32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 15:00 PM WIB

Umat Mesti Memahami Keragaman Budaya dan Menjaga Kerukunan

Krama Muslim Kerambitan (KMK) Tabanan, menggelar pengajian umum dan halal bi halal di Pondok Pesantren Bali Bina Insani, Yayasan La Royba, Meliling, Kerambitan Tabanan.

 

 

MUSALA Pondok Pesantren (Pontren) Bali Bina Insani, dipilih sebagai tempat dihelatnya pengajian umum dan halal bi halal Krama Muslim Kerambitan (KMK).

Usai salat maghrib jamaah pria dan wanita mulai berdatangan dengan duduk bersila. Direktur Pontren Bali Bina Insani, IB Andhika Pratama, dalam sambutannya mengatakan,

halal bi halal antar warga penting dilakukan pasca lebaran dan perhelatan politik yang sempat mengalami ketegangan selama kurun waktu setahunan hingga memunculkan dikotomi “kampret” dan “cebong”.

“Lewat momentum halal bi halal inilah kita cairkan kembali hubungan sosial kita dengan saling memaafkan dan merajut kembali kebersamaan,” ungkap ustadz Andhika.

Ketua KMK, Chairul Fadli dalam sambutannya mengaku bangga hubungan kekerabatan dan kerukunan warganya dapat terjaga dengan baik.

“Karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan minal aidzin wal faizin, mohon maaf lahir batin atas khilaf, disengaja ataupun tak disengaja,” pintanya.

Pulau Bali dikenal memiliki kearifan lokal. Salah satunya tenggang rasa dan akulturasi budaya antar umat beragama. Seperti nama, berbahasa dan berpakain. Itulah yang membuat terkenal ke seluruh penjuru dunia.

Demikian poin penting tausiyah yang disampaikan ustadz Wayan Nasrul Huda, dengan tema, Kebudayaan, Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama, itu.

Dalam uraiannya, Pengasuh Majelis Zikir Cahaya Qolbu Bali, ini mengatakan, Bali dikenal dengan keragaman budaya dan adat istiadat

di Indonesia dan khususnya di Bali yang terangkum dalam bhineka tunggal ika sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan.

Hubungan saling rantau dalam satu pulau maupun antar pulau semakin mengukuhkan pepatah,  “dimana bumi dipijak disitu langit di junjung”.

“Itu semua harus dipahami dan dihargai. Budaya berpakaian saja sudah berbeda-beda. Saya ini adat pakaian Pahlawan Nasional, seperti Imam Bonjol dan Teuku Umar.

Karena kita saling menghargai dan memahami keragaman berbudaya, termasuk berpakaian maka jadi kaya budaya dan rukun,” tandasnya.

Kebetulan ustadz Nasrul Huda ini lulusan Pontren La Royba Bali Bina Insani, dengan tagline lembaga sekolah; Tolerance Boarding School, sehingga paham betul tentang toleransi dan kerukunan umat beragama.

Di pesantren ini kerukunan agamanya sangat kental. Terbukti di pesantren ini juga mengangkat guru agama Hindu sebagai tenaga pengajar.

Cara penghargaan dan menjaga adab itu katanya, sudah dilakukan warga di Indonesia dengan muatan filosofis.

“Di Bali, warga kalau ingin lewat depan orang banyak biasa berkata “nunas margi” artinya minta jalan atau izin. Di Jawa ada istilah nuwun sewu artinya minta seribu

tapi sesungguhnya adalah permisi. Inilah akhlaq sebagai pelaksanaan nilai-nilai budaya kita,” ungkap ustadz asal Pegayaman, Buleleng, ini.

Kaitan dengan halal bi halal lanjutnya, penting dilakukan karena hablumminannas itu hubungan antar manusia, dimana jika punya salah harus minta maaf secara langsung.

Sedangkan kalau dosa kepada Allah SWT, setiap saat selalu dimaafkan dengan sifat Allah yang maha pengampun. Acara diakhiri halal bi halal dengan bersalaman secara berurutan dan tertib. (rba)

Krama Muslim Kerambitan (KMK) Tabanan, menggelar pengajian umum dan halal bi halal di Pondok Pesantren Bali Bina Insani, Yayasan La Royba, Meliling, Kerambitan Tabanan.

 

 

MUSALA Pondok Pesantren (Pontren) Bali Bina Insani, dipilih sebagai tempat dihelatnya pengajian umum dan halal bi halal Krama Muslim Kerambitan (KMK).

Usai salat maghrib jamaah pria dan wanita mulai berdatangan dengan duduk bersila. Direktur Pontren Bali Bina Insani, IB Andhika Pratama, dalam sambutannya mengatakan,

halal bi halal antar warga penting dilakukan pasca lebaran dan perhelatan politik yang sempat mengalami ketegangan selama kurun waktu setahunan hingga memunculkan dikotomi “kampret” dan “cebong”.

“Lewat momentum halal bi halal inilah kita cairkan kembali hubungan sosial kita dengan saling memaafkan dan merajut kembali kebersamaan,” ungkap ustadz Andhika.

Ketua KMK, Chairul Fadli dalam sambutannya mengaku bangga hubungan kekerabatan dan kerukunan warganya dapat terjaga dengan baik.

“Karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan minal aidzin wal faizin, mohon maaf lahir batin atas khilaf, disengaja ataupun tak disengaja,” pintanya.

Pulau Bali dikenal memiliki kearifan lokal. Salah satunya tenggang rasa dan akulturasi budaya antar umat beragama. Seperti nama, berbahasa dan berpakain. Itulah yang membuat terkenal ke seluruh penjuru dunia.

Demikian poin penting tausiyah yang disampaikan ustadz Wayan Nasrul Huda, dengan tema, Kebudayaan, Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama, itu.

Dalam uraiannya, Pengasuh Majelis Zikir Cahaya Qolbu Bali, ini mengatakan, Bali dikenal dengan keragaman budaya dan adat istiadat

di Indonesia dan khususnya di Bali yang terangkum dalam bhineka tunggal ika sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan.

Hubungan saling rantau dalam satu pulau maupun antar pulau semakin mengukuhkan pepatah,  “dimana bumi dipijak disitu langit di junjung”.

“Itu semua harus dipahami dan dihargai. Budaya berpakaian saja sudah berbeda-beda. Saya ini adat pakaian Pahlawan Nasional, seperti Imam Bonjol dan Teuku Umar.

Karena kita saling menghargai dan memahami keragaman berbudaya, termasuk berpakaian maka jadi kaya budaya dan rukun,” tandasnya.

Kebetulan ustadz Nasrul Huda ini lulusan Pontren La Royba Bali Bina Insani, dengan tagline lembaga sekolah; Tolerance Boarding School, sehingga paham betul tentang toleransi dan kerukunan umat beragama.

Di pesantren ini kerukunan agamanya sangat kental. Terbukti di pesantren ini juga mengangkat guru agama Hindu sebagai tenaga pengajar.

Cara penghargaan dan menjaga adab itu katanya, sudah dilakukan warga di Indonesia dengan muatan filosofis.

“Di Bali, warga kalau ingin lewat depan orang banyak biasa berkata “nunas margi” artinya minta jalan atau izin. Di Jawa ada istilah nuwun sewu artinya minta seribu

tapi sesungguhnya adalah permisi. Inilah akhlaq sebagai pelaksanaan nilai-nilai budaya kita,” ungkap ustadz asal Pegayaman, Buleleng, ini.

Kaitan dengan halal bi halal lanjutnya, penting dilakukan karena hablumminannas itu hubungan antar manusia, dimana jika punya salah harus minta maaf secara langsung.

Sedangkan kalau dosa kepada Allah SWT, setiap saat selalu dimaafkan dengan sifat Allah yang maha pengampun. Acara diakhiri halal bi halal dengan bersalaman secara berurutan dan tertib. (rba)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/