26.6 C
Jakarta
25 April 2024, 1:01 AM WIB

Rayakan Kemerdekaan di 3142 mdpl

RadarBali.com – Pesona puncak gunung memang selalu memukau dan mengingatkan kita pada Tuhan dan alam ciptaan-Nya.

Makanya, salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) STMIK Primakara, Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam (GMPA) bersama Zetizen Bali menjalankan sebuah misi pada Rabu (16/8) lalu.

Yaitu pendakian ke puncak Gunung Agung, Bali dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan RI ke-72.

Nah, berhubung momennya juga sangat bagus, maka kami sekaligus membawa misi untuk mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Gunung Agung.

Persiapan keberangkatan dimulai pada pukul 15.30 Wita dari kampus STMIK Primakara menuju Pura Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.

Setiba disana waktu menunjukkan pukul 18.00 Wita. Kami langsung registrasi di starting point pendakian jalur Besakih, yakni di Pura Pengubengan.

Untuk registrasi exclude guide dikenakan biaya Rp 20 ribu, sedangkan untuk menggunakan jasa guide dikenakan Rp 650 ribu.

Nah, perlu diperhatikan nih buat yang mau mendaki Gunung Agung. Sangat disarankan untuk menggunakan jasa guide. Soalnya kalau berangkat sendiri, apalagi malam-malam, takutnya kesasar loh, guys.

“Gunung Agung ini merupakan gunung yang sakral di Bali. Masyarakat Hindu di sini percaya bahwa Gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa, sehingga tempat ini sangat disucikan. Apalagi terdapat salah satu komplek pura terbesar di Bali, yaitu Besakih,” ujar Nyoman Sudarsana, Ketua Pramuwisata jalur Pura Besakih saat ditemui tim Zetizen Bali disela-sela menunggu pendakian.

Sudarsana menambahkan, fungsi guide tidak hanya menuntun pendaki, namun juga memandu persembahyangan di beberapa titik pendakian.

“Kalau sampai ada pendaki yang kenapa-kenapa, atau yang terburuk sampai meninggal di area pendakian, biaya yang harus dikeluarkan cukup besar. Karena kami harus melakukan upacara pembersihan di lokasi orang yang meninggal tersebut, atau yang lebih dikenal dengan upacara mecaru. Nah, kalau sampai seperti, desa sini yang kena imbasnya,” imbuh Sudarsana.

Ngeri juga ya, guys. Makanya sangat diperlukan jasa guide. Nah, bagi para pendaki yang ingin melihat matahari terbit di puncak Gunung Agung bisa mulai pendakian sekitar pukul 21.00 Wita.

Durasi perjalanan untuk sampai puncak bagi pendaki domestik sekitar 7-8 jam. Kalau untuk pendaki mancanegara, terutama Eropa, bisa 5-6 jam katanya. Wah, bisa gitu ya. Hihi..

Oke, kami pun memutuskan untuk berangkat pukul 22.00 Wita. Sembari menunggu, kami menghangatkan diri dengan membuat api unggun di salah satu sudut parkiran Pura Pengubengan, serta “mengisi amunisi” dengan yang hangat-hangat dari warung yang telah tersedia di sana.

Di area pura terdapat pula wantilan untuk peristirahatan pendaki. Oh ya, perlu disampaikan juga bahwa jalur Pura Besakih merupakan jalur ke puncak tertinggi yang “asli”, yaitu 3.142 mdpl ya.

Waktu menunjukkan pukul 22.00 Wita. GMPA bersama Zetizen pun berangkat mendaki. Dari awal trek, kami sudah memasuki area hutan dengan vegetasi yang sangat lebat.

Suasana yang gelap gulita hanya ditemani sinar senter dan dinginnya udara gunung tidak menyurutkan semangat kami.

Trek-nya pun nggak main-main. Sejak awal, kami sudah disambut dengan berbagai rintangan dan jalan yang terus menanjak tanpa ampun.

Tapi memang dasar anak-anak pengagum alam, justru disitulah keseruan yang kami rasakan. Heheh…

Sekitar 2 jam kemudian, kami bertemu sebuah pelinggih di sebuah pohon besar pada ketinggian 1797 mdpl. Pemandu biasanya akan menyalakan dupa untuk berdoa disini sejenak.

Tidak makan waktu lama, perjalanan dilanjutkan menuju pos camp 1 di ketinggian 2388 mdpl. Tempat ini cukup untuk mendirikan sekitar 4 buah tenda ukuran 4-5 orang bagi yang ingin camping sebelum ke puncak.

Setelah beristirahat sejenak di sana, kami gas lagi menuju camp 2 di 2571 mdpl. Fyuuh.  Tim Zetizen Bali dan GMPA Primakara tiba di sana sekitar pukul 05.00 wita.

Kami sempat tidur sejenak sampai pukul 06.30 Wita untuk melanjut sisa perjalanan ke puncak. Pendakian ke puncak Gunung Agung dari camp 2 tersebut membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan jalur penuh bebatuan besar dan tebing.

Di tengah perjalanan, kami bertemu lagi dengan sebuah pura kecil tempat untuk berdoa umat Hindu.

Trek dari situ benar-benar full bebatuan dan berpasir. Namun, trek itulah yang akan mengantar kami ke puncak Gunung Agung, atap tertinggi di pulau Bali.

Akhirnya, tim Zetizen Bali dan GMPA Primakara tiba di puncak pukul 08.30 Wita. Horay! Langsung saja salah satu crew Zetizen Bali dan Ketua GMPA Primakara mengibarkan bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera UKM mereka.

Mission completed! Pemandangan yang terpampang dihadapan kami sangat luar biasa. Kami seakan berada di samudera awan. Ucapan syukur rasanya tidak henti-hentinya kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa.

 “Perjalanan yang begitu mengesankan bersama Zetizen Bali. Dari yang awalnya kami dari UKM belum kepikiran membuat kegiatan untuk memperingati 17 Agustus, hingga akhirnya kami bersama Zetizen Bali memiliki inisiatif untuk mengibarkan bendera merah putih di puncak Gunung Agung. Saya dan teman-teman sangat bahagia sekali karena untuk kedua kali perjalanan Gunung Agung ini kami dapat sampai menyentuh puncak aslinya. Hehe,” ujar Putu Agus Eka Putra, Ketua GMPA Primakara. Terimakasih, GMPA Primakara! Terimakasih, Tuhan! Dirgahayu Republik Indonesia!

RadarBali.com – Pesona puncak gunung memang selalu memukau dan mengingatkan kita pada Tuhan dan alam ciptaan-Nya.

Makanya, salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) STMIK Primakara, Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam (GMPA) bersama Zetizen Bali menjalankan sebuah misi pada Rabu (16/8) lalu.

Yaitu pendakian ke puncak Gunung Agung, Bali dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan RI ke-72.

Nah, berhubung momennya juga sangat bagus, maka kami sekaligus membawa misi untuk mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Gunung Agung.

Persiapan keberangkatan dimulai pada pukul 15.30 Wita dari kampus STMIK Primakara menuju Pura Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.

Setiba disana waktu menunjukkan pukul 18.00 Wita. Kami langsung registrasi di starting point pendakian jalur Besakih, yakni di Pura Pengubengan.

Untuk registrasi exclude guide dikenakan biaya Rp 20 ribu, sedangkan untuk menggunakan jasa guide dikenakan Rp 650 ribu.

Nah, perlu diperhatikan nih buat yang mau mendaki Gunung Agung. Sangat disarankan untuk menggunakan jasa guide. Soalnya kalau berangkat sendiri, apalagi malam-malam, takutnya kesasar loh, guys.

“Gunung Agung ini merupakan gunung yang sakral di Bali. Masyarakat Hindu di sini percaya bahwa Gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa, sehingga tempat ini sangat disucikan. Apalagi terdapat salah satu komplek pura terbesar di Bali, yaitu Besakih,” ujar Nyoman Sudarsana, Ketua Pramuwisata jalur Pura Besakih saat ditemui tim Zetizen Bali disela-sela menunggu pendakian.

Sudarsana menambahkan, fungsi guide tidak hanya menuntun pendaki, namun juga memandu persembahyangan di beberapa titik pendakian.

“Kalau sampai ada pendaki yang kenapa-kenapa, atau yang terburuk sampai meninggal di area pendakian, biaya yang harus dikeluarkan cukup besar. Karena kami harus melakukan upacara pembersihan di lokasi orang yang meninggal tersebut, atau yang lebih dikenal dengan upacara mecaru. Nah, kalau sampai seperti, desa sini yang kena imbasnya,” imbuh Sudarsana.

Ngeri juga ya, guys. Makanya sangat diperlukan jasa guide. Nah, bagi para pendaki yang ingin melihat matahari terbit di puncak Gunung Agung bisa mulai pendakian sekitar pukul 21.00 Wita.

Durasi perjalanan untuk sampai puncak bagi pendaki domestik sekitar 7-8 jam. Kalau untuk pendaki mancanegara, terutama Eropa, bisa 5-6 jam katanya. Wah, bisa gitu ya. Hihi..

Oke, kami pun memutuskan untuk berangkat pukul 22.00 Wita. Sembari menunggu, kami menghangatkan diri dengan membuat api unggun di salah satu sudut parkiran Pura Pengubengan, serta “mengisi amunisi” dengan yang hangat-hangat dari warung yang telah tersedia di sana.

Di area pura terdapat pula wantilan untuk peristirahatan pendaki. Oh ya, perlu disampaikan juga bahwa jalur Pura Besakih merupakan jalur ke puncak tertinggi yang “asli”, yaitu 3.142 mdpl ya.

Waktu menunjukkan pukul 22.00 Wita. GMPA bersama Zetizen pun berangkat mendaki. Dari awal trek, kami sudah memasuki area hutan dengan vegetasi yang sangat lebat.

Suasana yang gelap gulita hanya ditemani sinar senter dan dinginnya udara gunung tidak menyurutkan semangat kami.

Trek-nya pun nggak main-main. Sejak awal, kami sudah disambut dengan berbagai rintangan dan jalan yang terus menanjak tanpa ampun.

Tapi memang dasar anak-anak pengagum alam, justru disitulah keseruan yang kami rasakan. Heheh…

Sekitar 2 jam kemudian, kami bertemu sebuah pelinggih di sebuah pohon besar pada ketinggian 1797 mdpl. Pemandu biasanya akan menyalakan dupa untuk berdoa disini sejenak.

Tidak makan waktu lama, perjalanan dilanjutkan menuju pos camp 1 di ketinggian 2388 mdpl. Tempat ini cukup untuk mendirikan sekitar 4 buah tenda ukuran 4-5 orang bagi yang ingin camping sebelum ke puncak.

Setelah beristirahat sejenak di sana, kami gas lagi menuju camp 2 di 2571 mdpl. Fyuuh.  Tim Zetizen Bali dan GMPA Primakara tiba di sana sekitar pukul 05.00 wita.

Kami sempat tidur sejenak sampai pukul 06.30 Wita untuk melanjut sisa perjalanan ke puncak. Pendakian ke puncak Gunung Agung dari camp 2 tersebut membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan jalur penuh bebatuan besar dan tebing.

Di tengah perjalanan, kami bertemu lagi dengan sebuah pura kecil tempat untuk berdoa umat Hindu.

Trek dari situ benar-benar full bebatuan dan berpasir. Namun, trek itulah yang akan mengantar kami ke puncak Gunung Agung, atap tertinggi di pulau Bali.

Akhirnya, tim Zetizen Bali dan GMPA Primakara tiba di puncak pukul 08.30 Wita. Horay! Langsung saja salah satu crew Zetizen Bali dan Ketua GMPA Primakara mengibarkan bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera UKM mereka.

Mission completed! Pemandangan yang terpampang dihadapan kami sangat luar biasa. Kami seakan berada di samudera awan. Ucapan syukur rasanya tidak henti-hentinya kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa.

 “Perjalanan yang begitu mengesankan bersama Zetizen Bali. Dari yang awalnya kami dari UKM belum kepikiran membuat kegiatan untuk memperingati 17 Agustus, hingga akhirnya kami bersama Zetizen Bali memiliki inisiatif untuk mengibarkan bendera merah putih di puncak Gunung Agung. Saya dan teman-teman sangat bahagia sekali karena untuk kedua kali perjalanan Gunung Agung ini kami dapat sampai menyentuh puncak aslinya. Hehe,” ujar Putu Agus Eka Putra, Ketua GMPA Primakara. Terimakasih, GMPA Primakara! Terimakasih, Tuhan! Dirgahayu Republik Indonesia!

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/