NEGARA – Kasus baru penularan human immunodeficiency virus (HIV) di Jembrana sepanjang tahun 2022 ini mencapai 53 kasus. Dengan estimasi setiap bulan sebanyak 5 sampai 6 kasus baru. Kasus baru ini berasal dari populasi kunci atau kelompok masyarakat yang risiko tinggi terhadap penularan HIV yang estimasi jumlahnya mencapai 10 ribu hingga 15 ribu jiwa.
Berdasarkan data yang dihimpun, Dinas Kesehatan Jembrana, sejak tahun 2015 hingga bulan September 2022 sebanyak 546 kasus ditemukan kasus HIV dan berkembang menjadi kondisi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Dari jumlah tesebut yang aktif minum Antiretroviral (ARV) 423 orang, meninggal 67 orang dan belum siap mengkonsumsi obat sebanyak 56 orang.
Sementara jumlah kasus selama sembilan bulan terakhir, Januari – September sebanyak 53 kasus dengan rata-rata setiap bulan 5-6 kasus. Jumlah ini sudah mendekati kasus selama tahun 2021 sebanyak 54 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan Jembrana I Made Dwipayana mengatakan, kasus positif HIV/AIDS di Jembrana ini berdasarkan hasil test yang dilakukan secara rutin, baik melalui test wajib kepada ibu hamil dan test acak pada populasi kunci yang memiliki risiko tinggi tertular HIV. “Beberapa kasus positif baru dari hasil tes wajib ibu hamil di Puskesmas. Dari hasil itu langsung kita tracking terhadap yang kontak dengan penderita tersebut,” ujarnya.
Penularan HIV di Jembrana, sebagian besar karena hubungan seksual dan warga yang positif pada usia produktif. Penularan ini, terjadi di populasi kunci, yakni kelompok masyarakat yang rentan terhadap penularan HIV, meliputi empat kelompok yang rentan karena profesi dan perilaku.
Estimasi jumlah populasi kunci di Jembrana antara 10-15 ribu orang. “Sebagain besar penularan karena hubungan seks, kalau penularan karena penggunaan jarum suntik sudah jarang terjadi, kecuali masih ada yang menggunakan narkoba dengan suntik yang digunakan secara bergantian,” ujarnya.
Dwipayana mengungkapkan, dalam melakukan test HIV selama ini masih ada kendala dengan masyarakat yang secara sukarela datang sendiri melalukan pemeriksaan di puskemas. Sehingga selama ini test yang dilakukan hanya pada test wajib pada ibu hamil dan beberapa orang yang memang di lakukan test secara acak di kelompok rentan.
Mantan kepala dinas sosial ini menjelaskan, upaya untuk penularan HIV ini selain mewajibkan test wajib ibu, hamil, test acak yang menyasar populasi kunci, sudah membentuk relawan pendamping di desa. Relawan yang sudah mendapatkan pelatihan ini, melakukan komunikasi atau pendekatan terhadap mereka yang dicurigai sempat kontak dengan warga positif.
Dengan pendekatan yang dilakukan oleh relawan ini, diharapkan bisa diajak untuk mengikuti test, rutin minum ARV jika positif, mencegah penularan lagi. Terpenting memberikan edukasi agar menerima kondisi dan tidak berniat untuk menyebarkan ke orang lain. “Karena tidak terima dengan kondisinya ini berbahaya. Mereka seolah-olah balas dendam dengan menularkan pada orang lain, karena itu relawan berperan untuk mengedukasi,” ujarnya. (bas/rid)