27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:49 AM WIB

Investor Tahu Pembagian Dana, Alit: Sandoz Awalnya Minta Rp 100 Miliar

DENPASAR – Terdakwa AA Ngurah Alit Wira Putra, 50, blak-blakan mengungkap ke mana saja aliran dana Rp 16 miliar.

Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa kemarin (31/7), Gung Alit mengaku dari Rp 16 miliar dirinya hanya kebagian Rp 2,1 miliar.

Sedangkan sisanya uang dibagi-bagi untuk tiga orang lainnya. Tiga orang itu adalah Putu Pasek Sandoz Prawirottama anak mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Made Jayantara, dan Candra Wijaya.

Dari tiga orang yang diberi uang oleh Alit, Sandoz menerima paling banyak, yakni Rp 8,3 miliar. Sedangkan Jayantara menerima Rp 2,6 miliar, dan Candra Wijaya 3 miliar.

“Sisanya (Rp 2,1 miliar) saya pakai operasional,” ujar Alit di muka majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Adnya Dewi.

Saat JPU Raka Arimbawa menanyakan asal muasal uang tersebut, Alit menyebut dari saksi korban Sutrisno Lukito Disastro.

Dalam kesepakatan, Sutrisno yang hendak mereklamasi Pelabuhan Benoa seluas 400 hektare bersedia menyerahkan uang Rp 30 miliar untuk pengurusan izin.

Dari Rp 30 miliar yang dijanjikan, Sutrisno baru menyerahkan Rp 16 miliar. Yang menarik, Alit juga mengungkapkan adanya kesepakatan antara Sutrisno dengan Sandoz terkait pengurusan izin proyek.

“Sandoz awalnya meminta uang bukan Rp 80 miliar tapi Rp 100 miliar. Setelah nego-nego turun jadi Rp 80 miliar,” beber Alit.

Rinciannya, uang Rp 80 miliar itu dibayarkan untuk operasional Rp 30 miliar dan sisanya diberikan dalam bentuk saham PT Bangun Segitiga Mas (BSM).

Sutrisno mengklaim dalam kasus ini hanya berperan sebagai pendistribusi dana dari Sutrisno ke Sandoz, Candra, dan Made Jayantara.

“Saya ini dijebak. Saya hanya titipan saja dalam kasus ini,” imbuh pria asal Dalung, Kuta Utara, itu.

Kesepakatan di bawah tangan antara Sutrisno dengan Sandoz, yang kemudian nama Sandoz digantikan Alit itu terjadia pada Februari 2012.

Kala itu ada pertemuan hingga tiga kali di Cffe Bali dan kantor HIPMI yang melibatkan Sandoz, Gung Alit, Jayantara, Candra dan Sutrisno.

Dalam kesempatan itu, Jayantara menjelaskan rencana ada investor, mau bertemu dengan Sandoz, putra Mangku Pastika.

Tim ini kemudian membagi-bagi tugas. Jayantara tigasnya menyampaikan atau mempresentasikan rencana terkait pengembangan Pelabuhan Benoa dan dan aktif menggalang dan meminta dukungan dari 11 desa adat. 

Candra Wijaya di bagian administrasi, Sandoz yang  mengkomunikasikan dengan pemerintah. “Waktu itu saya tidak dapat tugas karena belum dikasih tahu posisi saya. Tugas saya menerima dana dari perusahaan dan mendistribusikannya,” imbuh mantan Caleg DPRD Bali dan DPR RI itu.

Jaksa juga dalam kesempatan itu menyinggung soal draf perjanjian yang dibuat. Awalnya di sana tercantum nama Sandoz.

Namun, Sandoz tidak mau tandatangan dan tidak mau namanya tercantum dalam perjanjian dengan investor. Sehingga posisinya digantikan oleh terdakwa Gung Alit.

Sementara itu, pengacara terdakwa Ali Sadikin dkk menanyakan soal dana Rp 16 miliar itu untuk apa saja. Alit mengatakan, Sandoz, Candra, dan Jayantara yang meminta uang pada dirinya.

“Janjinya mereka ikut mengurus izin reklamasi ini. Permintaan dana ke investor itu adalah bagian dari pembagian tugas yang akan dikerjakan.

Sehingga diminta dana miliaran ke Sutrisno,” paparnya. “Ini (pembagian dana) atas pengetahuan dan persetujuan Sutrisno,” imbuhnya.

Alit mencontohkan pencairan dana USD 100 ribu khusus untuk bertemu dengan Gubernur Made Mangku Pastika. Alit juga menyebut sejatinya sudah keluar izin prinsip dan rekomendasi.

“Tapi, mereka sudah memberi keterangan dalam sidang tidak ada mengatakan seperti itu?” pancing JPU. “Mereka berbohong, Pak. Dari awal mereka yang mengatur semuanya,” ucapnya bersungut. 

DENPASAR – Terdakwa AA Ngurah Alit Wira Putra, 50, blak-blakan mengungkap ke mana saja aliran dana Rp 16 miliar.

Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa kemarin (31/7), Gung Alit mengaku dari Rp 16 miliar dirinya hanya kebagian Rp 2,1 miliar.

Sedangkan sisanya uang dibagi-bagi untuk tiga orang lainnya. Tiga orang itu adalah Putu Pasek Sandoz Prawirottama anak mantan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, Made Jayantara, dan Candra Wijaya.

Dari tiga orang yang diberi uang oleh Alit, Sandoz menerima paling banyak, yakni Rp 8,3 miliar. Sedangkan Jayantara menerima Rp 2,6 miliar, dan Candra Wijaya 3 miliar.

“Sisanya (Rp 2,1 miliar) saya pakai operasional,” ujar Alit di muka majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Adnya Dewi.

Saat JPU Raka Arimbawa menanyakan asal muasal uang tersebut, Alit menyebut dari saksi korban Sutrisno Lukito Disastro.

Dalam kesepakatan, Sutrisno yang hendak mereklamasi Pelabuhan Benoa seluas 400 hektare bersedia menyerahkan uang Rp 30 miliar untuk pengurusan izin.

Dari Rp 30 miliar yang dijanjikan, Sutrisno baru menyerahkan Rp 16 miliar. Yang menarik, Alit juga mengungkapkan adanya kesepakatan antara Sutrisno dengan Sandoz terkait pengurusan izin proyek.

“Sandoz awalnya meminta uang bukan Rp 80 miliar tapi Rp 100 miliar. Setelah nego-nego turun jadi Rp 80 miliar,” beber Alit.

Rinciannya, uang Rp 80 miliar itu dibayarkan untuk operasional Rp 30 miliar dan sisanya diberikan dalam bentuk saham PT Bangun Segitiga Mas (BSM).

Sutrisno mengklaim dalam kasus ini hanya berperan sebagai pendistribusi dana dari Sutrisno ke Sandoz, Candra, dan Made Jayantara.

“Saya ini dijebak. Saya hanya titipan saja dalam kasus ini,” imbuh pria asal Dalung, Kuta Utara, itu.

Kesepakatan di bawah tangan antara Sutrisno dengan Sandoz, yang kemudian nama Sandoz digantikan Alit itu terjadia pada Februari 2012.

Kala itu ada pertemuan hingga tiga kali di Cffe Bali dan kantor HIPMI yang melibatkan Sandoz, Gung Alit, Jayantara, Candra dan Sutrisno.

Dalam kesempatan itu, Jayantara menjelaskan rencana ada investor, mau bertemu dengan Sandoz, putra Mangku Pastika.

Tim ini kemudian membagi-bagi tugas. Jayantara tigasnya menyampaikan atau mempresentasikan rencana terkait pengembangan Pelabuhan Benoa dan dan aktif menggalang dan meminta dukungan dari 11 desa adat. 

Candra Wijaya di bagian administrasi, Sandoz yang  mengkomunikasikan dengan pemerintah. “Waktu itu saya tidak dapat tugas karena belum dikasih tahu posisi saya. Tugas saya menerima dana dari perusahaan dan mendistribusikannya,” imbuh mantan Caleg DPRD Bali dan DPR RI itu.

Jaksa juga dalam kesempatan itu menyinggung soal draf perjanjian yang dibuat. Awalnya di sana tercantum nama Sandoz.

Namun, Sandoz tidak mau tandatangan dan tidak mau namanya tercantum dalam perjanjian dengan investor. Sehingga posisinya digantikan oleh terdakwa Gung Alit.

Sementara itu, pengacara terdakwa Ali Sadikin dkk menanyakan soal dana Rp 16 miliar itu untuk apa saja. Alit mengatakan, Sandoz, Candra, dan Jayantara yang meminta uang pada dirinya.

“Janjinya mereka ikut mengurus izin reklamasi ini. Permintaan dana ke investor itu adalah bagian dari pembagian tugas yang akan dikerjakan.

Sehingga diminta dana miliaran ke Sutrisno,” paparnya. “Ini (pembagian dana) atas pengetahuan dan persetujuan Sutrisno,” imbuhnya.

Alit mencontohkan pencairan dana USD 100 ribu khusus untuk bertemu dengan Gubernur Made Mangku Pastika. Alit juga menyebut sejatinya sudah keluar izin prinsip dan rekomendasi.

“Tapi, mereka sudah memberi keterangan dalam sidang tidak ada mengatakan seperti itu?” pancing JPU. “Mereka berbohong, Pak. Dari awal mereka yang mengatur semuanya,” ucapnya bersungut. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/