26.7 C
Jakarta
11 Desember 2024, 1:44 AM WIB

Ujung Pandemi Belum Jelas, Potensi Obral Aset Hotel Bertambah Besar

TABANAN – Para pelaku pariwisata belum dapat berbuat banyak di tengah kondisi Covid-19 yang masih terjadi. Beberapa hotel dan villa pun dirasa tak akan kuat bertahan jika tahun 2021 belum pulih normal dan belum dibukanya penerbangan bagi wisatawan ke Bali.

Di Bali sendiri memang sudah terjadi obral atau penjualan aset akomodasi pariwisata seperti hotel dan restaurant yang dipasarkan secara online marketplace.

 

“Kalau hal ini masih terjadi, maka kami tak bisa berharap banyak. Potensi penjualan hotel, villa dan restaurant pasti akan bertambah banyak,” kata Ketua PHRI Tabanan I Gusti Bagus Made Damara dihubungi, Jumat (26/2).

 

Bukan tanpa sebab mengapa pengusaha hotel dan restaurant harus mengambil langkah menjual aset akomodasi pariwisata mereka. Dijelaskan Damara, ada rentetan peristiwa panjang yang dilalui. Pertama sepi pengunjung (wisatawan) membuat mereka tak mampu memberikan gaji karyawan.

 

Sehingga harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Kemudian biaya pemeliharaan hotel yang mahal. Seperti maintance hotel, biaya listrik, air dan biaya pengaman hotel (security).

 

“Kewalahan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Kemudian kondisi Covid-19 yang berkepanjangan. Muaranya tiada lain penjualan aset hotel terjadi. Maka tahun 2021, apabila kondisi tidak kunjung pulih, peluang penjualan aset hotel lebih besar akan terjadi,” ungkapnya.

 

Damara juga menyebut sebenarnya penjualan hotel, villa dan restaurant sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19 berlangsung. Meski dulunya hotel tersebut masih beroperasi dengan tidak begitu banyak tamu yang datang. Namun Covid-19 yang mewabah ini justru membuat dampak lebih memperparah. Sehingga para pengusaha hotel melelang aset mereka.

 

Khusus di Tabanan sendiri dari 158 pengusaha hotel dan restaurant yang menjadi anggota PHRI Tabanan. Belum ada yang menjual hotel.

 

“Akan tetapi curhatan pengusaha pariwisata untuk menjual aset akomodasi pariwisata mereka sudah ada. Karena tidak ada kepastian kapan kondisi normal dari pemerintah. Kalau ada villa-villa yang dijual dan dipasang dalam marketplace media onine. Itu mungkin villa milik pribadi PHRI Tabanan,” terangnya.

 

Damara menyebut meski banyak pengusaha akomodasi pariwisata di Bali yang sudah menjual aset pariwisata saat ini. Namun belum tentu laku terjual. Karena kondisi saat ini daya beli masyarakat rendah mengingat kondisi ekonomi secara nasional lesu bahkan dunia.

 

Pihaknya berharap pemerintah pusat dan daerah harus memikir perihal kondisi pariwisata tahun 2021 yang sepi wisatawan. Pihaknya sebagai pelaku pariwisata akan optimis ketika keran pariwisata dibuka kembali. Dengan cacatan vaksinasi kepada pekerja pariwisata dilakukan.

 

Kemudian memberikan dana talangan untuk biaya pemulihan hotel (reksturisasi). Karena hotel yang sudah lama terdiam selanjutnya dioperasionalkan kembali justru memakan biaya lebih besar.  

 

“Keran pariwisata tidak harus dibuka kepada wisatawan asing. Namun menyasar wisatawan domestik terlebih dahulu. Mengingat wisatawan domestik Indonesia yang keluar negeri cukup besar setiap tahunnya hampir mencapai 7 ribu wisatawan,” pungkasnya.

TABANAN – Para pelaku pariwisata belum dapat berbuat banyak di tengah kondisi Covid-19 yang masih terjadi. Beberapa hotel dan villa pun dirasa tak akan kuat bertahan jika tahun 2021 belum pulih normal dan belum dibukanya penerbangan bagi wisatawan ke Bali.

Di Bali sendiri memang sudah terjadi obral atau penjualan aset akomodasi pariwisata seperti hotel dan restaurant yang dipasarkan secara online marketplace.

 

“Kalau hal ini masih terjadi, maka kami tak bisa berharap banyak. Potensi penjualan hotel, villa dan restaurant pasti akan bertambah banyak,” kata Ketua PHRI Tabanan I Gusti Bagus Made Damara dihubungi, Jumat (26/2).

 

Bukan tanpa sebab mengapa pengusaha hotel dan restaurant harus mengambil langkah menjual aset akomodasi pariwisata mereka. Dijelaskan Damara, ada rentetan peristiwa panjang yang dilalui. Pertama sepi pengunjung (wisatawan) membuat mereka tak mampu memberikan gaji karyawan.

 

Sehingga harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Kemudian biaya pemeliharaan hotel yang mahal. Seperti maintance hotel, biaya listrik, air dan biaya pengaman hotel (security).

 

“Kewalahan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Kemudian kondisi Covid-19 yang berkepanjangan. Muaranya tiada lain penjualan aset hotel terjadi. Maka tahun 2021, apabila kondisi tidak kunjung pulih, peluang penjualan aset hotel lebih besar akan terjadi,” ungkapnya.

 

Damara juga menyebut sebenarnya penjualan hotel, villa dan restaurant sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19 berlangsung. Meski dulunya hotel tersebut masih beroperasi dengan tidak begitu banyak tamu yang datang. Namun Covid-19 yang mewabah ini justru membuat dampak lebih memperparah. Sehingga para pengusaha hotel melelang aset mereka.

 

Khusus di Tabanan sendiri dari 158 pengusaha hotel dan restaurant yang menjadi anggota PHRI Tabanan. Belum ada yang menjual hotel.

 

“Akan tetapi curhatan pengusaha pariwisata untuk menjual aset akomodasi pariwisata mereka sudah ada. Karena tidak ada kepastian kapan kondisi normal dari pemerintah. Kalau ada villa-villa yang dijual dan dipasang dalam marketplace media onine. Itu mungkin villa milik pribadi PHRI Tabanan,” terangnya.

 

Damara menyebut meski banyak pengusaha akomodasi pariwisata di Bali yang sudah menjual aset pariwisata saat ini. Namun belum tentu laku terjual. Karena kondisi saat ini daya beli masyarakat rendah mengingat kondisi ekonomi secara nasional lesu bahkan dunia.

 

Pihaknya berharap pemerintah pusat dan daerah harus memikir perihal kondisi pariwisata tahun 2021 yang sepi wisatawan. Pihaknya sebagai pelaku pariwisata akan optimis ketika keran pariwisata dibuka kembali. Dengan cacatan vaksinasi kepada pekerja pariwisata dilakukan.

 

Kemudian memberikan dana talangan untuk biaya pemulihan hotel (reksturisasi). Karena hotel yang sudah lama terdiam selanjutnya dioperasionalkan kembali justru memakan biaya lebih besar.  

 

“Keran pariwisata tidak harus dibuka kepada wisatawan asing. Namun menyasar wisatawan domestik terlebih dahulu. Mengingat wisatawan domestik Indonesia yang keluar negeri cukup besar setiap tahunnya hampir mencapai 7 ribu wisatawan,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/