DENPASAR – Sidang kasus ujaran kebencian dengan terdakwa front man Superman Is Dead (SID) I Gede Aryastina alias JRX SID kembali berlanjut secara online, Kamis (1/10) kemarin.
Kali ini agendanya terkait tanggapan jaksa atas eksepsi atau nota pembelaan yang dibuat oleh tim kuasa JRX pada sidang sebelumnya.
Selama sekitar 45 menit JPU Otong Hendra Rahayu dkk bergiliran membacakan tanggapan setebal 18 halaman.
Dalam tanggapannya JPU meminta majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi menolak eksepsi yang dibacakan tim kuasa hukum JRX SID yang dimotori I Wayan “Gendo” Suardana.
Pertimbangan JPU meminta hakim tidak mengabulkan eksepsi terdawka karena eksepsi yang diajukan sudah masuk pokok materi atau perkara.
Selain itu, tim penasihat hukum terdakwa dalam eksepsinya telah mengakui/membenarkan jika terdakwa benar menggunggah postingan di Instagram pada 13 Juni 2020.
Postingan terdakwa itu berlanjut pada 15 Juni 2020. Postingan itu yang kemudian dianggap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mencemarkan nama baik dan menjadi ujaran kebencian.
JPU juga menolak tudingan penasihat hukum yang menyebut dakwaan tidak memenuhi kualifikasi syarat pembuatan dakwaan dan JPU tidak memahami dakwaan alternatif.
“Alasan keberatan terdakwa tersebut telah melampaui batas ruang lingkup eksepsi/keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP,” tegas JPU I Bagus P.G. Agung.
JPU Bagus juga menyangkal eksepsi yang menyebut perumusan dakwaan tentang perbuatan berlanjut tidak lengkap.
Dijelaskan JPU, perbuatan berlanjut yang dimaksudkan dalam dakwaan adalah adanya perbuatan yang saling berkaitan satu sama lain dan sejenis, yang ditujukan pada objek yang sama dalam perkara a quo IDI.
“Keberatan tim penasihat hukum dianggap telah memasuki materi perkara yang akan diperiksa pada saat pembuktian. Sehingga alasan keberatan semacam ini tidak perlu dipertimbangkan dan harus ditolak,” imbuh JPU Bagus.
Sementara itu, JPU Ni Luh Putu Evy Widhiarini mengatakan, tudingan penasihat hukum dakwaan kabur atau obscuur libel juga tidak tepat.
Sebab, JPU membuat surat dakwaan berdasarkan fakta-fakta, termasuk alat bukti yang terungkap di dalam berkas perkara yang disajikan oleh penyidik.
Dikatakan, dalam penyusunan surat dakwaan, JPU telah berpedoman pada Pasal 143 ayat (2) huruf a dan b KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/JA/11/1993.
“Apakah pengadu dan/atau korban mempunyai kedudukan hukum/legal standing dan apakah surat kuasa sah atau tidak? hal tersebut perlu dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara,” beber JPU Evy.
Sementara JPU M. Anugerah Agung Faizal menyebut materi keberatan lainnya dari penasihat hukum dinilai telah menyentuh materi perkara yang menjadi objek pemeriksaan.
Di bagian penutup, JPU Otong menegaskan, karena semua alasan keberatan penasihat hukum tidak berdasar,
maka surat dakwaan JPU Nomor Register Perkara: 0637/DENPA/KTB-TPUL/08/2020 tanggal 26 Agustus 2020 telah disusun secara cermat,
jelas dan lengkap serta telah memenuhi syarat-syarat formil dan materiil sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat (2) KUHAP.
“Menyatakan keberatan/eksepsi dari penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara an. terdakwa I Gede Aryastina alias JRX,” tandas Otong.
Hakim Ida Ayu akan membacakan putusan sela pada persidangan Selasa depan tanggal 6 Oktober 2020. Hingga putusan sela sidang tetap digelar secara daring.