29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:06 AM WIB

Tuntutan Cabut Remisi Meluas, Menteri Yasonna Ngaku Sulit Tidur

DENPASAR – Tuntutan para jurnalis untuk mencabut remisi Nyoman Susrama, pembunuh jurnalis Radar Bali AA Gede Bagus Narendra Prabangsa pada 2009 silam ternyata membuat Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly sulit tidur.

Fakta itu diungkap Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami saat menemui Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) di Kantor Kanwil Hukum dan HAM  Bali, Sabtu (2/2) siang.

“Tidak hanya teman-teman (SJB) saja yang sulit tidur, pak Menteri juga nggak bisa tidur. Sampai tadi malam kan masih diskusi tentang ini. Akhirnya saya diminta hadir ke Bali sekarang ini,” ungkap Sri Puguh Budi Utami.

Diketahui, kehadiran Sri Puguh ke Bali ini untuk mengambil langsung surat keberatan yang diajukan oleh pihak SJB terhadap remisi yang didapatkan oleh Susrama.

Surat keberatan yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo oleh berbagai instansi, seperti Aliansi Jurnalis Independent (AJI), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Bali,

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Frontier Bali dan masih banyak lagi, akan digunakan sebagai bahan untuk mengkaji ulang pemberian remisi terhadap Susrama yang juga merupakan terpidana korupsi tersebut.

Yang juga tak kalah pentingnya, dalam surat keberatan tersebut juga berisi curhatan dari keluarga korban,

yakni Anak Agung Mas Prihantini selaku istri korban yang pada intinya kecewa dengan pemberian remisi terhadap pembunuh suaminya tersebut.

Pemberian surat keberatan tersebut juga atas usulan dari pihak Kementerian Hukum dan HAM dengan berdasar UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Surat keberatan tersebut akan dijadikan dasar pertimbangan dalam kajian yang akan dilakukan.

“Setelah surat ini kami terima, kami akan bawa ke Pak Menteri. Biar kami langsung proses dengan membuat kajian. Ini penting (surat keberatan), makanya saya datang ke sini (Bali),” tegasnya.

Surat keberatan yang diajukan kepada Presiden pasca dikeluarkannya remisi tersebut memang memiliki batas waktu.

Secara undang-undang, dikatakan keberatan atas putusan diberikan waktu sampai 21 hari sejak diumumkan.

“Tanggal 7 Desember 2018 itu ditetapkan, bukan diumumkan. Jadi masih ada ruang. Ini harus kerja cepat, supaya tidak basi apa yang diharapkan oleh teman-teman,” ujarnya.

Di akhir, Sri Puguh pun menerima surat keberatan tersebut dan kemudian mengaku akan mempercepat proses pengkajian.

“Mudah-mudahan langsung direspons cepat, sehingga bisa terwujud apa yang disampaikan dalam surat keberatan ini. Ini menjadi target kami juga,” pungkasnya. 

DENPASAR – Tuntutan para jurnalis untuk mencabut remisi Nyoman Susrama, pembunuh jurnalis Radar Bali AA Gede Bagus Narendra Prabangsa pada 2009 silam ternyata membuat Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly sulit tidur.

Fakta itu diungkap Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami saat menemui Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) di Kantor Kanwil Hukum dan HAM  Bali, Sabtu (2/2) siang.

“Tidak hanya teman-teman (SJB) saja yang sulit tidur, pak Menteri juga nggak bisa tidur. Sampai tadi malam kan masih diskusi tentang ini. Akhirnya saya diminta hadir ke Bali sekarang ini,” ungkap Sri Puguh Budi Utami.

Diketahui, kehadiran Sri Puguh ke Bali ini untuk mengambil langsung surat keberatan yang diajukan oleh pihak SJB terhadap remisi yang didapatkan oleh Susrama.

Surat keberatan yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo oleh berbagai instansi, seperti Aliansi Jurnalis Independent (AJI), Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Bali,

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Frontier Bali dan masih banyak lagi, akan digunakan sebagai bahan untuk mengkaji ulang pemberian remisi terhadap Susrama yang juga merupakan terpidana korupsi tersebut.

Yang juga tak kalah pentingnya, dalam surat keberatan tersebut juga berisi curhatan dari keluarga korban,

yakni Anak Agung Mas Prihantini selaku istri korban yang pada intinya kecewa dengan pemberian remisi terhadap pembunuh suaminya tersebut.

Pemberian surat keberatan tersebut juga atas usulan dari pihak Kementerian Hukum dan HAM dengan berdasar UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Surat keberatan tersebut akan dijadikan dasar pertimbangan dalam kajian yang akan dilakukan.

“Setelah surat ini kami terima, kami akan bawa ke Pak Menteri. Biar kami langsung proses dengan membuat kajian. Ini penting (surat keberatan), makanya saya datang ke sini (Bali),” tegasnya.

Surat keberatan yang diajukan kepada Presiden pasca dikeluarkannya remisi tersebut memang memiliki batas waktu.

Secara undang-undang, dikatakan keberatan atas putusan diberikan waktu sampai 21 hari sejak diumumkan.

“Tanggal 7 Desember 2018 itu ditetapkan, bukan diumumkan. Jadi masih ada ruang. Ini harus kerja cepat, supaya tidak basi apa yang diharapkan oleh teman-teman,” ujarnya.

Di akhir, Sri Puguh pun menerima surat keberatan tersebut dan kemudian mengaku akan mempercepat proses pengkajian.

“Mudah-mudahan langsung direspons cepat, sehingga bisa terwujud apa yang disampaikan dalam surat keberatan ini. Ini menjadi target kami juga,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/