DENPASAR – Ganja jadi barang terlarang di Indonesia, berbeda dengan di Eropa dan beberapa negara di Amerika Latin.
Karena itu, meski dengan alasan untuk obat, bule Amerika Serikat, Husein Ashadi Bahri harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum setelah nekat mengimpor ganja dari Taiwan.
Jaksa Kadek Wahyudi Ardika didepan majelis hakim yang dipimpin Bambang Eka Putra menjerat terdakwa melanggar pasal Pasal 103 huruf C
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan jounto Pasal 113 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1 miliar.
Dalam sidang tersebut, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan alat bukti. JPU kemudian menghadirkan 8 saksi yang pada intinya memberatkan terdakwa.
Usai pemeriksaan saksi, terdakwa kemudian dimintai pendapat oleh majelis hakim. Terdakwa membenarkan sejumlah alat bukti dan keterangan saksi.
Yang menarik, terdakwa mengaku mengonsumsi ganja dikarenakan memiliki banyak penyakit.
“Sebelumnya saya meminta maaf. Saya punya banyak penyakit. Ada di bagian bagian leher, punggung, perut dan lainnya.
Saya mengonsumsi ganja sebagai obat untuk menghilangkan rasa sakit,” ujar terdakwa yang diterjemahkan oleh penerjemah dalam persidangan.
Untuk menguatkan pernyataannya, terdakwa mengaku mengonsumsi ganja atas resep dokter di Amerika Serikat.
“Saya sudah mengonsumsi banyak obat dari dokter, namun tak bisa hilang rasa sakitnya. Makanya dokter bilang, itu satu-satunya obat penahan rasa sakit,” ungkapnya.
Terdakwa juga memiliki bukti resep dari dokter di Amerika tersebut yang kemudian diperlihatkan kepada majelis hakim.
Terdakwa juga membela dirinya dengan mengatakan banyak negara di dunia ini yang sudah melegalkan ganja.
Hal tersebut langsung ditangapi oleh majelis hakim. “Iya saya tahu. Tetapi di Indonesia masih dilarang dan masuk ke golongan I.
Di Indonesia, marijuana tidak boleh untuk kepentingan kesehatan. Hanya boleh untuk kepentingan pendidikan, untuk penelitian,” tegas hakim.
Disinggung mengenai hal tersebut, terdakwa pun sejatinya sudah mengetahui larangan ganja di Indonesia.
“Saya sudah tahu (larangan ganja di Indonesia), saya pikir tidak terlalu serius. Karena saya juga punya resep dari dokter. Ini obat alamiah. Ini satu-satunya obat saya,” ujar terdakwa.
“Saya bersumpah tidak akan melakukan di Indonesia lagi. Saya berharap yang mulia mengerti kondisi saya dan memaafkan saya,” tambahnya dengan raut wajah penyesalan.
Dalam persidangan itu pula, terdakwa membenarkan jika barang tersebut dibelinya dengan harga 5000 dollar dari Taiwan.
Terdakwa menggunakannya dengan cara memakai sisha. Yakni membakar ganja di atas mangkok alat sisha dan kemudian asapnya diisap.
Sejak ditangkap dan dititipkan di Lapas Kerobokan pada bulan Februari lalu, terdakwa hingga bulan April ini mengaku belum pernah menggunakan ganja.
Di rumah tahanan, ia mengaku menggunakan obat dari dokter di penjara untuk penyakitnya tersebut. Dampaknya, katanya tidak bagus bagi dirinya. Dokter pun dikatakan sempat mengganti-ganti obatnya.
Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Nyoman Ferri Supriadi pun mengaku apa yang dilakukan oleh kliennya tersebut adalah sebagai bentuk pengobatan alternatif.
“Di California, Amerika sana kan dibolehkan dengan dosis 6-7 gram. Ia mengonsusinya sejak 3 atau 4 tahun belakangan ini sebagai obat alternatif kan,” ujarnya.
Dipersidangan terdakwa mengaku memakai ganja karena sakit? “Iya, dia punya penyakit saraf, ambien akut dan lainya. Untuk itu pula, minggu depan kami ajukan saksi yang meringankan dari dokter,” pungkasnya.