RadarBali.com – Nelayan Bali yang dulunya sebagai penangkap tuna terbanyak karena banyaknya jumlah kapal tangkap, kini nyaris tinggal kenangan.
Hasil tangkapan tuna dari tahun ke tahun terus melorot. Terlebih di tahun ini, yang mengalami penurunan tangkapan hingga 47 persen.
Sekjen Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI) Bali, Dwi Agus Siswa Putra mengatakan untuk tahun 2017 hingga bulan Juni, tangkapan tuna hanya mencapai 1.913,958 kilogram.
Berdasar data per bulan, tangkapan tuna mengalami peningkatan, namun jika di banding tahun sebelumnya justru penurunan sangat signifikan.
Di tahun 2016, tangkapan tuna mencapai 8.416,14 ton. “Perbandingan turunnya mencapai 47 persen,” sebut Black—sapaan akrabnya Senin kemarin (21/8).
Lebih lanjut dia mengungkapkan, dalam satu bulan di tahun 2016, tangkapan paling kecil berkisar antara 600 sampai 700 ton dan paling tinggi mencapai 900 ton dari empat jenis tuna.
Empat jenis tersebut yakni blue fin tuna, big eye tuna, yellow fin tuna dan jenis albacore. “Tingginya tangkapan karena dulu kapal tangkap yang sangat banyak. Dulu kapal tangkap ikan tuna mencapai 575 unit kapal berbagai ukuran,” bebernya.
Banyak faktor yang memicu turunnya tangkapan tersebut. Mulai dari cuaca yang tidak bersahabat sehingga membuat tuna berada di Pinggir pantai.
Sementara sesuai regulasi wilayah perairan perikanan (WPP) RI untuk menangkap tuna ini harus 60 mil dari bibir pantai.
“Memancing tuna ini bisa sampai tiga bulan, karena wilayah jauh bisa sampai Flores, atau kalau arah Selatan bisa sampai Puger Jember,” kata Agus.
Black menambahkan, selain kondisi tersebut adanya regulasi penerapan peraturan menteri nomor 57 tahun 2014 tentang larangan bongkar muat kapal ikan di tengah laut, ikut memukul.
Untuk menghindari regulasi ini, beberapa kapal beralih jenis tangkapan mulai cumi dan lainnya. “Saat ini kapal tangkapan hanya berjumlah 271 unit di Bali. Dengan aturan ini diberlakukan kami kesulitan ekspor, karena harus ke darat dulu jadi butuh waktu lama. Sedangkan ekspor harus fresh,” pungkasnya.