25.2 C
Jakarta
24 November 2024, 6:10 AM WIB

Lagi, Bos Arisan Online Ira Yuanita Kweani Diadili

DENPASAR– Masih ingat kasus penggelapan berkedok arisan online dengan terdakwa Ira Yuanita Kweani? Setelah divonis dua tahun penjara pada Juli lalu, perempuan 38 tahun itu kembali duduk sebagai pesakitan dalam kasus serupa. Kasusnya saat ini sudah memasuki tahap tuntutan. “Kami menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2,5 tahun,” ujar JPU I Ketut Sujaya, Jumat kemarin (2/9).

 

Pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian bagi orang lain dan menodai kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Sementara yang meringankan terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, dan mengaku bersalah. “Perbuatan terdakwa melakukan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” tukas JPU Kejati Bali itu.

 

Dijelaskan Sujaya, kasus ini setali tiga uang dengan kasus sebelumnya. Terdakwa sebagai owner sekaligus pendiri arisan online Ira Leenzo Kitchen (ILK) mengajak orang lain bergabung sebagai member arisan.

 

Salah satunya adalah saksi korban Kadek Sri Baliartini. Sujaya mengungkapkan, pada November 2019, saksi dikenalkan dengan terdakwa sebagai cukong arisan ILK. Korban tertarik karena disebut mengikuti arisan ILK cukup menguntungkan.

 

Arisan ini berbeda dengan arisan pada umumnya dengan membentuk kelompok yang disebut kloter. Selanjutnya setiap kloter ditetapkan nominal penarikan, biaya administrasi, dan tempo pembayaran. Setelah itu disediakan beberapa nomor penarikan, mulai dari nomor urut 1 paling atas hingga nomor urut paling bawah.

 

“Semakin ke bawah nomornya, maka jumlah pembayaran semakin kecil, tapi jumlah uang yang didapat atau ditarik sama, sehingga yang mengambil penarikan nomor atas akan rugi karena membayar lebih banyak dibandingkan yang mengambil penarikan bawah,” beber Sujaya.

 

Sedangkan yang mengambil penarikan bawah akan untung karena membayar lebih sedikit dibandingkan dengan yang mengambil penarikan atas.

 

Total modal yang saksi serahkan selama November 2019 – Februari 2020 sebesar Rp 205,8 juta. Namun, setelah jatuh tempo, korban tidak pernah mendapatkan uang penarikan. Terdakwa berdalih tidak membayarkan arisan karena uang dipakai membayar bon member atas.

 

Terdakwa juga tidak bisa menunjukkan bukti pembayaran kepada korban. Saksi korban pun merasa ditipu karena uangnya dipakai membayar member lain tanpa sepengatahuannya. Terdakwa juga tidak bisa mengembalikan uang milik korban.

 

Dalam sidang Juli lalu, majelis hakim yang diketuai I Wayan Suarta juga menyatakan terdakwa melanggar Pasal 372 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun. Menanggpi putusan hakim, terdakwa menyatakan menerima.

 

Kasus arisan online ini sempat menggemparkan jagat dewata. Pasalnya, jumlah korban disebut mencapai ratusan orang.

 

Berdasar dakwaan JPU, Ira merekrut member atau anggota yang kebanyakan orang tua siswa salah satu sekolah dasar elite swasta di kawasan Renon. Para korban mengajak member lain untuk bergabung dalam kloter.

 

Seiring bertambahnya anggota, uang yang dikelola terdakwa tembus miliaran rupiah. Sampai akhirnya pada Desember 2019 mulai ada masalah, di mana uang penarikan milik korban yang jatuh tempo tidak bisa dicairkan dengan alasan perbaikan sistem. Namun, terdakwa terus mengulur waktu dan tidak bisa menepati pencairan. (san)

DENPASAR– Masih ingat kasus penggelapan berkedok arisan online dengan terdakwa Ira Yuanita Kweani? Setelah divonis dua tahun penjara pada Juli lalu, perempuan 38 tahun itu kembali duduk sebagai pesakitan dalam kasus serupa. Kasusnya saat ini sudah memasuki tahap tuntutan. “Kami menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 2,5 tahun,” ujar JPU I Ketut Sujaya, Jumat kemarin (2/9).

 

Pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian bagi orang lain dan menodai kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Sementara yang meringankan terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, dan mengaku bersalah. “Perbuatan terdakwa melakukan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP,” tukas JPU Kejati Bali itu.

 

Dijelaskan Sujaya, kasus ini setali tiga uang dengan kasus sebelumnya. Terdakwa sebagai owner sekaligus pendiri arisan online Ira Leenzo Kitchen (ILK) mengajak orang lain bergabung sebagai member arisan.

 

Salah satunya adalah saksi korban Kadek Sri Baliartini. Sujaya mengungkapkan, pada November 2019, saksi dikenalkan dengan terdakwa sebagai cukong arisan ILK. Korban tertarik karena disebut mengikuti arisan ILK cukup menguntungkan.

 

Arisan ini berbeda dengan arisan pada umumnya dengan membentuk kelompok yang disebut kloter. Selanjutnya setiap kloter ditetapkan nominal penarikan, biaya administrasi, dan tempo pembayaran. Setelah itu disediakan beberapa nomor penarikan, mulai dari nomor urut 1 paling atas hingga nomor urut paling bawah.

 

“Semakin ke bawah nomornya, maka jumlah pembayaran semakin kecil, tapi jumlah uang yang didapat atau ditarik sama, sehingga yang mengambil penarikan nomor atas akan rugi karena membayar lebih banyak dibandingkan yang mengambil penarikan bawah,” beber Sujaya.

 

Sedangkan yang mengambil penarikan bawah akan untung karena membayar lebih sedikit dibandingkan dengan yang mengambil penarikan atas.

 

Total modal yang saksi serahkan selama November 2019 – Februari 2020 sebesar Rp 205,8 juta. Namun, setelah jatuh tempo, korban tidak pernah mendapatkan uang penarikan. Terdakwa berdalih tidak membayarkan arisan karena uang dipakai membayar bon member atas.

 

Terdakwa juga tidak bisa menunjukkan bukti pembayaran kepada korban. Saksi korban pun merasa ditipu karena uangnya dipakai membayar member lain tanpa sepengatahuannya. Terdakwa juga tidak bisa mengembalikan uang milik korban.

 

Dalam sidang Juli lalu, majelis hakim yang diketuai I Wayan Suarta juga menyatakan terdakwa melanggar Pasal 372 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun. Menanggpi putusan hakim, terdakwa menyatakan menerima.

 

Kasus arisan online ini sempat menggemparkan jagat dewata. Pasalnya, jumlah korban disebut mencapai ratusan orang.

 

Berdasar dakwaan JPU, Ira merekrut member atau anggota yang kebanyakan orang tua siswa salah satu sekolah dasar elite swasta di kawasan Renon. Para korban mengajak member lain untuk bergabung dalam kloter.

 

Seiring bertambahnya anggota, uang yang dikelola terdakwa tembus miliaran rupiah. Sampai akhirnya pada Desember 2019 mulai ada masalah, di mana uang penarikan milik korban yang jatuh tempo tidak bisa dicairkan dengan alasan perbaikan sistem. Namun, terdakwa terus mengulur waktu dan tidak bisa menepati pencairan. (san)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/