27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:46 AM WIB

Belajar dari Erupsi Gunung Agung, Ini Novel yang Perlu Anda Baca

RadarBali.com – Krama Bali  sedang waswas dengan ancaman erupsi Gunung Agung. Sampai saat ini status darurat pun diperpanjang gubernur.  

Di sisi lain, ternyata ada beragam kisah tentang gunung ini. Salah satunya  novel Di Bawah Letusan Gunung Agung,  yang ditulis   I Gusti Gede Djelantik alias Djelantik Santha.

Novel itu  menceritakan kejadian menyangkut letusan gunung setinggi 3.142 meter di atas laut itu. Dalam diskusi bertema Gunung Agung dalam dongeng, Legenda dan Novel  Sabtu kemarin (14/10), menghadirkan pembicara Gita Purnama AP (pengajar Sastra Bali di Universitas Udayana (Unud), dan Cok Sawitri, dimoderatori Sugi Lanus.

Dalam diskusi ini terungkapkan bahwa ada saksi mata yang merekam kejadian meletusnya Gunung Agung pada tahun 1963 sehingga dituliskan dalam kisah bercerita.

Diskusi itu dihadiri sejumlah komunitas. Seperti Bali Mendongeng, Bali Baca Buku, Hanacaraka Society, dan ada juga dari Aliansi Peduli Bahasa Bali.

Gita Purnama, atau yang biasanya dipanggil Landep Ini menyebut sang penulis novel Di Bawah Letusan Gunung Agung,  bukan pengungsi.

api yang terlibat dalam pengungsian atau bisa dikatakan sebagai relawan. Dia  mengatakan, Djelantik Santha, satu-satunya sastrawan yang menuliskan tentang Gunung Agung dalam sebuah novel.

Bahkan, buku ini mencatat secara detail, tanggal per tanggal, dan kondisi pengungsian. Menariknya, dituliskan  juga bagaimana proses evakuasi korban setelah letusan terjadi.

“Tanggal sekian kondisi Gunung Agung seperti ini. Tanggal sekian pengungsi dari desa ini datang. Tanggal sekian dari desa ini mengungsi ke Selat. Penulis novel ini orang yang terlibat di pengungsian, bukan pengungsi, “ ucap Landep.

Buku setebal 210 halaman ini antara lain menceritakan bahwa pada 20 Februari 1963 masyarakat dari desa Sebudi, Sogra, Badeg, Telungbuana, Sangkankuasa, Bukit Galah, dan Sebun, sudah mulai mengungsi.

Karena dipaksa turun kepala desanya, mereka berjalan membawa barang seadanya dan mengungsi ke desa-desa terdekat. Seperti di Padangtunggal, Telengis, Iseh, dan Sidemen. Malah, ada yang langsung ke Klungkung.

“Kalau dia orang yang terkena dampak atau yang mengungsi. Tidak mungkin dia dengan detail dan perspektifnya.

Detail yang dimaksud adalah bagaimana proses evaluasi terjadi. Juga detik-detik Gunung Agung meletus dan kemana pengungsi harus dibawa dan ditulis,” tuturnya.

Menariknya, dalam novel itu juga ditulis ada peneliti dari Jerman yang pernah mendaki Gunung Agung pada tahun  1952. Peneliti itu memprediksi pada 10 tahun lagi akan meletus. Dan terbukti, benar terjadi.  

Tidak hanya itu, Cok Sawitri juga menyampaikan banyak kisah tentang Gunung Agung warisan dari leluhur secara spiritual atau legenda.  

Yang harus diketahui oleh generasi hari ini adalah bagaimana seharusnya persiapan  masyarakat, ketika gunung tersebut meletus.

Dia menyayangkan adanya banyak informasi yang masih simpang siur. Sehingga banyak masyarakat yang bingung.

Namun, sejatinya banyak lontar-lontar yang memberi petunjuk bagaimana Gunung Agung tersebut. 

RadarBali.com – Krama Bali  sedang waswas dengan ancaman erupsi Gunung Agung. Sampai saat ini status darurat pun diperpanjang gubernur.  

Di sisi lain, ternyata ada beragam kisah tentang gunung ini. Salah satunya  novel Di Bawah Letusan Gunung Agung,  yang ditulis   I Gusti Gede Djelantik alias Djelantik Santha.

Novel itu  menceritakan kejadian menyangkut letusan gunung setinggi 3.142 meter di atas laut itu. Dalam diskusi bertema Gunung Agung dalam dongeng, Legenda dan Novel  Sabtu kemarin (14/10), menghadirkan pembicara Gita Purnama AP (pengajar Sastra Bali di Universitas Udayana (Unud), dan Cok Sawitri, dimoderatori Sugi Lanus.

Dalam diskusi ini terungkapkan bahwa ada saksi mata yang merekam kejadian meletusnya Gunung Agung pada tahun 1963 sehingga dituliskan dalam kisah bercerita.

Diskusi itu dihadiri sejumlah komunitas. Seperti Bali Mendongeng, Bali Baca Buku, Hanacaraka Society, dan ada juga dari Aliansi Peduli Bahasa Bali.

Gita Purnama, atau yang biasanya dipanggil Landep Ini menyebut sang penulis novel Di Bawah Letusan Gunung Agung,  bukan pengungsi.

api yang terlibat dalam pengungsian atau bisa dikatakan sebagai relawan. Dia  mengatakan, Djelantik Santha, satu-satunya sastrawan yang menuliskan tentang Gunung Agung dalam sebuah novel.

Bahkan, buku ini mencatat secara detail, tanggal per tanggal, dan kondisi pengungsian. Menariknya, dituliskan  juga bagaimana proses evakuasi korban setelah letusan terjadi.

“Tanggal sekian kondisi Gunung Agung seperti ini. Tanggal sekian pengungsi dari desa ini datang. Tanggal sekian dari desa ini mengungsi ke Selat. Penulis novel ini orang yang terlibat di pengungsian, bukan pengungsi, “ ucap Landep.

Buku setebal 210 halaman ini antara lain menceritakan bahwa pada 20 Februari 1963 masyarakat dari desa Sebudi, Sogra, Badeg, Telungbuana, Sangkankuasa, Bukit Galah, dan Sebun, sudah mulai mengungsi.

Karena dipaksa turun kepala desanya, mereka berjalan membawa barang seadanya dan mengungsi ke desa-desa terdekat. Seperti di Padangtunggal, Telengis, Iseh, dan Sidemen. Malah, ada yang langsung ke Klungkung.

“Kalau dia orang yang terkena dampak atau yang mengungsi. Tidak mungkin dia dengan detail dan perspektifnya.

Detail yang dimaksud adalah bagaimana proses evaluasi terjadi. Juga detik-detik Gunung Agung meletus dan kemana pengungsi harus dibawa dan ditulis,” tuturnya.

Menariknya, dalam novel itu juga ditulis ada peneliti dari Jerman yang pernah mendaki Gunung Agung pada tahun  1952. Peneliti itu memprediksi pada 10 tahun lagi akan meletus. Dan terbukti, benar terjadi.  

Tidak hanya itu, Cok Sawitri juga menyampaikan banyak kisah tentang Gunung Agung warisan dari leluhur secara spiritual atau legenda.  

Yang harus diketahui oleh generasi hari ini adalah bagaimana seharusnya persiapan  masyarakat, ketika gunung tersebut meletus.

Dia menyayangkan adanya banyak informasi yang masih simpang siur. Sehingga banyak masyarakat yang bingung.

Namun, sejatinya banyak lontar-lontar yang memberi petunjuk bagaimana Gunung Agung tersebut. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/