DENPASAR – Putri Indonesia Bali 2019 Nadia Karina Wijaya sempat menjadi korban bullying hingga membuat kondisi jiwanya tertekan.
Kondisi tersebut dia alami saat Nadia menjadi siswi Sekolah Dasar. “Bullying itu membuat saya nggak nyaman banget,” katanya saat ditemui Jawa Pos Radar Bali di kawasan Denpasar belum lama ini.
Bullying yang dialami lulusan salah satu universitas Belanda ini kala itu berupa ejekan. Teman-temannya mengejek tubuh bongsor Nadia.
Tidak hanya dibilang bongsor, namun juga dibilang perokok karena warna bibirnya sejak kecil berwarna agak gelap.
“Parah banget lah, sampai buly yang saya alami itu nyinggung keluarga terutama membawa nama ibu saya,” kenangnya.
Menghadapi bullying yang dialami di lingkungan sekolah, membuatnya tidak bisa berbuat banyak selain menangis dan mengadu sama sang ibu.
Hingga akhirnya menginjak SMP dan SMA, permasalahan yang ia alami berlalu dengan sendirinya.
“Akhirnya saya sadar bahwa komunikasi itu penting, saat kondisi seperti itu penting untuk membutuhkan pertolongan.
Baik itu cerita kepada keluarga, sahabat atau siapa yang dianggap bisa meredakan kondisi itu. Karena dengan curhat masalah yang kita alami bisa mereda,” kata Nadia.
Dalam kondisi tersebut, selain pentingnya pertolongan dari kalangan terdekat, juga bisa dengan meningkatkan kepercayaan diri bahwa keyakinan untuk bisa menghadapi kondisi apapun termasuk bullying.
“Penting banget supaya kita bisa bangkit, saat kita dalam kondisi down bisa nge-push diri kita untuk memaksimalkan aktualisasi diri,” paparnya.
Setelah menjalani pemilihan puteri Indonesia 2019, Nadia yang kini berdomisili di Jakarta didaulat menjadi duta Puteri Indonesia di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Kegiatannya itu lebih pada kampanye kesehatan tentang penyakit autoimun. Penyakit ini jenisnya banyak banget, seperti leukimia,
lupus dan beberap lainnya. Dan ini belum ada obatnya, dan hanya bisa dikontrol dengan pola hidup sehat,” pungkasnya.