GIANYAR – Pandemi Covid-19 yang berlangsung setahun menyebabkan pengunjung Pasar Seni Guwang sepi.
Hal itu berdampak pada pemasukan pedagang di pasar seni. Akibatnya, banyak pedagang yang menunggak iuran pasar.
Kepala Pasar Seni Guwang, Wayan Maja, menyatakan, ada penurunan pengunjung pasar hampir 90 persen.
Ini terjadi sejak pandemi Covid-19. Bahkan, saking sepinya, Pasar Seni Guwang sempat tutup total pada Maret – Agustus 2020.
“Iuran pasar yang dikenakan kepada pedagang secara keseluruhan Rp 48.000 per bulan,” ujar Wayan Maja.
Biaya itu mencakup retribusi pasar Rp 30.000; biaya promosi Rp 5.000; biaya pemeliharaan gedung Rp 5.000; biaya listrik Rp 5.000; dan biaya sampah Rp 3.000.
Kata Maja, dari 677 pedagang, hanya sepertiga yang membayar iuran pasar. Karena dampak pandemi, pedagang ada yang menunggak sampai 6 bulan.
Semestinya, 3 bulan menunggak pedagang mendapatkan surat peringatan (SP3) dan tidak boleh berjualan.
“Tapi berdasar rasa humanis pengelola pasar memberikan kesempatan pedagang untuk berjualan walaupun sudah menunggak sampai 6 bulan,” jelasnya.
Menyiasati hal itu, pengelola Pasar Guwang sudah memediasi para pedagang mendapatkan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) berkoordinasi dengan Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Gianyar.
Maja menambahkan, dulu, sebelum Covid, pedagang yang menunggak biasanya dikenakan denda Rp 5.000 per bulan.
“Kemudahan saat pendemi kebijakan pengelola pasar tidak mengenakan biaya denda atas tunggakan iuran pasar,” imbuhnya.
Pasar Seni Guwang terdiri dari 4 blok dengan 545 lapak. Di Blok A sebanyak 90 meja (los); Blok B sebanyak 220 meja; Blok C, sebanyak 195 meja; dan Blok D sebanyak 21 meja.
Sedangkan, blok D ada 19 meja, namun tidak laku dikontrakkan. Sementara itu, salah satu pedagang lukisan, Komang Giri Handika, menyatakan pedagang selama pandemi ini tetap dikenakan iuran pasar.
“Ini memang risiko sebagai pedagang menempati meja atau los pasar,” ujar Komang Giri Handika. Dalam kondisi Covid, sejumlah pedagang, termasuk Giri tetap berjualan.
Kios miliknya tutup ketika ada hari raya atau acara adat. “Kalau acara adat, Nyepi, Galungan, baru tutup,” terangnya.
Salah satu pedagang souvenir, Luh De, menambahkan, saat pandemi rata-rata memperoleh penjualan Rp 50.000 per hari.
Harga souvenir Rp 10.000-Rp 100.000. Dan untuk baju kaos Rp 15.000-Rp100.000 per pcs.
“Pengunjung saat pandemi hanya membeli souvenir dengan harga yang murah,” pungkasnya. Meski begitu, pihaknya tak patah semangat dalam berjualan.