27 C
Jakarta
20 November 2024, 22:21 PM WIB

Trauma,Tak Menyangka Jika Pelaku Punya Niat Jahat Merampok & Membunuh

Sejak menjadi korban perampokan, pada Sabtu (1/6), Jro Ari masih mengaku trauma. Ia tak menyangka jika dirinya menjadi target perampokan dan pembunuhan.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

 

 

SENIN siang (3/6) sekitar pukul 12.30, Ni Ketut Ari Muliani alias Jero Ari, 46, baru pulang dari cek up di RS Sanjiwani Gianyar.

 

Jero Ari turun dari mobil Toyota Avanza warna silver di rumahnya di Banjar Sema, Kelurahan Bitra, Kecamatan Gianyar.

 

Dia tampak diantar oleh suaminya, Dewa Ambara. Saat turun dari mobil, Jero Ari tampak kesakitan.

 

Beberapa perban menempel di tubuhnya. Yakni di siku, dekat lengan tangan kanan.

 

Bagian tubuh lainnya, tampak lecet-lecet. Termasuk di bagian pipinya.

 

“Yang ini paling parah. Dijahit 9,” ujar Jero Ari menunjukkan tumit kaki kanannya yang robek pasca-melompat dari mobil pelaku perampokan.

 

Jero Ari pun lupa, kenapa tumit kanannya itu robek.

 

“Kaki yang mana pertama menginjak tanah, saya lupa. Saya cuma berusaha keluar dari mobil itu. Setelah loncat (mobil, red) rasanya seperti surga,” jelasnya.

 

Manager keuangan di vila Sanggingan, Kecamatan Ubud, tersebut mengaku sudah mengenal pelaku Edy Suprayitno dan Mohamad Saiful Rizal sejak 7 tahun lalu.

“Mereka ini jadi pekerja harian lepas. Mereka ini tukang. Kebetulan vila tempat saya kerja agak lembab, jadi sering ada cat mengelupas seperti itu,” ujarnya.

 

Sejak 7 tahun lalu, maka Edy dan kawan-kawannya selalu dikontak.

 

“Ada apa-apa, dia cepat datang dan kerja cepat. Ini bocor, langsung diperbaiki,” jelasnya.

 

Jero Ari pun mengaku tidak pernah berhutang pada para pelaku ini.

 

“Setiap kerja, langsung saya bayar, tidak pernah saya punya utang,” jelasnya.

 

Bahkan, ketika pelaku Edy tidak punya uang, biasa meminta bekal kepada Jero Ari. “Dia biasa minta uang. Saya orangnya kasihan. Pasti saya kasih dia Rp 50-100 ribu itu sudah biasa,” jelasnya.

 

Karena hubungan perkawanan sudah berlangsung lama, maka saat pelaku Edy meminta tolong, tidak ada kecurigaan.

 

“Edy katanya minta tolong menterjamahin. Dia punya proyek sama bule (warga negara asing, red). Kebetulan saya ada waktu, makanya saya bantu,” jelasnya.

 

Namun, sebelum bertemu dengan Edy, Jero Ari ini sempat mengambil uang di salah satu ATM di wilayah Gianyar. “Jumlahnya Rp 10 juta, memang itu untuk bayar pegawai vila di tempat lain,” jelasnya.

 

Jero Ari yakin, ketika mengambil uang tidak ada yang melihat, atau tidak ada yang mencurigakan. Terlebih jumlahnya tidak sampai puluhan juta.

 

“Setelah itu saya langsung ketemu Edy. Awalnya saya tidak mau satu mobil, saya naik motor saja,” jelasnya.

 

Dengan mobil sewaan, pelaku Edy memohon supaya Jero Ari masuk mobil.

 

Alasannya tidak enak dilihat oleh bule yang hendak diajak ketemuan di Jalan Sri Wedari Ubud. “Lalu saya titip motor saya di Jalan Sweta. Itu di depan hotel,” jelasnya.

 

Di dalam mobil itu, Jero Ari melihat ada 4 orang. Yakni pelaku Edy di bagian sopir, Mohamad Saiful Rizal di samping sopir. Dan pelaku tak dikenal duduk di jok paling belakang.

 

“Waktu datang, saya bilang, motor saya siapa yang jagain? Edy langsung nyuruh satu orang turun jaga motor saya,” jelasnya.

 

Sehingga di dalam mobil, Jero Ari hanya melihat 3 pelaku. “Ternyata setelah ditangkap, polisi bilang ternyata di mobil ada 1 lagi sedanng tidur, cuma saya waktu itu nggak lihat,” jelasnya.

 

Jero Ari pun duduk di jok tengah. Dua pelaku di depan, dan satu pelaku lainnya di jok paling belakang.

 

“Awalnya Edy ini mencari bule itu pakai google map. Memang alamatnya di depan rumah. Setelah sampai, dia pura-pura nelpon. Dan tidak diangkat,” jelasnya.

 

Lantaran Jero Ari banyak urusan, dia pun ingin diantar kembali ke motornya.

 

“Saya bilangin ke dia, nanti ada teman saya deh yang jadi penerjemah. Balikin saya dulu,” ujar Jero Ari menirukan ucapannya kepada pelaku.

 

Gelagat aneh mulai muncul ketika mobil itu menuju tempat parkir motor di Jalan Sweta Ubud.

 

“Pelaku yang paling belakang mulai mengeluarkan alat strum. Bahu saya di strum-strum dua kali,” ujarnya.

 

Dia pun mulai merasa makin ada yang aneh. “Ini tidak beres. Saya juga dengar suara jeglek. Seperti suara central lock mobil. Motor saya dilewati, dia ngebut,” jelasnya. “Bagaimana ini, kok motor saya dilewati,” imbuhnya.

 

Merasa terancam, Jero Ari memilih membuka pintu mobil. “Pikiran saya cuma satu, gimana saya keluar dari mobil ini. Akhirnya saya buka pintu mobil, lalu saya terguling,” jelasnya.

 

Di pinggir jalan, sambil menahan sakit, Jero Ari berusaha menyetop beberapa kendaraan yang melintas untuk minta tolong. “Waktu itu tidak ada yang berani jadi saksi. Akhirnya saya diajak ke keramaian. Disana saya minta telponin keluarga saya, cari HP saya yang terpental di pinggir jalan,” jelasnya.

 

Jero Ari pun tidak menyangka para pelaku berbuat jahat kepadanya. “Sebetulnya para pelaku yang di dalam mobil ini saya tahu wajah mereka. Karena itu satu grup sama Edy kalau ada perbaikan,” jelasnya.

 

Sayangnya, Jero Ari memang tidak pernah mengetahui identitas mereka. “Saya tidak pernah foto KTP mereka. Karena mereka sifatnya hanya pekerja lepas,” ungkapnya.

 

Selama di dalam mobil, Jero Ari juga tidak pernah menyebut ada uang di dalam tasnya.

 

“Tapi saya kepikiran, setidaknya mereka bisa rebut ATM saya. Karena saya bendahara,” ungkapnya.

 

 Apalagi, setelah pelaku ditangkap, ditemukan alat-alat yang bikin kaget. “Ada minyak kecubung, itu bikin teler. Ada pisau juga. Mungkin skenarionya saya dibikin teler, terus disuruh buka pin ATM,” jelasnya.

 

Yang membuatnya kaget, ternyata hasil pemeriksaan polisi mencengangkan. “Katanya dari perlengkapan ini dan dari keterangan pelaku. Setelah dirampok, saya mau dibunuh. Untung saya bisa lompat,” jelasnya.

 

Sementara itu, suami korban, Dewa Ambara, memang mengetahui para pelaku ini karena sudah sering diajak kerja sama di bidang servis vila. “Kami tidak menyangka dia berbuat begitu dengan istri saya,” ujar Ambara.

 

Dia pun berharap, para pelaku bisa dijerat hukuman seberat-beratnya. “Mudah-mudahan diberi hukuman yang berat,” ujar Ambara diamini oleh Jero Ari.

Namun sayang, Dewa Ambara sudah mendengar bocoran jika percobaan perampokan hanya dihukum paling berat 5 tahun.

“Kalau bisa sih seberat-beratnya, biar kapok,” pintanya.

Yang menjengkelkan, saat ditangkap, para pelaku hanya tersenyum cengengesan.

“Pelaku menunduk saja. Dia (Edy, red) juga ketawa-ketawa sama temannya (Saiful Rizal, red). Cuek sekali dia. Minta maaf juga tidak,” pungkasnya.

Sejak menjadi korban perampokan, pada Sabtu (1/6), Jro Ari masih mengaku trauma. Ia tak menyangka jika dirinya menjadi target perampokan dan pembunuhan.

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

 

 

SENIN siang (3/6) sekitar pukul 12.30, Ni Ketut Ari Muliani alias Jero Ari, 46, baru pulang dari cek up di RS Sanjiwani Gianyar.

 

Jero Ari turun dari mobil Toyota Avanza warna silver di rumahnya di Banjar Sema, Kelurahan Bitra, Kecamatan Gianyar.

 

Dia tampak diantar oleh suaminya, Dewa Ambara. Saat turun dari mobil, Jero Ari tampak kesakitan.

 

Beberapa perban menempel di tubuhnya. Yakni di siku, dekat lengan tangan kanan.

 

Bagian tubuh lainnya, tampak lecet-lecet. Termasuk di bagian pipinya.

 

“Yang ini paling parah. Dijahit 9,” ujar Jero Ari menunjukkan tumit kaki kanannya yang robek pasca-melompat dari mobil pelaku perampokan.

 

Jero Ari pun lupa, kenapa tumit kanannya itu robek.

 

“Kaki yang mana pertama menginjak tanah, saya lupa. Saya cuma berusaha keluar dari mobil itu. Setelah loncat (mobil, red) rasanya seperti surga,” jelasnya.

 

Manager keuangan di vila Sanggingan, Kecamatan Ubud, tersebut mengaku sudah mengenal pelaku Edy Suprayitno dan Mohamad Saiful Rizal sejak 7 tahun lalu.

“Mereka ini jadi pekerja harian lepas. Mereka ini tukang. Kebetulan vila tempat saya kerja agak lembab, jadi sering ada cat mengelupas seperti itu,” ujarnya.

 

Sejak 7 tahun lalu, maka Edy dan kawan-kawannya selalu dikontak.

 

“Ada apa-apa, dia cepat datang dan kerja cepat. Ini bocor, langsung diperbaiki,” jelasnya.

 

Jero Ari pun mengaku tidak pernah berhutang pada para pelaku ini.

 

“Setiap kerja, langsung saya bayar, tidak pernah saya punya utang,” jelasnya.

 

Bahkan, ketika pelaku Edy tidak punya uang, biasa meminta bekal kepada Jero Ari. “Dia biasa minta uang. Saya orangnya kasihan. Pasti saya kasih dia Rp 50-100 ribu itu sudah biasa,” jelasnya.

 

Karena hubungan perkawanan sudah berlangsung lama, maka saat pelaku Edy meminta tolong, tidak ada kecurigaan.

 

“Edy katanya minta tolong menterjamahin. Dia punya proyek sama bule (warga negara asing, red). Kebetulan saya ada waktu, makanya saya bantu,” jelasnya.

 

Namun, sebelum bertemu dengan Edy, Jero Ari ini sempat mengambil uang di salah satu ATM di wilayah Gianyar. “Jumlahnya Rp 10 juta, memang itu untuk bayar pegawai vila di tempat lain,” jelasnya.

 

Jero Ari yakin, ketika mengambil uang tidak ada yang melihat, atau tidak ada yang mencurigakan. Terlebih jumlahnya tidak sampai puluhan juta.

 

“Setelah itu saya langsung ketemu Edy. Awalnya saya tidak mau satu mobil, saya naik motor saja,” jelasnya.

 

Dengan mobil sewaan, pelaku Edy memohon supaya Jero Ari masuk mobil.

 

Alasannya tidak enak dilihat oleh bule yang hendak diajak ketemuan di Jalan Sri Wedari Ubud. “Lalu saya titip motor saya di Jalan Sweta. Itu di depan hotel,” jelasnya.

 

Di dalam mobil itu, Jero Ari melihat ada 4 orang. Yakni pelaku Edy di bagian sopir, Mohamad Saiful Rizal di samping sopir. Dan pelaku tak dikenal duduk di jok paling belakang.

 

“Waktu datang, saya bilang, motor saya siapa yang jagain? Edy langsung nyuruh satu orang turun jaga motor saya,” jelasnya.

 

Sehingga di dalam mobil, Jero Ari hanya melihat 3 pelaku. “Ternyata setelah ditangkap, polisi bilang ternyata di mobil ada 1 lagi sedanng tidur, cuma saya waktu itu nggak lihat,” jelasnya.

 

Jero Ari pun duduk di jok tengah. Dua pelaku di depan, dan satu pelaku lainnya di jok paling belakang.

 

“Awalnya Edy ini mencari bule itu pakai google map. Memang alamatnya di depan rumah. Setelah sampai, dia pura-pura nelpon. Dan tidak diangkat,” jelasnya.

 

Lantaran Jero Ari banyak urusan, dia pun ingin diantar kembali ke motornya.

 

“Saya bilangin ke dia, nanti ada teman saya deh yang jadi penerjemah. Balikin saya dulu,” ujar Jero Ari menirukan ucapannya kepada pelaku.

 

Gelagat aneh mulai muncul ketika mobil itu menuju tempat parkir motor di Jalan Sweta Ubud.

 

“Pelaku yang paling belakang mulai mengeluarkan alat strum. Bahu saya di strum-strum dua kali,” ujarnya.

 

Dia pun mulai merasa makin ada yang aneh. “Ini tidak beres. Saya juga dengar suara jeglek. Seperti suara central lock mobil. Motor saya dilewati, dia ngebut,” jelasnya. “Bagaimana ini, kok motor saya dilewati,” imbuhnya.

 

Merasa terancam, Jero Ari memilih membuka pintu mobil. “Pikiran saya cuma satu, gimana saya keluar dari mobil ini. Akhirnya saya buka pintu mobil, lalu saya terguling,” jelasnya.

 

Di pinggir jalan, sambil menahan sakit, Jero Ari berusaha menyetop beberapa kendaraan yang melintas untuk minta tolong. “Waktu itu tidak ada yang berani jadi saksi. Akhirnya saya diajak ke keramaian. Disana saya minta telponin keluarga saya, cari HP saya yang terpental di pinggir jalan,” jelasnya.

 

Jero Ari pun tidak menyangka para pelaku berbuat jahat kepadanya. “Sebetulnya para pelaku yang di dalam mobil ini saya tahu wajah mereka. Karena itu satu grup sama Edy kalau ada perbaikan,” jelasnya.

 

Sayangnya, Jero Ari memang tidak pernah mengetahui identitas mereka. “Saya tidak pernah foto KTP mereka. Karena mereka sifatnya hanya pekerja lepas,” ungkapnya.

 

Selama di dalam mobil, Jero Ari juga tidak pernah menyebut ada uang di dalam tasnya.

 

“Tapi saya kepikiran, setidaknya mereka bisa rebut ATM saya. Karena saya bendahara,” ungkapnya.

 

 Apalagi, setelah pelaku ditangkap, ditemukan alat-alat yang bikin kaget. “Ada minyak kecubung, itu bikin teler. Ada pisau juga. Mungkin skenarionya saya dibikin teler, terus disuruh buka pin ATM,” jelasnya.

 

Yang membuatnya kaget, ternyata hasil pemeriksaan polisi mencengangkan. “Katanya dari perlengkapan ini dan dari keterangan pelaku. Setelah dirampok, saya mau dibunuh. Untung saya bisa lompat,” jelasnya.

 

Sementara itu, suami korban, Dewa Ambara, memang mengetahui para pelaku ini karena sudah sering diajak kerja sama di bidang servis vila. “Kami tidak menyangka dia berbuat begitu dengan istri saya,” ujar Ambara.

 

Dia pun berharap, para pelaku bisa dijerat hukuman seberat-beratnya. “Mudah-mudahan diberi hukuman yang berat,” ujar Ambara diamini oleh Jero Ari.

Namun sayang, Dewa Ambara sudah mendengar bocoran jika percobaan perampokan hanya dihukum paling berat 5 tahun.

“Kalau bisa sih seberat-beratnya, biar kapok,” pintanya.

Yang menjengkelkan, saat ditangkap, para pelaku hanya tersenyum cengengesan.

“Pelaku menunduk saja. Dia (Edy, red) juga ketawa-ketawa sama temannya (Saiful Rizal, red). Cuek sekali dia. Minta maaf juga tidak,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/