26.1 C
Jakarta
18 September 2024, 3:21 AM WIB

Bedah Indahnya Pesan Dalam Puisi Laila Kau Biarkan Aku Majnun

SINGARAJA – Pesan-pesan dalam sebuah karya puisi, selalu menarik untuk dibedah. Hal itu terlihat dalam diskusi bedah buku antologi berjudul “Laila Kau Biarkan Aku Majnun” karya Kambali Zutas.

Buku itu dibedah di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Sabtu (11/5) malam. Bedah buku itu menghadirkan sejumlah pembicara.

Di antaranya sastrawan Made Adnyana Ole, penyair H. Imam Muhayat, dan mahasiswa Undiksha Taufikur Rahman Al Habsyi. Diskusi itu dipandu sastrawan I Putu Supartika.

Dalam diskusi itu, Taufikur Rahman menilai pesan sosial yang dihadirkan dalam buku tersebut sangat kental.

“Banyak diksi yang menarik saya ke sisi spiritualitas dan religious. Saya sebut ini syair penggubah jiwa,” kata mahasiswa yang akrab disapa Koko itu.

Proses kreatif yang cukup panjang, ungkap Koko, membuat penulis sangat percaya diri menuliskan karyanya.

“Ada banyak rima yang dibangun didalamnya, sehingga muncul keindahan bunyi. Menurut saya proses kreatif ini sangat memengaruhi bunyi,” imbuhnya.

Sementara itu penyair H. Imam Muhayat menilai, puisi-puisi karya Kambali setidaknya terfokus dalam tiga tema besar.

Masing-masing terkait tema spiritual, humanisme, dan sosial. Seluruh tema memberikan pesan tersendiri, yang relatif mudah ditangkap oleh pembacanya.

“Saya kira Kambali menulis puisi-puisi dalam antologinya ini dalam banyak aspek. Ada berbagai macam pendekatan yang dilakukan.

Imaji, pengalaman, serta bahan bacaan, sangat memengaruhi proses kreatif yang dilakukan penulis karya ini,” kata Imam.

Sedangkan sastrawan Made Adnyana Ole menilai karya-karya puisi dalam buku itu, ditulis berdasarkan kedekatan penulisnya.

Riwayat pendidikan agama pada lembaga formal maupun non formal, memperkaya perbendaharaan kata serta diksi yang digunakan dalam puisi-puisi tersebut.

“Tampak ia selalu menghindar untuk penggunaan idiom keagamaan, dan mencoba menemukan idiom baru sehingga dengan

begitu ia berhasil menciptakan puisi-puisi yang justru kritis terhadap pemaknaan tunggal pada satu peristiwa,” kata Ole.

Asal tahu saja, Kambali Zutas merupakan penyair asal Nganjuk yang kini bermukim di Denpasar. Antologi puisi Laila Kau Biarkan Aku Majnun merupakan buku pertamanya.

Total ada 118 puisi yang ditulisnya dalam kurun waktu 2015-2018 silam. 

SINGARAJA – Pesan-pesan dalam sebuah karya puisi, selalu menarik untuk dibedah. Hal itu terlihat dalam diskusi bedah buku antologi berjudul “Laila Kau Biarkan Aku Majnun” karya Kambali Zutas.

Buku itu dibedah di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Sabtu (11/5) malam. Bedah buku itu menghadirkan sejumlah pembicara.

Di antaranya sastrawan Made Adnyana Ole, penyair H. Imam Muhayat, dan mahasiswa Undiksha Taufikur Rahman Al Habsyi. Diskusi itu dipandu sastrawan I Putu Supartika.

Dalam diskusi itu, Taufikur Rahman menilai pesan sosial yang dihadirkan dalam buku tersebut sangat kental.

“Banyak diksi yang menarik saya ke sisi spiritualitas dan religious. Saya sebut ini syair penggubah jiwa,” kata mahasiswa yang akrab disapa Koko itu.

Proses kreatif yang cukup panjang, ungkap Koko, membuat penulis sangat percaya diri menuliskan karyanya.

“Ada banyak rima yang dibangun didalamnya, sehingga muncul keindahan bunyi. Menurut saya proses kreatif ini sangat memengaruhi bunyi,” imbuhnya.

Sementara itu penyair H. Imam Muhayat menilai, puisi-puisi karya Kambali setidaknya terfokus dalam tiga tema besar.

Masing-masing terkait tema spiritual, humanisme, dan sosial. Seluruh tema memberikan pesan tersendiri, yang relatif mudah ditangkap oleh pembacanya.

“Saya kira Kambali menulis puisi-puisi dalam antologinya ini dalam banyak aspek. Ada berbagai macam pendekatan yang dilakukan.

Imaji, pengalaman, serta bahan bacaan, sangat memengaruhi proses kreatif yang dilakukan penulis karya ini,” kata Imam.

Sedangkan sastrawan Made Adnyana Ole menilai karya-karya puisi dalam buku itu, ditulis berdasarkan kedekatan penulisnya.

Riwayat pendidikan agama pada lembaga formal maupun non formal, memperkaya perbendaharaan kata serta diksi yang digunakan dalam puisi-puisi tersebut.

“Tampak ia selalu menghindar untuk penggunaan idiom keagamaan, dan mencoba menemukan idiom baru sehingga dengan

begitu ia berhasil menciptakan puisi-puisi yang justru kritis terhadap pemaknaan tunggal pada satu peristiwa,” kata Ole.

Asal tahu saja, Kambali Zutas merupakan penyair asal Nganjuk yang kini bermukim di Denpasar. Antologi puisi Laila Kau Biarkan Aku Majnun merupakan buku pertamanya.

Total ada 118 puisi yang ditulisnya dalam kurun waktu 2015-2018 silam. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/