29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:50 AM WIB

Daripada Hibah Wisata Dikorup, Prof Windia Mendesak Stimulus Pertanian

DENPASAR –  Dana hibah pariwisata yang digelontorkan ke Bali senilai Rp1,18 triliun tak ada dampaknya yang signifikan. Bahkan, di Buleleng, dana hibah itu diduga dikorupsi. Namum, sektor lain malah kurang mendapat perhatian.

 

Hal itu pun mendapat kritik dari Guru Besar Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Prof Wayan Windia. Dia mendesak agar ada stimulus untuk sektor petani. 

“Perjuangan stimulus di sektor ekonomi, harus diurus oleh komunitas di sektor itu (pariwisata, Red). Lobinya, harus kuat, katanya. Bahkan kini sektor pariwisata sedang memperjuangkan pinjaman yang sangat lunak,” jelas Prof Windia, Minggu (21/2).

 

Anehnya  juga terdengar tentang perjuangan stimulus untuk industri otomotif. Katanya, itu semuanya adalah pendekatan lobi. “Kalau tidak, jangan harap kebijakan itu bisa keluar. Karena sebelumnya Menkeu sempat menolak kebijakan bebas PPn BM itu. Masalahnya, siapa yang harus memperjuangkan para petani kita, dan mampu melobi Menteri Keuangan? Ternyata tidak ada, kaum elit tidak ada yang tergerak. Dibiarkan saja sektor pertanian terbang-berkembang tanpa pilot,” ungkapnya.

 

Ia mengatakan  nasib kaum orang-orang yang terpinggirkan seperti petani pada masa-masa sulit nyaris tidak ada orang yang hirau. Padahal, sektor pertanian adalah salah satu dari tiga sektor ekonomi yang tidak terkontraksi. Bahkan tumbuh sekitar 2,5 persen.

 

“Kalau ternyata sektor pertanian sudah terbukti menunjukkan taringnya, lalu kenapa sektor ini justru tidak digenjot untuk tumbuh lebih maksimal?,” keluhnya

 

Dia mencontohkan, Koperasi Primer Bali Agro Nusantara saat ini terus mengekspor ketela rambat dan buncis ke Singapore. Dengan demikian, sudah semestinya, sektor pertanian terus dikembangkan agar terus maju.

 

Persoalan stimulus bagi petani sangat dibutuhkan  salah satunya menjadi pertimbangan subak diusulkan sebagai warisan dunia, sempat diadakan survei kepada para petani yang subaknya akan diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dunia. Mereka hanya mengharapkan kepada pemda, agar mereka dibebaskan dari pembayaran pajak PBB. Selanjutnya, agar ada jaminan bahwa air irigasinya terus mengalir ke subaknya. Saya kira sangat sederhana sekali permintaan petani.

“Mereka hanya meminta hal-hal yang relevan dengan persoalan kehidupannya sehari-hari sebagai petani,” tegas Prof Windia. 

 

Sementara yang terjadi saat ini, lanjut dia, ternyata harapan itu belum dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. “Masih banyak subak yang kekurangan air, atau bahkan tidak ada airnya. Karena air untuk irigasi subak, diambil untuk kepentingan PDAM, atau proyek air minum pedesaan. Petani yang secara tradisional (kuna dresta) menggunakan air tersebut, lalu terputus haknya. Demikian pula dalam hal pembayaran pajak PBB,” imbuhnya.

 

Kata dia, stimulus bagi industri otomotif dan sektor pariwisata, hanya akan semakin memperlebar jurang antara kaya-miskin di Indonesia. 

DENPASAR –  Dana hibah pariwisata yang digelontorkan ke Bali senilai Rp1,18 triliun tak ada dampaknya yang signifikan. Bahkan, di Buleleng, dana hibah itu diduga dikorupsi. Namum, sektor lain malah kurang mendapat perhatian.

 

Hal itu pun mendapat kritik dari Guru Besar Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Prof Wayan Windia. Dia mendesak agar ada stimulus untuk sektor petani. 

“Perjuangan stimulus di sektor ekonomi, harus diurus oleh komunitas di sektor itu (pariwisata, Red). Lobinya, harus kuat, katanya. Bahkan kini sektor pariwisata sedang memperjuangkan pinjaman yang sangat lunak,” jelas Prof Windia, Minggu (21/2).

 

Anehnya  juga terdengar tentang perjuangan stimulus untuk industri otomotif. Katanya, itu semuanya adalah pendekatan lobi. “Kalau tidak, jangan harap kebijakan itu bisa keluar. Karena sebelumnya Menkeu sempat menolak kebijakan bebas PPn BM itu. Masalahnya, siapa yang harus memperjuangkan para petani kita, dan mampu melobi Menteri Keuangan? Ternyata tidak ada, kaum elit tidak ada yang tergerak. Dibiarkan saja sektor pertanian terbang-berkembang tanpa pilot,” ungkapnya.

 

Ia mengatakan  nasib kaum orang-orang yang terpinggirkan seperti petani pada masa-masa sulit nyaris tidak ada orang yang hirau. Padahal, sektor pertanian adalah salah satu dari tiga sektor ekonomi yang tidak terkontraksi. Bahkan tumbuh sekitar 2,5 persen.

 

“Kalau ternyata sektor pertanian sudah terbukti menunjukkan taringnya, lalu kenapa sektor ini justru tidak digenjot untuk tumbuh lebih maksimal?,” keluhnya

 

Dia mencontohkan, Koperasi Primer Bali Agro Nusantara saat ini terus mengekspor ketela rambat dan buncis ke Singapore. Dengan demikian, sudah semestinya, sektor pertanian terus dikembangkan agar terus maju.

 

Persoalan stimulus bagi petani sangat dibutuhkan  salah satunya menjadi pertimbangan subak diusulkan sebagai warisan dunia, sempat diadakan survei kepada para petani yang subaknya akan diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dunia. Mereka hanya mengharapkan kepada pemda, agar mereka dibebaskan dari pembayaran pajak PBB. Selanjutnya, agar ada jaminan bahwa air irigasinya terus mengalir ke subaknya. Saya kira sangat sederhana sekali permintaan petani.

“Mereka hanya meminta hal-hal yang relevan dengan persoalan kehidupannya sehari-hari sebagai petani,” tegas Prof Windia. 

 

Sementara yang terjadi saat ini, lanjut dia, ternyata harapan itu belum dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. “Masih banyak subak yang kekurangan air, atau bahkan tidak ada airnya. Karena air untuk irigasi subak, diambil untuk kepentingan PDAM, atau proyek air minum pedesaan. Petani yang secara tradisional (kuna dresta) menggunakan air tersebut, lalu terputus haknya. Demikian pula dalam hal pembayaran pajak PBB,” imbuhnya.

 

Kata dia, stimulus bagi industri otomotif dan sektor pariwisata, hanya akan semakin memperlebar jurang antara kaya-miskin di Indonesia. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/