DENPASAR – Bali menjadi sebuah daya tarik kuat. Membuat terpana sekaligus takjub akan keindahannya.
Pulaunya para Dewata kata orang. Tidak terkecuali wisatawan mancanegara atau wisatawan lokal. Bagi wisatawan Eropa, perjalanan ke Bali sangat eksklusif, mahal dan religius.
Ekslusif karena cuma bisa di lakukan sekali seumur hidup mereka (mungkin?). Mahal karena memang perlu biaya yang banyak untuk perjalanan dan akomodasinya.
Religius karena akan menjadi sangat sakral dan berarti penting bagi mereka ketika menginjakkan kaki di bumi Bali ini.
Lalu bagaimana dengan seniman luar atau Eropa. Apakah eforia tersebut mereka rasakan? Sebuah pertanyaan yang sering terngiang seiring banyaknya pentas seni para seniman dari luar.
Hana, seniman wanita dari Czech mungkin salah satu yang bergulat dalam indahnya suasana Bali.
Mendapat gelar Master of Art dari Slovakia Academy of Fine Art di Bratislava ternyata tanah Bali membuat daya tarik tersendiri bagi dia sebagai seorang seniman.
Jiwa berkeseniannya tumbuh untuk berinteraksi dan mendalami Bali secara inten. Pernah mengikuti pertukaran seniman
selama1 tahun di ISI Denpasar,mungkin cukup membikin rasa ‘ intim’ dalam jiwa dan pengembaraan seninya di Pulau Dewata.
Keakraban akan warna, nuansa alam, dan ritmis kehidupan di pulau ini setidaknya merasuki dalam proses berkaryanya.
Tehnik pewarnaan lukisan Hana yang penerapannya hampir mirip lukisan tradisional, tanpa sadar itu ada.
Penerapan warna berlapis-lapis sehingga terjadi gradasi pewarnaan yang matang. Memang warna-warna pastel masih mendominasi di antara semua karya yang telah digarap.
Penggunaan akan simbol “plus” ( bahasa Bali: tapak dara) di beberapa karya bisa jadi merupakan sebuah pergulatan bathin dalam hati seniman akan pengaruh lingkungan Bali.
Di mana kegiatan adat dan keagamaan sering dia temui. Sehingga ada rasa kekaguman akan Sang Pencipta.
Memang sebuah simbol yang mungkin tidak berhubungan dengan kultur Bali tapi bisa ditangkap akan adanya interaksi religius yang menyentuh batin si seniman.
Sebuah dunia mikro yang menggoda, yang jauh dari kultur barat. Melihat karya yang akan dipamerkan, ada unsur pendekatan akan alam Bali yang didapat si seniman.
Kegemaran akan travelling, kecintaan akan bunga membuat Hana bersentuhan dengan alam dan nafas Bali sangat terasa di beberapa karyanya.
Meskipun beberapa karya terlihat sangat abstrak dan hanya merupakan goresan-goresan bermakna. Tapi kesan bermain dengan beragam nuansa warna dan simbol sangat terlihat.
Pewarnaan yang cenderung segar, cerah dan kehijauan mendominasi. Seakan mencitrakan bahwa Bali itu sangatlah renyah, fresh dan menggiurkan.
Apakah Hana tertambat hatinya dengan keindahan Bali secara mendalam atau sekedar kulit saja? Atau seperti halnya seniman-seniman luar yang mencoba singgah di Bali dan hanya menjumput keindahan itu dalam kanvas mereka?
Saya kira Hana punya jawabannya “Saya sangat suka Bali, karena koneksi dengan alam dan bagaimana agama adalah bagian dari hari mereka. Semua energi dan getarannya , sangat sulit dikatakan dengan kata-kata,” kata Hana.
Hana begitu menghayati dan menikmati keindahan dari segala lekuk pulau Dewata. Sebagai seorang pelukis, Hana secara raga dan bathin seakan menyatu dalam alunan kidung dan aroma dupa. Sebuah pulau abadi.(gung tut dewantara)