27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 6:33 AM WIB

Korban Pencabulan Dibebani Biaya Visum, KPPAD Bali Turun ke Buleleng

SINGARAJA – Adanya keluhan yang masuk ke meja Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali terkait 

dengan pembayaran biaya visum yang dibebankan kepada korban kejahatan dan kekerasan anak akhirnya mendapat sorotan dari KPPAD Bali.

Sebelumnya seorang anak berusia 5 tahun di Seririt Buleleng dengan inisial EM menjadi korban dugaan persetubuhan seorang lelaki tua berinisial IGBSP, 60. 

EM menjadi korban persetubuhan di rumahnya sejak sebulan yang lalu. Dengan nomor laporan polisi: LP B/76/VI/2020/BALI/RES Buleleng.  

Saat dilakukan visum pada anak tersebut ayah korban mengeluhkan terkait biaya visum yang dikeluarkan di RSUD Buleleng. 

Ayah dari korban EM sempat beberapa kali meminta agar anaknya secepatnya dilakukan visum setelah kasus persetubuhan dilimpahkan ke Unit PPA Satreskrim Polres Buleleng. 

Namun petugas beralasan pembayaran visum dengan biaya mahal sebesar Rp 1 juta.

Khawatir terlalu lama, sehingga ayah dari EM melakukan visum secara mandiri ke RS Buleleng dengan biaya pribadi sebesar Rp 462 ribu.

Mendengar keluhan tersebut dua anggota Komisioner KPPAD Bali pun langsung turun ke Buleleng. 

A. A Sagung Anie Asmoro bersama Ni Luh Gede Yastini mengungkapkan pihaknya selain ingin memberikan pendampingan dan pengawasan dalam kasus persetubuhan anak di Bawah umur di Buleleng. 

Juga datang karena adanya pengaduan dari korban persetubuhan yakni orang tua korban dengan adanya pembiayaan visum yang dibebani kepada korban.

“Kami inginkan mereka ini kan korban persetubuhan. Malah menjadi korban lagi dengan pembiayaan visum yang malah di rumah sakit. Ini menjadi beban mereka,” kata Anie Asmoro.

Dia melanjutkan keluhan-keluhan dari masyarakat Buleleng yang menjadi korban persetubuhan dan kejahatan anak pihaknya telah bertemu 

dengan Bupati Buleleng dan DPRD Buleleng untuk membahas hal tersebuta agar biaya visum tidak lagi dibebani kepada korban yang menjadi korban persetubuhan.

Diakui Anie Asmoro, Buleleng memang memiliki Perda Perlindungan Perempuan dan Anak dengan ada point yang mengatur bahwa pembiayaan visum tersebut gratis. 

Tapi, kenyataan dilapangan dari tahun 2018 dan ini keluhan dari pendamping sosial (Pedsos) anak dan P2TP2A. Setiap kali visum dilakukan selalu dibebankan kepada korban persetubuhan.

Bahkan, ironi lagi lantaran korban dari keluarga miskin. Maka pedsos dan P2TP2A harus urunan untuk membiayai visum dari anak yang menjadi korban persetubuhan.

“Ini yang kami sangat sayangkan. Seharus adanya perda tersebut sudah tidak ada lagi pembayaran visum bagi anak yang menjadi korban,” ungkap Anie Asmoro.

Dia menambahkan di Buleleng kedepan sudah tidak ada lagi pembiayaan visum bagi anak korban korban persetubuhan. 

Masalah ini pihaknya akan duduk bersama kembali dengan dinas kesehatan, rumah sakit, dinsos, polisi dan pihak terkait lainnya agar pihaknya tak lagi mendengar biaya visum dibebankan kepada korban.

“Di Bali Denpasar, Badung dan kabupaten lainnya sudah menggratiskan biaya visum bagi anak yang menjadi korban persetubuhan,” pungkasnya.  

Sementara itu Kasat Reskrim Polres Buleleng AKP Vicky tri Haryanto mengatakan kasus persetubuhan anak berusia 5 tahun 

di Seririt baru memasuki proses penyelidikan dan Unit PPA Reskrim masih melakukan pendampingan terhadap anak.

“Sejauh ini masih dua saksi yang kami periksa. Dari orang tua korban dan terduga pelaku,” ungkapnya.

Untuk korban EM masih dalam kondisi trauma, karena setiap dimintai keterangan selalu menangis. 

“Kami berencana mendatangi psikolog untuk mendampingi anak tersebut. Agar korban dapat memberikan keterangan sejelas-jelasnya terkait dugaan persetubuhan yang korban alami,” tandas AKP Vicky.

SINGARAJA – Adanya keluhan yang masuk ke meja Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali terkait 

dengan pembayaran biaya visum yang dibebankan kepada korban kejahatan dan kekerasan anak akhirnya mendapat sorotan dari KPPAD Bali.

Sebelumnya seorang anak berusia 5 tahun di Seririt Buleleng dengan inisial EM menjadi korban dugaan persetubuhan seorang lelaki tua berinisial IGBSP, 60. 

EM menjadi korban persetubuhan di rumahnya sejak sebulan yang lalu. Dengan nomor laporan polisi: LP B/76/VI/2020/BALI/RES Buleleng.  

Saat dilakukan visum pada anak tersebut ayah korban mengeluhkan terkait biaya visum yang dikeluarkan di RSUD Buleleng. 

Ayah dari korban EM sempat beberapa kali meminta agar anaknya secepatnya dilakukan visum setelah kasus persetubuhan dilimpahkan ke Unit PPA Satreskrim Polres Buleleng. 

Namun petugas beralasan pembayaran visum dengan biaya mahal sebesar Rp 1 juta.

Khawatir terlalu lama, sehingga ayah dari EM melakukan visum secara mandiri ke RS Buleleng dengan biaya pribadi sebesar Rp 462 ribu.

Mendengar keluhan tersebut dua anggota Komisioner KPPAD Bali pun langsung turun ke Buleleng. 

A. A Sagung Anie Asmoro bersama Ni Luh Gede Yastini mengungkapkan pihaknya selain ingin memberikan pendampingan dan pengawasan dalam kasus persetubuhan anak di Bawah umur di Buleleng. 

Juga datang karena adanya pengaduan dari korban persetubuhan yakni orang tua korban dengan adanya pembiayaan visum yang dibebani kepada korban.

“Kami inginkan mereka ini kan korban persetubuhan. Malah menjadi korban lagi dengan pembiayaan visum yang malah di rumah sakit. Ini menjadi beban mereka,” kata Anie Asmoro.

Dia melanjutkan keluhan-keluhan dari masyarakat Buleleng yang menjadi korban persetubuhan dan kejahatan anak pihaknya telah bertemu 

dengan Bupati Buleleng dan DPRD Buleleng untuk membahas hal tersebuta agar biaya visum tidak lagi dibebani kepada korban yang menjadi korban persetubuhan.

Diakui Anie Asmoro, Buleleng memang memiliki Perda Perlindungan Perempuan dan Anak dengan ada point yang mengatur bahwa pembiayaan visum tersebut gratis. 

Tapi, kenyataan dilapangan dari tahun 2018 dan ini keluhan dari pendamping sosial (Pedsos) anak dan P2TP2A. Setiap kali visum dilakukan selalu dibebankan kepada korban persetubuhan.

Bahkan, ironi lagi lantaran korban dari keluarga miskin. Maka pedsos dan P2TP2A harus urunan untuk membiayai visum dari anak yang menjadi korban persetubuhan.

“Ini yang kami sangat sayangkan. Seharus adanya perda tersebut sudah tidak ada lagi pembayaran visum bagi anak yang menjadi korban,” ungkap Anie Asmoro.

Dia menambahkan di Buleleng kedepan sudah tidak ada lagi pembiayaan visum bagi anak korban korban persetubuhan. 

Masalah ini pihaknya akan duduk bersama kembali dengan dinas kesehatan, rumah sakit, dinsos, polisi dan pihak terkait lainnya agar pihaknya tak lagi mendengar biaya visum dibebankan kepada korban.

“Di Bali Denpasar, Badung dan kabupaten lainnya sudah menggratiskan biaya visum bagi anak yang menjadi korban persetubuhan,” pungkasnya.  

Sementara itu Kasat Reskrim Polres Buleleng AKP Vicky tri Haryanto mengatakan kasus persetubuhan anak berusia 5 tahun 

di Seririt baru memasuki proses penyelidikan dan Unit PPA Reskrim masih melakukan pendampingan terhadap anak.

“Sejauh ini masih dua saksi yang kami periksa. Dari orang tua korban dan terduga pelaku,” ungkapnya.

Untuk korban EM masih dalam kondisi trauma, karena setiap dimintai keterangan selalu menangis. 

“Kami berencana mendatangi psikolog untuk mendampingi anak tersebut. Agar korban dapat memberikan keterangan sejelas-jelasnya terkait dugaan persetubuhan yang korban alami,” tandas AKP Vicky.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/