misalnya pembangunan sejumlah fasilitas, dan juga penambahan koleksi satwa. Jadi bukan untuk pribadi,” ucapnya.

Dalam satu bulan, seluruh lembaga konservasi dibawah naungan PKBSI harus mengeluarkan biaya operasional sekitar Rp 35 miliar.

Sementara pajak yang dibayarkan ke masing-masing daerah mencapai setengah triliun lebih. “Kalau sekarang kami diberikan keringanan dengan dibebaskan pajak ini kan bisa

memperpanjang napas kami untuk bangkit lagi. Nanti ketika sudah normal ke depan bisa lebih tinggi pajaknya. Sejumlah daerah seperti Sumatera, Jawa Timur,

Jogjakarta memberikan keringanan tidak dibebaskan biaya pajaknya. Nah, kami berharap Bali bisa memberlakukan yang sama,” harap Rahmat.

Saat ini, jumlah satwa yang dimiliki lembaga konservasi dari PKBSI di seluruh Indonesia mencapai 68 ribu lebih dari 4.912 jenis satwa yang ada.

Dan, sepertiga dari itu, berada di Bali. Khususnya binatang gajah yang cukup banyak keberadaanya di beberapa lembaga konservasi di Bali. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/