SEMARAPURA – Maestro seni lukis wayang Kamasan I Nyoman Mandra berpulang di usianya yang ke-72 tahun di ruang ICU, RSUD Klungkung, Minggu (10/6) sekitar pukul 16.00.
Ayah tiga anak ini meninggal dunia setelah mengeluh perut kembung, Kamis (7/6) lalu. Oleh kerabatnya, seniman lukis klasik Bali ini kemudian dilarikan ke UGD RSUD Klungkung.
Kediaman Mandra yang berada di Banjar Sangging, Desa Kamasan, Klungkung, Senin (11/6), tampak, dikunjungi sejumlah kerabat yang berpakaian adat Bali madya.
Meski sudah warga yang datang untuk melayat, tidak tampak ada jenazah Mandra di kediamannya itu.
Menurut anak pertama Mandra, Ni Wayan Sri Wedari, 44, jenazah ayahnya itu masih dititipkan di ruang jenazah RSUD Klungkung karena masih ada piodalan di Pura Dalem.
“Selain itu kami juga masih memohon hari baik ke Sulinggih untuk pelaksanaan Upacara Pengabenan bapak kami,” katanya.
Menurut Sri Wedari, ayahnya memiliki riwayat penyakit komplikasi. Mulai dari maag, paru-paru, prostat dan lainnya. Namun selama ini hanya rawat jalan dan kerap melakukan terapi.
Pada Kamis (7/6) lalu, Mandra mendadak mengeluh perutnya kembung sehingga terpaksa dilarikan ke UGD RSUD Klungkung.
“Setelah dicek, katanya harus dirawat. Baru sehari dirawat di ruangan, kondisinya langsung menurun, bahkan tensinya sampai 60 sehingga dibawa ke ICU.
Minggu (10/6) sekitar pukul 16.00, lalu meninggal dunia,” terang wanita yang juga mengajar di SMA Negeri 2 Semarapura itu.
Menurutnya, penyakit maag itu telah diidap pendiri Sanggar Lukis Wayang Tradisional Wasundari, Banjar Sangging, Desa Kamasan, Klungkung ini berlangsung sejak lama.
Bahkan, karena penyakit itu, kakek lima orang cucu ini kerap dirawat di rumah sakit. Meski begitu, kecintaannya terhadap seni lukis wayang Kamasan membuat ia kerap mengabaikan penyakitnya.
Bahkan saat umurnya kian menua dan kondisinya kian melemah, ia tetap mengajar anak-anak yang datang ke sanggarnya untuk belajar lukisan wayang Kamasan.
“Kadang-kadang diberi tahu agar tidak kecapaian tapi tetap. Beliau kebetulan tidak boleh lama duduk karena ada sarafnya yang bermasalah,” katanya.
Sri Wedari mengaku kerap membantu ayahnya mengajar di sanggar seusai mengajar di SMA Negeri 2 Semarapura.
“Biar bapak tidak kecapaian, setelah mengajar di sekolah, saya juga sering bantu mengajar di sanggar,” ujar Wedari.
Lebih lanjut diungkapkannya, seniman yang memiliki anak didik, baik di dalam, maupun di luar negeri ini sebenarnya memiliki rencana untuk menggelar pameran tunggal.
Sayang, sebelum rencananya itu terealisasi, seniman yang turut serta dalam perbaikan Kertha Gosa tahun 1980an itu telah meninggal dunia.
“Tidak ada pesan khusus sebelum meninggal karena waktu itu bapak fokus pada proses penyembuhan. Hanya saja sebelumnya ada rencana buat pameran karena koleksinya banyak,” jelasnya.
Sepeninggal seniman kerap mengikuti berbagai pameran seni lukis, baik di dalam dan luar negeri itu, Wedari mengatakan seni lukis wayang Kamasan akan terus dikembangkan oleh anak, keponakan Mandra, serta warga sekitar.
Sementara untuk sanggar yang didirikan Mandra, akan dikelola oleh anak-anaknya. “Pesannya sejak dulu ada beberapa koleksi yang tidak boleh dijual karena dirasa memiliki taksu.
Sementara yang ditekankan kepada anak didiknya adalah menjaga pakem wayang Kamasan,” tandasnya.