TABANAN – Wacana Gubenur Bali Wayan Koster mengubah nama Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menjadi Labda Pacingkreman Desa mendapat penolakan keras di Tabanan.
Hal itu terkuak saat DPRD Bali menggelar sosialisasi perubahan nama LDP di depan ketua dan pengurus pakraman desa adat se-Tabanan.
“Tak mendasar sama sekali, ketika wacana mengubah nama LPD menjadi Labda Pacingkreman Desa. Tak ada angin dan hujan tiba-tiba mendadak nama LPD akan dirubah,” sebut Wayan Budiada, pengurus LPD Desa Riang Gede, Penebel.
Menurut Wayan Budiada, nama LPD sudah metaksu dan mendarah daging di masyarakat Bali hampir 34 tahun lebih.
Merubah nama LPD menjadi Labda Pacingkreman Desa sangat tidak tepat, karena mengubah nama LPD implikasi dan dampaknya bermacam-macam.
Mulai dari segi secara ekonomi dan hukum. Apalagi LPD bergerak dengan pihak ketiga, termasuk disana adanya perjanjian-perjanjian dan lainnya.
Angka-angka kredit yang sudah ada dalam perjanjian, seperti apa jadianya nanti jika dirubah namanya. Mau tidak mau harus kembali menyesuaikan dengan nama LPD yang baru.
Sedangkan masyarakat sudah percaya dengan LPD. “Pergantian nama LPD membuat semua menjadi amburadul. Baik dalam pengelolaan nantinya. Saya secara keras sangat menolak mengubah nama LPD menjadi Labda Pacingkreman Desa,” tegasnya.
Belum lagi ada rencana membentuk loka untuk mengubah Lembaga Pengawas LPD yang masuk dalam Ranperda Desa Adat.
Dirinya sangat tidak setuju. Mengapa demikian karena Lembaga Pengawas LPD itu sudah lama terbentuk dan mendampingi LPD sejak berdiri.
“Jika itu dihilangkan secara teknis, ya kalau naik dan dapat berjalan setelah terjadi perubahan nama LPD. Kalau tidak, bisa-bisa kepercayaan masyarakat hilang.
Semua masyarakat yakni nasabah menarik uangnya siapa yang rugi, kan pemerintah daerah. Jangan gara-gara LPD semua menjadi kacau dan implikasi banyak sekali,” bebernya.
Ketimbang merubah nama LPD, seharusnya pemerintah lebih fokus bagaimana meningkatkan kualitas SDM yang ada di LPD.
Dengan memberikan semacam pelatihan perbankan. Baik yang menyangkut sistem pengelolaan LPD dan mengatur rasio keuangan yang ada LPD.
“Bukan wacana merubah nama LPD, saya rasa bukan itu masalahnya. Sehingga di beberapa LPD tidak ada kemacetan atau bangkrut bahkan penyelewengan dana LPD,” tandasnya.
Penolakan keras juga dilontarkan oleh I Made Gurim, pemuncuk LPD Desa Kekeran, Marga. Dia menyatakan menolak keras wacana Gubenur Bali akan mengubah nama LPD.
Karena eksistensi LPD dalam aturan undang-undang tidak tunduk pada aturan hukum positif sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Jika nama dirubah otomatis semua tatanan pengelolaan LPD juga berubah. Ingat LPD atas dasar kepercayaan masyarakat adat dan dijalankan oleh masyarakat adat.
Karena saat ini nama LPD sudah sakral dan magis sudah diterima baik oleh masyarakat. Bahkan nilai aset LPD seluruh Bali mencapai Rp 2,2 triliun.
“Saya menolak keras niat baik Gubernur Bali merubah nama LPD. Mengapa demikian, karena eksistensi LPD menjadi lemah nanti kalau dirubah namanya,” paparnya.
Koordinator Pembahasan Ranperda Desa Adat DPRD Provinsi Bali I Nyoman Parta mengungkapkan adanya penyampaian penolakan soal merubah nama LPD menjadi Labda Pacingkreman Desa saat sosialisasi Ranpeda Desa Adat.
Pihaknya akan menindaklanjuti dengan menyampaikan kepada Pemprov Bali. “Ya, hampir sebagian besar yang memberikan masukan tidak ingin nama LPD dirubah,” ungkap Ketua Komisi IV DPRD Bali.
Sejatinya pihaknya hanya mengundang hanya 300 orang. Tetapi yang hadir tiga kali lipat dari undang. Mungkin banyak pengurus desa adat yang hadir karena ada salah satu materi dalam Ranpeda Desa Adat dimasukkan soal masalah LPD.
“Masukkan nama LPD yang tidak ingin ada perubahan dari pengurus desa adat dan pengurus LPD di Tabanan. Kami akan sampaikan dan menjadi bahan pertimbangan saat rapat dengan eksekutif nantinya,” ujarnya.