GIANYAR – Diabetes jadi momok penyakit mematikan. Penyakit itu juga yang diderita seniman lukis kawakan, Made “Kedol” Subrata sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Segala obsesinya di bidang seni lukis harus berakhir setelah menghadapi penyakit gula itu. Namun, kenangan itu sepertinya jadi kisah abadi.
“Saya sudah diajarkan metode lukis Made Kedol Style. Orang-orang menyebut Spaghetti,” ujar Nyoman Yoga Tri Samarawima, putra ketiga mendiang sekaligus penerus sang seniman.
Walau teknik spaghetti bisa diikuti banyak orang, namun Yoga menjelaskan bahwa karya Kedol punya karakter. Karyanya memiliki ciri khas tersendiri, orisinalitas pribadi.
“Saya sudah diajarkan. Karya saya tentu berbeda. Karena karya Made Kedol Style tidak tergantikan, karena punya ciri sendiri,” ujarnya.
Dosen di STIKI itu juga sadar jika teknik lukis bisa dipelajari, namun berbeda dengan ciri lukis seseorang tidak bisa ditiru.
“Nanti saya melukis dengan ciri saya. Biar orang tahu jika ciri Made Kedol Style ini satu-satunya di dunia,” jelasnya.
Terkait keinginan Kedol, ada satu hal yang belum tercapai. “Almarhum ingin menyerahkan karya lukisan bergambar presiden Jokowi. Sementara kami koleksi dulu. Permintaan memang supaya bisa diserahkan ke presiden,” jelasnya.
Mengenai prosesi, pengabenan Kedol dimulai dari nyiramin atau memandikan jenazah dan ngaskara pada Kamis (7/12). Kemudian dilanjutkan dengan ngaben yang dihelat Jumat kemarin.
“Terakhir prosesi ngeroras,” jelasnya. Mewakili almarhum Kedol dan pihak keluarga, Yoga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang mendukung prosesi ngaben.
“Sudah tak bisa katakan apa lagi, terima kasih kepada semua pihak. Keluarga, masyarakat, jajaran TNI, Zipur Kodim,” ungkapnya, menuturkan kisah kejadian.
Yoga berharap dari prosesi ngaben ini, supaya Kedol mendapat jalan yang baik. “Saya sudah ikhlas. Semoga bapak mendapat jalan terbaik,” tukasnya